Tuesday, January 31, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #26

Cinta Bernoda Darah #26
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #26
=========================================
“Baiklah, aku pun akan tidur di sini, kau tidur di situ. Besok pagi-pagi
kita bangun melanjutkan perjalanan ke kota raja.”
“Nah, begitu baru adil namanya,” kata Lin Lin melihat pemuda itu
merebahkan diri telentang dekat api unggun. Ia pun lalu merebahkan
diri miring, membelakangi api unggun yang menyilaukan mata, berbantal
tangan. Melihat ini, Bok Liong lalu melempar bungkusan pakaiannya.

“Nih, pakailah untuk bantal, lumayan.”
Lin Lin tidak membantah, memberi hadiah senyum terima kasih lalu
meramkan matanya. Bok Liong tentu saja tidak mau tidur, maklum
bahwa kalau tertidur keduanya di tempat itu, akan berbahaya sekali.
Yang paling berbahaya adalah ular, karena ada beberapa macam ular
yang tidak takut akan api. Juga, kalau api unggun padam tidak ada yang
tahu. Ia tadi merebahkan diri hanya untuk memanaskan hati Lin Lin agar
nona itu mau tidur. Karena gadis itu rebah membelakanginya, dengan
leluasa ia dapat memandang belakang tubuh Lin Lin dan pikirannya
melamun jauh, mata dan bibirnya membayangkan gelora hati yang
penuh kasih dan rindu. Inilah yang menjauhkannya daripada
kewaspadaan. Ia tidak tahu bahwa belasan pasang mata sedang
mengintai dari tempat gelap”
Tiba-tiba, selagi Bok Liong melamun muluk-muluk, tampak sinar-sinar
kecil berwarna putih berkelebatan menyambar. Bok Liong, seorang
pendekar muda yang terlatih dan sudah banyak makan asam garamnya
pengalaman dunia kang-ouw, terkejut bukan main. Bukan sinar-sinar
putih yang menyambar ke arah dirinya yang ia kejutkan, melainkan sinar
yang menyambar ke arah diri Lin Lin yang sudah pulas” Tanpa berpikir
panjang lagi, semata-mata untuk melindungi diri gadis itu daripada
bahaya maut, ia membuang dirinya ke depan Lin Lin sambil
mengebutkan kedua lengan bajunya.
Cepat sekali gerakannya sehingga gerakan ini membuat beberapa
batang jarum halus yang tadinya menyambar ke arahnya, terbang lewat
dan menancap ke dalam dinding. Ia berhasil pula menyelamatkan Lin
221
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Lin, akan tetapi dua batang jarum tak berhasil dikebut runtuh dan
langsung menancap pada pangkal lengannya sebelah kiri.
“Twako.. ada apa..?” Lin Lin melompat bangun dan secepat kilat ia
melompat lagi mendahului Bok Liong. Sebagai seorang ahil silat tinggi,
begitu sadar daripada tidurnya Lin Lin sudah berada dalam keadaan siap
siaga dan sedetik ia mengira bahwa Bok Liong secara kurang ajar telah
mendekatinya. Selagi ia hendak memaki sambil mencabut pedangnya
tiba-tiba ia melihat Bok Liong merintih-rintih dan menggaruk-garuk
pangkal lengan kirinya.
Pada saat itu tampak sinar putih menyambar-nyambar pula.
Maklumlah Lin Lin bahwa mereka diserang oleh lawan dengan senjata
rahasia, maka cepat ia memutar pedangnya, melompat ke depan Bok
Liong dan sinar kuning pedangnya merupakan gulungan yang memukul
runtuh sinar-sinar putih bersambaran itu.
“Jangan gerak, cabut jarum gosokkan ini” tiba-tiba terdengar suara
dari jauh, hanya gemanya saja yang terdengar, akan tetapi tahu-tahu
ada sebuah benda kecil melayang jatuh dekat Bok Liong. Ternyata
benda itu adalah sebuah bungkusan kecil. Bok Liong tadinya merasa
gatal-gatal bukan main pada pangkal lengannya sehingga biarpun ia
tahu bahwa menggaruknya merupakan pantangan yang berbahaya,
namun ia tidak kuat menahan.
Mendengar suara itu ia terkejut, akan tetapi juga girang melihat
datangnya bungkusan. Apalagi melihat bahwa Lin Lin tidak terluka,
bahkan gadis ini sekarang berdiri melindunginya. Cepat ia merobek
bajunya pada lengan tangan, menggunakan penerangan api unggun
yang masih bernyala besar untuk mencabut keluar dua batang jarum
yang hampir amblas semua ke dalam daging. Bungkusan itu ia buka,
ternyata isinya bubuk berwarna kuning. Tanpa ragu-ragu lagi Bok Liong
menggosok-gosokkan bubuk kuning ini pada kedua luka kecil di pangkal
lengan kiri. Hebat” Seketika lenyap rasa gatal-gatal. Dengan kemarahan
meluap Bok Liong mencabut pedangnya, melompat berdiri di samping
Lin Lin dan berseru.
222
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Penjahat berhati binatang berwatak pengecut” Kalau memang ada
kepandaian, keluarlah dan mari kita bertempur secara orang gagah”
“Sudah lama kami berada di sini, buka matamu baik-baik, pemuda
sombong”
Bok Liong dan Lin Lin membalikkan tubuh. Kiranya penyerang gelap
itu telah berpindah tempat, kini berada di belakang mereka. Meremang
bulu tengkuk mereka memikirkan betapa bahayanya keadaan mereka
tadi. Kalau penyerang gelap ini menyerang dengan jarum-jarum halus
lagi dari belakang, bukankah amat berbahaya? Jarum-jarum itu demikian
halusnya sehingga tidak terdengar sambarannya. Hanya berkat sinar api
unggun maka jarum-jarum putih itu kelihatan berkelebat sehingga
mereka tadi dapat menyampok runtuh. Kiranya yang berada di situ
bukan hanya seorang saja, melainkan empat belas orang yang
kesemuanya berpakaian pengemis. Tahulah mereka bahwa hal ini tentu
ada hubungannya dengan tiga orang yang dirobohkan Lin Lin di gedung
Suma-kongcu.
“Hemmm, kiranya kalian adalah ahli-ahli pula dalam senjata rahasia.
Aku kagum dan mengaku kalah dalam hal ilmu senjata rahasia. Akan
tetapi, kami tantang kalian untuk menghadapi Barisan Macan Terbang
(Hui-houw-tin). Kalau tidak berani, lebih baik kalian menyerah untuk
kami tawan. Kalau kalian dapat menangkan Hui-houw-tin, barulah aku
Hui-houw-pangcu mengaku kalah.”
Diam-diam Bok Liong dan Lin Lin terkejut dan heran sekali.
Bagaimana pengemis tua ini bicara begitu aneh, menyatakan kagum dan
mengaku kalah dalam ilmu senjata rahasia? Padahal, mereka itu sama
sekali tidak melepaskan senjata, juga dalam menghadapi penyerangan
jarum-jarum tadi, biarpun Bok Liong berhasil menyampok runtuh dan Lin
Lin juga berhasil menggunakan pedang menggagalkan penyerangan ke
dua, namun Bok Liong telah terluka. Hal ini tentu saja sama sekali tak
boleh dianggap bahwa mereka berdua telah menang bertanding senjata
rahasia”
Tentu saja kedua orang ini tidak tahu bahwa di dalam gelap tadi,
setelah Lin Lin memutar pedang menyampok runtuh jarum-jarum itu,
223
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
masih beterbangan lagi jarum-jarum bertubi-tubi dan susul-menyusul
dengan cara berpindah-pindah dari pelbagai jurusan, sering kali dari
arah belakang kedua orang muda itu. Ini adalah akal Hui-houw-pangcu
yang menyerang mereka dari tempat gelap secara berpindah-pindah.
Akan tetapi, semua jarum-jarum yang menyambar dari tempat
tersembunyi itu runtuh semua bertemu dengan benda-benda kecil yang
melayang-layang dari segala jurusan dan ternyata bahwa yang
meruntuhkan jarum-jarum itu adalah daun-daunan, bunga dan buahbuahan
kecil yang secara aneh datang dari jurusan yang berlawanan
sehingga Hui-houw-pangcu tentu saja mengira bahwa benda-benda itu
dilepas oleh dua orang muda yang diserangnya” Akan tetapi, sudah
tentu Bok Liong dan Lin Lin tidak mau menyatakan keheranan ini.
Dengan marah mereka lalu melangkah maju menghadapi barisan
yang sudah tersusun di depan kuil kuno yang ruangan depannya terbuka
itu. Tiga belas orang pengemis dengan tongkat-tongkat baja di tangan,
telah memasang Barisan Harimau Terbang. Tiga orang sebagai kepala,
masing-masing dua orang sebagai sayap kanan kiri, empat orang
sebagai empat buah kaki dan dua orang sebagai ekor.
Bok Liong dan Lin Lin yang memiliki kepandaian tinggi, tentu saja
tidak merasa gentar.
“Saling membelakangi menghadapi mereka mencegah penyerangan
gelap dari belakang,” bisik Bok Liong. Lin Lin kagum dan segera menurut
nasihat ini karena memang itulah cara terbaik bagi mereka sehingga
dalam pengeroyokan mereka dapat mengerahkan seluruh perhatian ke
depan tanpa takut penyergapan gelap.
Akan tetapi, dugaan ini keliru dan terpaksa rencana Bok Liong ini tak
mungkin dipertahankan. Kiranya tiga belas orang itu sama sekali tidak
mengurung mereka sebagaimana biasanya barisan kalau mengepung
lawan yang sedikit jumlahnya. Mereka itu langsung menerjang dari
depan dengan teratur seperti gerakan seekor harimau terbang sehingga
ketika mereka menerjang maju, hanya Lin Lin yang dihujani serangan
sedangkan Bok Liong tidak menghadapi seorang pun lawan.
224
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Lin Lin tidak gentar dan cepat memutar Pedang Besi Kuning di
tangannya, akan tetapi ia kaget sekali karena senjata tongkat lawan
yang terbuat dari baja tulen itu datangnya susul-menyusul dengan
teratur, sehingga ia sama sekali tidak sempat melakukan serangan
balasan karena repot melayani datangnya bayangan tongkat yang
seperti hujan menimpanya dari atas, kanan, kiri dan bawah”
Melihat cara penyerangan mereka ini, tentu saja Bok Liong khawatir
kalau-kalau Lin Lin celaka di tangan barisan aneh itu. Apa lagi hatinya
amat tidak enak kalau barisan itu hanya menerjang Lin Lin dan
membiarkan ia menganggur menjadi penjaga punggung Lin Lin belaka.
Ia berseru keras dan membalik lalu menerjang, membantu Lin Lin. Akan
tetapi ia masih tetap waspada, menjaga agar mereka jangan terlena dan
tertipu.
Memang Bok Liong sudah banyak pengalamannya dalam
pertempuran. Ia cukup maklum akan kelihaian pedang Lin Lin, juga ia
mengerti bahwa gadis ini kalau marah kepada lawan bisa menjadi ganas
sekali. Secara langsung mereka berdua tidak mempunyai permusuhan
pribadi dengan para pengemis, maka ia pun menganggap tiada perlunya
menurunkan tangan besi kepada mereka.
“Lin-moi, kau menahan serangan mereka, biarkan aku yang
membalas”
“Baik” jawab Lin Lin, kembali kagum karena maklum bahwa hanya
cara itulah yang memungkinkan mereka dapat balas menyerang, yaitu
yang seorang bertahan, yang seorang pula menyerang. Segera ia
memutar pedangnya menjadi segulung sinar kuning yang berkilauan
membungkus dirinya dan di lain pihak Bok Liong melompat ke belakang
Lin Lin membiarkan semua tongkat menyerang gadis itu, kemudian dari
samping ia menerjang. Hasilnya baik sekali, terdengar teriakan kesakitan
dan seorang di antara tiga orang yang merupakan bagian kepala, roboh
terguling terluka pahanya oleh ujung pedang Bok Liong.
Akan tetapi tiba-tiba pada saat itu, sinar putih bersambaran dari
belakang. Inilah yang dikhawatirkan Bok Liong. Baiknya pemuda ini
sudah waspada sejak tadi. Melihat sinar putih menyambar, cepat ia
225
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
memutar pedang sambil melompat ke belakang Lin Lin dan runtuhlah
semua jarum tersampok sinar pedangnya. Hati Bok Liong menjadi
khawatir juga. Kalau begini caranya mereka melakukan pengeroyokan,
berabe juga. Ia melirik dan melihat betapa pertahanan Lin Lin amat kuat
dan kokoh seperti benteng baja, biarpun gadis itu tidak akan mendapat
kesempatan untuk balas menyerang, namun dengan pertahanan macam
itu, biar ada dua barisan Hui-houw-tin, kiranya belum tentu akan dapat
membobolkan pertahanannya dalam waktu satu dua jam”
“Lin-moi, tahan terus, aku menangkap kepalanya” bisiknya kembali.
Lin Lin sudah percaya betul akan kecerdikan kawannya.
“Baik,” jawabnya tanpa ragu-ragu lagi. Bok Liong melompat dengan
tiba-tiba, gerakannya cepat sekali. Dengan hanya beberapa lompatan ia
sudah tiba di balik gerombolan pohon dari mana jarum-jarum itu tadi
menyambar. Dan.. apa yang dilihatnya? Ia berdiri bengong memandang
Hui-houw-pangcu yang roboh terlentang dengan tubuh kaku, kedua
tangan masih menggenggam jarum-jarum beracun” Ternyata pengemis
tua ini telah ditotok jalan darahnya yang membuat tubuhnya kaku tak
dapat bergerak untuk beberapa jam lamanya.
Siapa yang melakukan hal ini? Tak salah lagi, pikir Bok Liong, tentu
dia yang tadi telah menolongnya dengan pemberian obat pemunah
racun” Akan tetapi ia tidak ada waktu untuk mengherankan soal ini
karena di sana Lin Lin masih menghadapi pengeroyokan barisan Huihouw-
tin yang biarpun sudah roboh seorang, masih amat kuat dan
cukup berbahaya. Hatinya lega, karena dengan robohnya ketua Huihouw-
pang yang suka main jarum beracun ini, ia tidak khawatir lagi
akan serangan gelap dari belakang. Cepat ia membalikkan tubuh dan
melompat ke tempat pertempuran, serta merta menerjang dari samping.
Karena kegembiraan dan kelegaan hati melihat penyerang gelap itu tak
berdaya lagi, pemuda ini menyerang penuh semangat dan pedangnya
merobohkan dua orang pengeroyok”
Akan tetapi, biarpun berkurang tiga orang, ternyata barisan Huihouw-
tin ini malah mengamuk lebih hebat. Inilah keistimewaan Huihouw-
tin, seperti seekor harimau kalau terluka akan lebih hebat sepak
226
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
terjangnya. Hal ini adalah karena kalau barisan itu masih lengkap tiga
belas orang, ruang gerak penyerangan mereka amat sempit dan
terbatas. Makin berkurang jumlahnya, makin leluasa mereka bergerak
sehingga tampaknya makin buas. Namun, malang bagi mereka, kini
yang mereka keroyok adalah murid-murid orang sakti yang telah
mewarisi ilmu kepandaian yang amat tinggi, jauh melebihi tingkat
mereka.
Setelah kini merasa yakin bahwa dari belakang takkan ada yang
menyerang dengan senjata rahasia, dengan enaknya Bok Liong
membabati lawan seorang demi seorang secara cepat sehingga tak
sampai seperempat jam, para pengeroyok itu tinggal empat orang lagi
yang cepat melempar tongkat dan berlutut mohon diampuni” Lin Lin
gemas sekali, lengannya bergerak hendak membabat dengan
pedangnya, akan tetapi lengannya disentuh Bok Liong.
“Sudahlah, Lin-moi. Mereka hanya menjalankan perintah. Kita tidak
mempunyai permusuhan pribadi dengan mereka. Mari kita pergi”
Pengalaman dalam pertempuran ini membuka mata Lin Lin bahwa
kawannya adalah seorang pemuda yang selain lihai ilmu silatnya, juga
cerdik dan berpengalaman. Kalau saja ia tadi seorang diri menghadapi
para pengemis ini, agaknya ia akan terancam bahaya hebat. Mengingat
ini, biarpun hatinya tidak puas karena tidak boleh membunuh para
pengeroyoknya, namun ia tidak membantah dan bersama Bok Liong
mereka melompat pergi dan berlari cepat meninggalkan tempat itu.
Bulan purnama sudah condong ke barat, akan tetapi sinarnya masih
menerangi jagat. Peristiwa tadi mengusir kantuk dan mereka berjalan
terus memasuki hutan.
Malam telah menjelang fajar ketika bulan yang sudah turun itu
tertutup puncak gunung dan sinarnya menjadi suram. Keadaan yang
gelap ditambah hawa yang amat dingin memaksa dua orang muda itu
kembali berhenti di dalam hutan, memilih tempat terbuka di antara
pohon-pohon besar dan mereka berjongkok menghadapi api unggun
yang mendatangkan hawa hangat nyaman.
227
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Liok-twako, kau tadi meninggalkan aku untuk menangkap Hui-houwpangcu,
bagaimana hasilnya? Belum kauceritakan padaku.”
Bok Liong menarik napas panjang. Tadi ia memang sengaja tidak
bercerita, karena khawatir kalau-kalau gadis yang aneh ini bersikeras
hendak mencari penolong itu. Seorang penolong yang tidak mau
memperlihatkan diri tak perlu dipaksa muncul, dan biasanya hanya
orang-orang sakti yang bersikap seperti itu.
“Lin-moi, dalam pertempuran tadi, kita berdua hanya dapat keluar
dengan selamat berkat pertolongan seorang sakti.”
“Sudah kuduga, malah tadinya kusangka gurumu yang melempar
obat kepadamu, Twako.”
“Bukan Suhu, melainkan orang lain, entah siapa. Obatnya pemunah
racun amat manjur, dan ilmu kepandaiannya hebat sekali.”
“Bagaimana kau bisa tahu, Twako?”
“Tak ingatkah kau akan ucapan Hui-houw-pangcu yang mengaku
kalah bertanding senjata rahasia dengan kita? Padahal kita sama sekali
tidak pernah melepaskan senjata rahasia. Bagaimana dia bisa mengaku
kalah bertanding am-gi (senjata gelap)? Tidak bisa lain, tentu penolong
kita yang telah menundukkanya, mungkin dengan cara menggempur
jarum-jarumnya dengan am-gi lain yang amat lihai. Dan tahukah kau
apa yang terjadi ketika aku meninggalkanmu untuk menghajar ketua
Hui-houw-pang yang curang itu? Ia telah roboh kaku, siapa lagi kalau
bukan penolong kita yang menotoknya. Di kedua tangannya masih
penuh jarum-jarum beracun yang belum sempat ia sambitkan kepada
kita.”
“Siapakah dia Twako? Ah, setelah ia menolong kita, kenapa tadi kau
diam saja? Mengapa tidak memanggil-manggil supaya dia muncul? Aku
ingin sekali berkenalan dengan dia, Twako, ingin..”
“Ingin apa?” Bok Liong sendiri terheran mendengar suaranya yang
berbeda dari biasa, den lebih heran lagi merasa betapa dadanya sesak
dan perasaannya tidak senang. Cemburu” Tapi ia tidak sadar akan hal
ini.
228
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Ingin mengajak ia bertanding, menguji kepandaiannya”
Jawaban ini membuat Bok Liong melengak heran, akhirnya ia tertawa.
Gadis pujaan hatinya ini benar-benar aneh, lucu, manis dan hebat”
“Lin-moi, kalau seorang sakti tidak menghendaki dilihat orang, jangan
harap akan dapat bertemu dengannya. Terang bahwa dia membantu
kita dengan sembunyi, itu hanya berarti bahwa dia tidak mau kita
melihatnya, maka jalan terbaik hanya membiarkan dia melanjutkan sikap
itu. Memaksa dia muncul sama dengan menentang kehendaknya den ini
bukanlah pernyataan terima kasih yang baik.”
“Huh, siapa memaksa dia menolong kita? Aku sendiri sih tidak butuh
akan pertolongannya. Kalau memang dia merasa diri begitu tinggi den
begitu mulia sehingga menganggap tidak berharga mengadakan
pertemuan dengan kita, mengapa dia menolong kita tanpa kita minta?
Uh, aku belum percaya apakah benar-benar dia itu seorang sakti, lebih
tidak percaya lagi apakah dia bermaksud baik dengan pertolongannya
itu.”
“Ssstttt.. Lin-moi, kenapa kau bilang begitu..?”
Lin Lin melompat berdiri.
“Biar” Aku tetap tidak percaya bahwa dia bermaksud baik. Kau boleh
takut kepadanya, Liong-twako, akan tetapi aku tidak takut. Kalau dia
betul orang baik-baik, kenapa main rahasia-rahasiaan? Siapa sudi main
kucing-kucingan dengan orang yang tidak kita kenal? Orang begitu
hanya menonjolkan keangkuhan dan kesombongannya, merasa lebih
tinggi daripada orang lain”
Bok Liong kebat-kebit hatinya. Celaka, pikirnya. Gadis ini sudah
kumat, dan ia dapat menyelami perasaan gadis ini yang membuatnya
mau tak mau hanya makin mengaguminya. Terang bahwa Lin Lin
wataknya aneh, tapi polos, tidak takut kepada siapa pun juga, tidak suka
akan orang yang plin-plan dan palsu-palsuan. Akan tetapi betapapun
juga, hatinya merasa amat tidak enak terhadap penolongnya. Bagaimana
kalau penolong itu mendengar ucapan Lin Lin ini?
“Ahhhhhh..”
229
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Bok Liong melompat bangun, memandang ke kanan kiri.
“Eh, kau mengapa, Twako?”
“Lin-moi, apakah kau tidak mendengar tadi? Terang ada orang yang
menghela napas panjang, dekat sekali..”
Lin Lin ikut memandang ke kanan kiri, terheran-heran.
“Aku tidak mendengar apa-apa. Ah, Twako, kau jadi seperti anak kecil
mendengar dongeng mengerikan sehingga menjadi ketakutan dan di
mana-mana kelihatan setan. Hi-hik”
Merah muka Bok Liong, lalu ia duduk kembali.
“Lin-moi, belum lama kau terjun di dunia kang-ouw, kau belum tahu
banyak tentang orang-orang sakti..”
Sebelum Lin Lin sempat menjawab, tiba-tiba terdengar desis keras
dan Lin Lin menjerit,
“Ular..” Ia seperti sebagian banyak wanita, merasa jijik dan geli
melihat ular, akan tetapi, sebagai seorang pendekar wanita, tentu saja ia
tidak takut. Cepat sinar kuning berkelebat dan di lain saat tubuh ular
telah buntung menjadi dua potong”
Mata Bok Liong terbelalak ketika ia memandang bangkai ular itu.
“Wah, celaka, kita agaknya berhenti di daerah ular api” Ular macam
ini tidak takut api dan amat beracun. Racunnya panas dan membuat
tubuh korbannya hangus seperti dimakan api, maka ia disebut ular api.
Eh.. awas Lin-moi..” Bok Liong sudah mencabut pedangnya, dua kali ia
mengelebatkan pedangnya dan dua ekor ular roboh dengan leher putus.
Ternyata itu adalah dua ekor ular yang menyambar dari atas ke arah Lin
Lin”
“Wah.. ular api tak mungkin dapat melayang tentu ada yang
melemparkannya..” Lin-moi, awas, agaknya ada musuh menyerang..”
“Aku tidak takut” Segala pengecut curang, kalau berani muncul akan
kupenggal batang lehernya” teriak Lin Lin dengan marah sekali karena
semalam itu selalu diganggu orang-orang yang tidak mau menyerang

atau membantu dengan terang-terangan.

Bersambung..

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #25

Cinta Bernoda Darah #25
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #25
=========================================
“Kami adalah keluarga Kam, tinggal di dusun Ting-chun di kaki
Gunung Cin-ling-san. Ayah kami..”
“Jenderal Kam.”
Sian Eng terkejut dan kembali ia menjadi curiga.
“Bagaimana kau bisa tahu?”
Masih tetap merenung dan memandang api, Suling Emas menjawab
tak acuh.

Sunday, January 29, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #024

Cinta Bernoda Darah #24
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #24
=========================================


Setelah Hek-giam-lo pergi, Sian Eng berpikir. Ia mengenang kata-kata
Raja Khitan terhadapnya dan teringatlah ia akan Lin Lin. Adiknya itu
bukanlah anak kandung ayah bundanya, melainkan anak angkat.
Ayahnya tidak pernah bicara tentang orang tua Lin Lin, akan tetapi adik
angkatnya itu wataknya aneh sekali dan ketika ia tadi melihat pengawalpengawal
dan dayang-dayang wanita di dalam gedung Raja Khitan,


Saturday, January 28, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #023

Cinta Bernoda Darah 01 #23
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #023
=========================================

“Liong-twako, jangan takut, pedangku akan mencabut nyawanya”
seru Lin Lin dan cepat ia menerjang. Sinar kuning berkelebat dan Suma
Boan mengeluh sambil membuang diri ke kiri lalu berjungkir balik. Pucat
wajahnya karena hampir saja ia menjadi korban sinar pedang yang
mengandung hawa dingin seperti es. Ia tadi terlalu memandang rendah.
Kiranya selain pemuda lawannya itu hebat, juga gadis itu amat lihai dan
ganas ilmu pedangnya.

Friday, January 27, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #022

Cinta Bernoda Darah 01 #22
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #022
=========================================
“Nah-nah-nah, kau kumat lagi” Apakah semua laki-laki memang
pengecut sehingga begitu mendengar nama Suling Emas lantas menjadi
ketakutan macam ini? Kau dan kakek gundul sama saja. Menjemukan
benar”
“Wah, kau yang kumat, bukan aku,” demikian suara hati Bok Liong.
Akan tetapi mulutnya segera berkata, “Jangan salah sangka, Lin-moi.
Aku tidak takut, hanya terheran-heran. Kau agaknya tidak tahu orang
macam apa dia itu, maka begitu mudah kau menuduh dia sebagai
musuh besarmu. Lin-moi, Suling Emas adalah seorang pendekar sakti
yang dipandang tinggi oleh para tokoh bersih di dunia kang-ouw. Masa
dia membunuh ayah bundamu?”

Wednesday, January 25, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #021

Cinta Bernoda Darah 01 #21
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #021

Sampai lama mereka jalan berendeng, diam saja, tidak berkata-kata,
juga saling lirik saja tidak. Seakan-akan mereka saling tidak ingat lagi
bahwa di sebelah mereka berjalan seorang lain. Tentu saja tidak
demikian hal yang sebetulnya. Bok Liong sekaligus terbetot semangatnya
oleh gadis lincah ini, dan ia berjalan sambil merenung, terheran-heran
atas perubahan di dalam hatinya sendiri, mengapa ia merasakan hal
yang aneh ini, hal yang selama ia hidup belum pernah ia rasai. Adapun
Lin Lin, ia sedang mengumpul-ngumpulkan kata-kata untuk menyerang
pemuda pesek lancang ini nanti setelah mereka jauh dari hwesio tua
tadi.

Tuesday, January 24, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #020

cinta_bernoda_darah
Cinta Bernoda Darah 01
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #020
==========================================
Memang hebat sekaii Lin Lin setelah ia mewarisi ilmu dari Kim-lun
Seng-jin. Apalagi di tangannya sekarang ada sebatahg pedang pusaka
terbuat daripada besi aji yang amat ampuh. Dengan sinar yang
menyilaukan mata, pedangnya berkelebat dan.. dua orang hwesio muda
itu berteriak kesakitan ketika cambuk-cambuk di tangan mereka itu
putus semua berikut ujung lengan baju dan sebagian daripada kulit dan
daging lengan mereka, semua terbabat oleh sinar pedang yang
menyilaukan dan berhawa dingin itu” Tentu saja mereka terkejut dan
ketakutan, lalu melarikan diri sambil memegangi kepala seakan-akan
merasa khawatir kalau-kalau kepala mereka pun akan terbabat putus”
“Bagus sekali. Benar-benar kiam-hoat (ilmu pedang) yang amat indah
dan lihai”

Monday, January 23, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #019

Cinta Bernoda Darah 01
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #019
==========================================
Lin Lin cepat melompat masuk, akan tetapi baru saja kakinya
menginjak lantai di sebelah dalam gedung itu, dari kanan kiri
149
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
menyambar dua batang anak panah. Baiknya dara ini sudah melatih
Khong-in-ban-kin secara tekun sehingga gin-kangnya sudah jauh lebih
tinggi daripada dahulu, sudah lipat entah berapa kali. Anak-anak panah
itu cepat sambarannya, namun ia lebih cepat lagi, dengan gerakan gesit
ia telah melompat maju di antara sambaran anak panah, terus ke depan
sehingga anak-anak panah dari kanan kiri itu meluncur lewat di belakang
punggungnya”

Sunday, January 22, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #018


Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #018
==========================================

Kalau saja Siang-mou Sin-ni tahu betapa sepeninggalnya patung yang
dihantamnya tadi dapat bergerak-gerak, tentu ia tidak akan lari malah
akan diserang mati-matian” Setelah iblis wanita rambut panjang itu
pergi, “patung” itu menarik napas panjang, melemparkan selubung kain
putih dan tampaklah seorang pemuda tinggi besar berpakaian seperti
sastrawan, pakaian berwarna hitam. Suling Emas” Seperti juga Siang-
139
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
mou Sin-ni, Suling Emas yang menyamar sebagai patung itu berkelebat
lenyap ke arah perginya Hek-giam-lo.

Friday, January 20, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #017

Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #017
==========================================
Tiba-tiba sesosok bayangan nitam berkelebat dan tahu-tahu ia
merasa dirinya diterbangkan dari tempat itu. Demikian cepatnya gerakan
yang menolongnya sehingga ia tidak dapat melihat orang ataukah setan
penolongnya itu. Ia dipondong dan karena masih dalam keadaan
tertotok, ia tidak dapat menggerakkan kepala untuk memandang
pemondongnya. Pakaian orang ini dari sutera hitam dan ia mengingatingat.
Tiba-tiba jantungnya berdebar keras. Orang yang dahulu
melengking tinggi mengejar It-gan Kai-ong, yang hanya terlihat
punggungnya, juga berpakaian hitam. Orang yang membawa suling dan
yang mereka duga adalah Suling Emas, dan juga pembunuh orang tua
mereka”

Saturday, January 14, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #016

Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #016
==========================================
“Masih ada satu jalan untuk mencari orang itu. Pada empat belas
tahun yang lalu, yang menjabat sebagai kepala ujian adalah Pangeran
120
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Suma Kong yang sekarang tinggal di kota An-sui. Kalian coba saja
menghadap beliau dan mohon pertolongannya, karena kurasa pangeran
itu mempunyai catatan tentang para pengikut ujian dan siapa tahu
beliau akan dapat memberi keterangan di mana adanya Liu Bu Song itu.”

Thursday, January 12, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #015

Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #015
==========================================
“Tidak peduli. Aku akan menemuinya. Bawa aku kepadanya, Kek, dan
kau tentu suka membantuku kalau aku kalah. Kan hidung dan gigi kita
sama, bukan?”
“Betul, betul” Kita sebangsa, sesuku, aku akan bantu aku. Awas dia
kalau berani ganggu kau”
Senang hati Lin Lin. Ia berhutang budi kepada keluarga Kam, den
jalan satu-satunya untuk membalas budi, hanyalah membalaskan
dendam keluarga itu.

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #014

Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #014
===========================================
“Adikku masih di atas..” Sian Eng berkata.
100
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Sssttt..” wanita yang tadi menyambar tubuhnya menarik tangan Bu
Sin dan Sian Eng berlindung dalam gelap. Mereka memandang ke atas
dan apa yang tampak di atas membuat Bu Sin dan Sian Eng seketika
pucat, hati mereka berdebar penuh kengerian. Apa yang tampak oleh
mereka?

Tuesday, January 10, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #013

Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #013
===========================================
“Ah, mana bisa, Sin-ko? Kau pun manusia dari darah daging saja,
mana tidak lelah dan ngantuk? Biarlah aku dan Cici Sian Eng berjaga,”
kata Lin Lin sambil menambah ranting kering pada api unggun sehingga
keadaan menjadi hangat.
“Biarlah kita bercakap-cakap dulu, aku tadi merenungkan hasil
kepergian kita ke kota raja. Bagaimana kalau kita tidak dapat
menemukan saudara tua kita di sana?”

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #012

Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #012
=======================================================
“Perhatikan sekarang. Kalian harus dapat memperlihatkan jasa dan
bakti bahwa kalian membantuku. Aku membutuhkan tempat sembunyi
Hek-giam-lo. Cari sampai dapat dan kabarkan padaku. Kalau mungkin,
selidiki di mana ia menyimpan robekan setengah bagian kitab kecil.”
77
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Baik, Ong-ya. Hamba akan mengerahkan seluruh kawan di kaipang,”
jawab mereka berbareng dengan suara amat merendah.
“Sudah, pergi sekarang. Muak perutku melihat kalian” Kakek bongkok
itu mengomel dan bagaikan anjing-anjing diusir, puluhan orang
pengemis itu pergi sambil menyeret mayat empat orang pengemis
anggauta Pek-ho-kai-pang itu.

Thursday, January 5, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #011

Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #011
=======================================================
Bu Sin maklum bahwa mereka telah membuat ribut di tempat ini,
maka ia segera mengajak kedua orang adiknya untuk memasuki kota
Wu-han, tidak mempedulikan orang-orang yang tadinya menonton dan
kini memandang kepada mereka penuh kekaguman dan kekhawatiran
sambil membicarakan peristiwa tadi.
Karena malam telah tiba dan mereka merasa lelah sehingga tak
mungkin melanjutkan perjalanan di waktu malam, Bu Sin mengajak dua
orang adiknya bermalam pada sebuah rumah penginapan yang berada di
sebelah timur pusat kota. Sebuah rumah penginapan yang sederhana,
namun cukup bersih.

Wednesday, January 4, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #010

Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #010
=======================================================
Setelah selesai mengurus pemakaman tiga jenazah itu, Kui Lan
Nikouw membuka sampul surat yang ia temukan dalam kamar adik
seperguruannya. Sampul surat yang memang ditujukan kepadanya. Ia
membaca isi surat itu, menggeleng-geleng kepala memanggil Bu Sin,
57
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Sian Eng, dan Lin Lin berkumpul. Di depan mereka ia baca lagi surat itu
dengan suara keras. Surat itu singkat saja, seperti berikut:
Kui Lan suci yang mulia.

Tuesday, January 3, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #009

Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #009
=======================================================

Tiga orang yang menumpang perahunya masih muda-muda. Yang
pertama adalah seorang pemuda, kurang lebih dua puluh tiga tahun
usianya. Tampan dan keren wajahnya, matanya tajam bersungguhsungguh,
mulutnya membayangkan kekerasan hati, dahinya lebar,
pakaiannya sederhana tapi bersih, di punggungnya tergantung sebatang
pedang.

Orang ke dua adalah seorang gadis berusia dua puluh tahun, juga
berpakaian sederhana ringkas, sebagian rambutnya dikuncir dua di
kanan kiri. Gadis ini cukup cantik, sepasang matanya bersorot terang,
wajahnya yang berkulit putih itu membayangkan kehalusan budi,
bibirnya tersenyum selalu membayangkan keramahan. Juga gadis ini
membawa pedang yang dipegang di tangan kiri.
Orang ke tiga juga seorang gadis, masih remaja, paling banyak tujuh
belas tahun usianya. Kalau gadis pertama sama betul waiahnya dengan
si pemuda, adalah gadis ini lain sekali. Wajahnya cantik jelita, rambutnya
hitam tebal digelung di kedua sisi kepalanya. Ia juga berpedang,
tergantung di pinggang kanan.
Siapakah mereka ini? Mereka adalah kakak beradik, bukan orangorang
sembarangan, melainkan putera-puteri diri seorang tokoh besar
yang amat terkenal di jaman Lima Wangsa. Kam-goanswe (Jenderal
Kam) adalah seorang tokoh besar yang terkenal karena berani
menentang kekuasaan Li Ko Yung, Gubernur Propinsi Shan-si yang
dahulu memberontak terhadap Kaisar Wangsa Tang. Kam-goanswe yang
namanya adalah Kam Si Ek, seratus prosen berjiwa pahlawan dan
memiliki kesetiaan lahir batin. Karena inilah maka ia dimusuhi oleh Li Ko
Yung yang mengangkat diri sendiri menjadi raja kecil. Sama sekali jasa
Kam-goanswe dilupakan, padahal ketika daerah ini diserang oleh suku
bangsa Khitan, Jenderal Kam inilah yang paling berjasa menyelamatkan
daerah Shan-si.
Semenjak bentrokan itu, Kam-goanswe melepaskan jabatannya dan
mengundurkan diri ke desa Ting-chun, sebuah desa di kaki Gunung Cinling-
san, di lembah Sungai Han yang bermata air di gunung itu. Ia hidup
bertani dengan anak isterinya.
48
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Tiga orang muda itu adalah putera-puteri Kam Si Ek. Yang pertama
adalah pemuda tampan itu yang bernama Kam Bun Sin. Anak ke dua
adalah Kam Sian Eng, gadis cantik jelita dan gagah. Adapun gadis yang
termuda, gadis lincah jenaka, bernama Kam Lin, atau biasa disebut Lin
Lin. Gadis ini sebetulnya bukanlah puteri Kam Si Ek, melainkan anak
pungut.
Belasan tahun yang lalu, dalam sebuah peperangan melawan suku
bangsa Khitan, Jenderal Kam menemukan seorang anak perempuan
berusia dua tiga tahun dalam gendongan seorang wanita yang tewas
dalam pertempuran. Wanita Khitan ini mati dengan pedang di tangan,
bukan main gagah sikapnya.
Jenderal Kam amat kagum menyaksikan ini dan dia lalu membawa
pulang anak perempuan itu, mengambilnya sebagai anak sendiri dan
memberi nama Kam Lin. Nama ini adalah nama anak itu sendiri, karena
ketika ditanya, ia hanya bisa menunjuk dada sendiri sambil menyebut
“Lin Lin”.
Lin Lin tahu bahwa dia adalah seorang anak angkat, namun ia tidak
merasa sebagai anak angkat. Selama hampir lima belas tahun hidup di
dalam rumah gedung keluarga Kam, ia diperlakukan sama dengan anakanak
lain, ayah ibu angkatnya amat cinta kepadanya, demikian pula Bun
Sin dan Sian Eng. Oleh karena inilah maka Lin Lin merasa bahwa dia
memang seratus prosen anggauta keluarga Kam, tidak mau ingat lagi
akan asal-usulnya yang oleh ayah angkatnya dikatakan bahwa ayah
ibunya sendiri telah tewas menjadi korban perang. Ayah angkatnya tidak
tahu siapa ayah bundanya, juga tidak dapat memberi tahu di mana
tempat tinggal mereka, karena menurut jenderal itu, ia ditemukan di
antara para pengungsi”
Sebagai seorang jenderal perang yang memiliki ilmu kepandaian silat
tinggi, tentu saja Kam Si Ek menggembleng tiga orang anaknya ini
dengan ilmu silat keluarga Kam. Ternyata tiga orang anak itu
mempunyai bakat yang baik dan memiliki keistimewaan yang menonjol.
Bu Sin maju dalam penggunaan ilmu lwee-kang (tenaga dalam), Sian
49
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Eng mahir bermain pedang, sedangkan Lin Lin mengagumkan sekali
keringanan tubuhnya dan karenanya ia amat maju dalam ilmu gin-kang.
Keluarga Kam hidup tenteram dan bahagia di dusun Ting-chun
sampai lebih dari sepuluh tahun lamanya. Mereka hidup sederhana
sebagai petani dan kesederhanaan dusun dan pekerjaan di sawah
ladang membuat mereka selalu sehat dan gembira.
Akan tetapi, seperti sudah menjadi sifat dunia dan segala isinya, tiada
sesuatu yang langgeng, alam dan isinya selalu berubah. Demikian pula
kehidupan manusia, selama manusia masih terikat oleh kehidupan, ia
akan selalu mengalami perubahan-perubahan seperti samudera yang
selalu mengalami pasang surut, selalu bergelombang. Ada kalanya
pasang ada kalanya surut, ada kalanya tenang, ada kalanya diamuk
taufan.
Hari itu menjelang senja, Kam Si Ek bersama tiga orang anaknya
tengah berlatih silat di pekarangan belakang rumah yang tertutup pagar
tembok. Tingkat kepandaian Bu Sin, Sian Eng, dan Lin Lin sudah cukup
tinggi, malah boleh dibilang sudah hampir setingkat dengan ayah
mereka sendiri. Mereka bertiga kini sedang mainkan pedang dengan
gaya masing-masing, ditonton oleh Kam Si Ek yang berdiri sambil
bertolak pinggang dan mengangguk-angguk puas. Ketika ia melihat
betapa tubuh Lin Lin yang berpakaian merah itu berubah menjadi
bayangan merah digulung sinar putih dari pedang yang dimainkannya,
diam-diam Kam Si Ek kagum.
“Hebat bocah ini.. kiranya kelak ia yang paling menonjol. Heran
benar, apakah orang tuanya dahulu keturunan orang gagah bangsa
Khitan?” demikian ia berkata seorang diri.
Tiba-tiba terdengar suara ketawa bergelak yang amat nyaring. Kam Si
Ek dan tiga orang anaknya yang mendengar suara ini segera
menghentikan permainan silat dan menoleh ke arah suara. Kiranya di
atas tembok sebelah kanan telah jongkok seorang laki-laki tinggi besar
yang bermuka hitam. Melihat orang ini, Kam Si Ek terkejut sekali dan
wajahnya berubah.
“Giam Sui Lok, mau apa kau datang ke sini?”
50
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Orang tinggi besar muka hitam itu tertawa lagi, tetap masih
berjongkok di atas tembok, matanya yang besar itu melirik ke arah Siang
Eng dan Lin Lin dengan pandang mata kurang ajar. “Kam-goanswe..”
“Aku bukan jenderal lagi, tak usah kau berpura-pura tak tahu.”
“Ha-ha-ha, orang she Kam. Kau juga pura-pura tidak tahu mengapa
aku datang ke sini?”
Kam Si Ek menoleh ke arah tiga orang anaknya dan wajahnya makin
gelisah.
“Orang she Giam, aku sedang sibuk melatih anak-anakku. Urusan
antara kita orang-orang tua boleh kita bicarakan nanti.”
“Kapan?”
“Malam nanti kunanti kunjunganmu.”
Laki-laki tinggi besar muka hitam itu tertawa bergelak.
“Boleh, boleh.., aku tidak khawatir kau akan dapat lari, ha-ha”
Tubuhnya berkelebat dan lenyap di balik pagar tembok.
“Ayah, siapa dia?” tanya Bu Sin tak enak.
“Dia kurang ajar sekali,” cela Sian Eng.
Akan tetapi dengan gerakan seperti seekor burung walet terbang
tahu-tahu Lin Lin sudah melayang ke atas pagar tembok dengan pedang
terhunus di tangan kanan. Wajah gadis yang cantik jelita itu kini tampak
marah.
“Lin Lin, kembali kau..”
Kam Si Ek berseru cemas. Lin Lin berdiri di atas tembok, memandang
ke sana ke mari, lalu meloncat turun kembali, berlari mendekati
ayahnya.
“Heran, ke mana ia sembunyi? Mulutnya kotor sikapnya kasar, orang
macam itu mengapa tidak dihajar saja, Ayah?”
Kam Si Ek tersenyum, girang melihat bahwa anak-anaknya
mempunyai nyali besar, akan tetapi juga amat khawatir karena ia
maklum bahwa tingkat kepandaian mereka masih jauh kalau
dibandingkan dengan kepandaian orang-orang sakti di dunia kang-ouw.
51
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Sedangkan di dunia ini banyak sekali terdapat orang-orang jahat dan
berbahaya, di antaranya adalah Giam Sui Lok yang datang tadi. Ia
maklum bahwa antara dia dan Giam Sui Lok harus diakhiri dengan
pertempuran mati-matian dan ia tidak ingin kalau anak-anaknya terlibat
dalam urusan permusuhan lama ini.
“Dia itu bekas teman lama, ada urusan penting di antara kami yang
tak perlu kalian ketahui. Bu Sin, kau ajak kedua orang adikmu pergi ke
Kuil Kwan-im-bio di puncak Cin-ling-san sekarang juga. Kau sampaikan
hormatku kepada Kui Lan suci, dan katakan bahwa besok dia bersama
kalian bertiga kuharapkan sudi turun puncak datang ke sini membawa
peti hitam yang kutitipkan kepadanya sepuluh tahun yang lalu.”
“Tapi, Ayah, orang tadi..” Bu Sin yang cerdik membantah, khawatir
kalau-kalau orang tadi akan datang membikin ribut. Ingin ia berada di
samping ayahnya untuk membantu jika sewaktu-waktu ayahnya
terancam bahaya.
Kam Si Ek tertawa. “Dia memang ada urusan denganku, tapi ini
urusan orang-orang tua, kau tahu apa? Sudahlah cepat berangkat
sebelum gelap, dan besok kembali bersama Sukouw (Bibi Guru) kalian.”
Biarpun hati mereka tidak rela, namun tiga orang muda itu tidak
berani membantah kehendak ayahnya, apalagi mereka dapat menduga
bahwa memang ayahnya sengaja menyuruh mereka malam itu pergi dari
rumah. Setelah berpamit kepada ibu mereka, tiga orang muda ini lalu
bergegas mendaki puncak Gunung Cin-ling-san yang tinggi itu, sambil
membawa obor yang akan dinyalakan kalau malam tiba dan mereka
belum tiba di puncak.
Yang dimaksudkan Kwan-im-bio di puncak Cin-ling-san adalah sebuah
kelenteng pendeta-pendeta wanita yang memuja Dewi Kwan Im.
Pemimpin atau kepala para nikouw (pendeta wanita) di kelenteng itu
adalah Kui Lan Nikouw yang terhitung kakak seperguruan Kam Si Ek.
Tiga orang kakak beradik itu sudah sering kali bermain-main ke puncak,
malah pendeta wanita itu amat sayang kepada mereka dan berkenan
pula memberi petunjuk-petunjuk dalam hal ilmu silat.
52
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Perjalanan mendaki puncak itu makan waktu tiga jam, padahal tiga
orang muda itu sudah mempergunakan ilmu lari cepat. Biarpun cekatan
gerakan mereka, karena hanya diterangi oleh obor di tangan, perjalanan
itu agak lambat juga.
Kui Lan Nikouw yang sudah berusia enam puluh tahun lebih masih
segar mukanya dan masih gesit gerakan-gerakannya itu menjadi kaget
melihat kedatangan tiga orang murid keponakannya di waktu malam
gelap itu.
“Eh, apa yang terjadi? Mengapa malam-malam datangnya?” tegurnya,
namun hatinya sudah lega melihat wajah tiga orang murid keponakan itu
tidak membayangkan sesuatu yang hebat.
Setelah mereka berlutut memberi hormat, Bu Sin berkata,
“Ayah yang menyuruh teecu bertiga, Sukouw, pertama-tama Ayah
menyuruh kami menyampaikan hormat. Kedua kalinya, Ayah mohon
kepada Sukouw agar sudi bersama kami turun gunung menuju ke
pondok kami sambil membawa peti hitam yang sepuluh tahun lalu Ayah
titipkan kepada Sukouw.”
“Hemmm, hemmm.. Ayahmu memang aneh. Urusan begini saja
menyuruh kalian malam-malam bersusah payah ke sini. Kenapa tidak
siang-siang tadi, atau besok saja kalau sudah terang? Masuklah, kalian
tentu lelah dan belum makan, bukan? Untung banyak sayur-sayuran
segar, tinggal masak saja. Sian Eng, Lin Lin, kalian bantu Sukouwmu,
hayo ke dapur” Memang nenek pendeta itu orangnya ramah sekali amat
disayang oleh tiga orang murid keponakan ini.
Akan tetapi nikouw itu tertegun melihat tiga orang keponakannya
tinggal diam saja, dan jelas mereka ingin menyatakan sesuatu. Ia mulai
merasa tidak enak lagi.
“Eh, kalian ini bocah-bocah ada urusan apakah? Kalau ada
kepentingan, hayo bilang jangan ragu-ragu”
“Sukouw, sebetulnya.. kami sendiri merasa tidak enak dan hanya
karena dipaksa oleh Ayah, maka kami pergi ke sini, maka teecu bertiga
mohon petunjuk dan nasihat Sukouw.”
53
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Ada apa? Hayo lekas bicara.” Makin tak enak hati Kui Lan Nikouw.
Bu Sin lalu menceritakan kepada bibi gurunya tentang kunjungan lakilaki
tinggi besar muka hitam yang mencurigakan tadi, menceritakan pula
percakapan antara tamu itu dan ayahnya.
“Hemmm, laki-laki tinggi besar muka hitam? Kau tahu siapa
namanya?”
“Ayah menyebut namanya, Giam Sui Lok namanya, Sukouw,” kata Lin
Lin. “Orangnya kurang ajar, mukanya buruk, ingin aku bacok hidungnya
dengan pedangku”
Biasanya, kelincahan dan kejenakaan Lin Lin menggembirakan hati
nikouw itu, akan tetapi kali ini ia tampak termenung. “Giam Sui Lok..?
Ah, akhirnya dia datang juga..?”
“Sukouw kenal dia? Siapakah dia dan mengapa dia datang mencari
Ayah dengan sikap begitu kurang ajar?” Bu Sin mendesak.
“Berbahaya, tentu terjadi pertumpahan darah.. wah, anak-anak, hayo
kita turun puncak sekarang juga. Siapkan obor, biar kuambil peti hitam
Ayahmu. Nanti di jalan kuceritakan siapa adanya orang she Giam itu.”
Lega hati tiga orang anak muda itu. Cepat mereka mempersiapkan
obor empat buah banyaknya dan ketika nikouw itu keluar membawa
sebuah peti hitam yang panjangnya tiga kaki lebar dan tingginya satu
kaki, mereka segera ingin membantu. Akan tetapi nikouw itu tidak
memperkenankan mereka.
“Jalan turun agak sulit, biar aku yang bawa peti ini dan kalian yang
menerangi jalan. Hayo berangkat”
Di tengah perjalanan, nikouw itu tidak bercerita banyak, akan tetapi
cukup membuat tiga orang muda itu termenung dan berdebar-debar
jantungnya.
“Orang she Giam itu memang musuh lama Ayahmu, dan memang
Ayahmu betul menyuruh kalian pergi agar tidak mencampuri urusan itu.
Urusan itu adalah urusan pribadi yang hanya dapat diselesaikan antara
Ayahmu, orang she Giam itu, dan Ibumu.”
“Permusuhan apa, Sukouw?” Bu Sin bertanya penasaran.
54
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Urusan.. eh, urusan.. percintaan. Sebelum Ibumu menikah dengan
Ayahmu, orang she Giam itu adalah.. eh, ia dan Ibumu agaknya saling
mencinta, lalu datang Ayahmu terjadi persaingan, Ayahmu menang dan
orang she Giam itu pergi dengan hati patah dan penuh dendam. Selama
belasan tahun ini entah sudah berapa kali ia datang menantang Ayahmu,
akan tetapi ia selalu kalah oleh Ayahmu. Sekarang ia datang lagi, tentu
akan terjadi perkelahian mati-matian. Dasar orang-orang lelaki memang
aneh dan tolol.. eh, mengapa aku bicara begini? Hemmm, urusan ini
benar-benar membuat hati dan pikiran pinni (aku) kacau-balau..”
Sudah cukup jelas bagi mereka bertiga. Juga cerita itu membuat
mereka menjadi malu dan tidak enak, maka mereka membungkam tidak
berani bertanya lagi. Bahkan kebencian mereka terhadap orang she
Giam itu agak berkurang setelah mereka mendengar bahwa dia itu
dahulunya saling mencinta dengan ibu mereka. Bahkan dalam hati kecil
Lin Lin timbul rasa kasihan. Perasaan aneh yang belum pernah ia
rasakan terhadap seorang laki-laki.
Karena merasa tegang dan khawatir setelah mendengar keterangan
Kui Lan Nikouw, perjalanan dilakukan cepat sekali dan hanya memakan
waktu dua jam. Betapapun juga, tengah malam hampir tiba ketika
mereka memasuki pekarangan yang lebar di rumah gedung keluarga
Kam.
Dapat dibayangkan betapa gelisah hati orang-orang muda itu ketika
melihat rumah mereka gelap sama sekali. Setelah meloncat mereka
berlari ke arah pintu depan dengan obor di tangan.
“Ayah..” Bu Sin berseru keras dan segera diturut oleh Sian Eng dan
Lin Lin yang berteriak-teriak memanggil ayah ibu mereka.
“Tenang, anak-anak. Mencurigakan sekali ini, mengapa begini sunyi?
Biar aku yang masuk lebih dulu,” kala Kui Lan Nikouw yang selalu
berhati-hati dan yang sudah banyak pengalamannya.
Nikouw itu sambil memondong peti hitam di tangan kiri dan tangan
kanannya siap di depan dada, diterangi dari belakang oleh tiga orang
keponakannya, berjalan masuk ke dalam rumah. Ruangan depan sunyi
dan kosong, dan pada saat mereka memasuki ruangan tengah yang
55
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
lebar, tiga orang anak muda itu menjerit dan lari menubruk ke depan.
Ayah mereka menggeletak mandi darah di sudut, tak jauh dari situ
menggeletak pula ibu mereka, juga bermandi darah, dan di sudut lain
mereka melihat laki-laki tinggi besar muka hitam itu rebah terlentang
dengan mata mendelik, juga mandi darah”
Tiga orang anak muda itu menangis, sebentar memeluk ayah,
sebentar menubruk ibu, mengguncang-guncang dan memanggilmanggil.
Tiba-tiba Lin Lin bangkit berdiri, matanya menyinarkan api.
“Sratt” Pedang sudah ia cabut dan sekali loncat ia sudah mendekati
mayat orang she Giam itu.
“Kau yang membunuh Ayah Ibu” Pedangnya bergerak menyambar
hendak memenggal leher mayat itu.
Gerakannya tertahan ketika tekanan pada pundak kanannya membuat
tangan yang memegang pedang menjadi lemas. Kiranya bibi gurunya
sudah berdiri di belakangnya.
Ketika Lin Lin menoleh dan melihat bibi gurunya, ia menahgis dan
memprotes,
“Dia membunuh Ayah Ibu, Sukouw, dia harus kucincang hancur”
“Ssttt, anak bodoh. Simpan pedangmu. Kalau dia membunuh ayah
bundamu, bagaimana dia sendiri mati di sini?”
“Dia berhasil membunuh Ibu, lalu berhasil membunuh Ayah, akan
tetapi tentu Ayah juga dapat melukainya sehingga ia pun mampus” Lin
Lin membantah lagi, penasaran.
“Tenanglah, dan tengok. Bu Sin, Sian Eng, kalian juga periksa baikbaik.
Kumpulkan obor-obor itu ke sini. Nah, lihat. Mereka bertiga tewas
dengan luka-luka pada perut dan dada, luka-luka oleh senjata tajam.
Dan kalian lihat itu, pedang itu tentu pedang Ayahmu, terpental di sana
dan sedikit pun tidak ada tanda darah. Dan orang she Giam itu tentu
bersenjata golok, nah, di mana goloknya, juga terpental dan tidak ada
tanda darah. Memang dia ahli golok sejak dulu. Terang bahwa baik
pedang Ayahmu maupun golok dia itu tidak menjadi sebab kematian
mereka semua ini. Eh.. nanti dulu” Ibumu belum mati.. biar kutolong
dia..” Nikouw itu lalu meletakkan peti hitam di atas meja dan cepat ia
56
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
berlutut memeriksa Nyonya Kam. Benar saja dugaannya, nyonya ini
biarpun terluka hebat, masih belum tewas, setelah ditotok dan diurut
beberapa kali oleh jari-jari tangan Kui Lan Nikouw yang ahli, ia mengeluh
perlahan.
“Siapa membunuhmu? Katakan, pinni Kui Lan Nikouw di sini, kenal
aku? Nah, katakan, siapa melakukan semua ini?” kata-kata yang nyaring
dari nikouw itu, yang mengandung desakan, membuat hati tiga orang
anak muda itu seperti diremas-remas. Desakan yang tak sabar ini cukup
jelas bagi mereka bahwa ibu mereka tak dapat ditolong lagi, hanya
dapat diharapkan memberi keterangan tentang pembunuhan itu.
“Iihhh.. takut.. takut.. setan..” Nyonya itu berteriak-teriak ketakutan.
Bu Sin, Sian Eng, dan Lin Lin yang semenjak kecil digembleng ilmu silat
dan sifat-sifat kegagahan, mau tidak mau merasa ngeri dan meremang
bulu tengkuk mereka mendengar jerit ibu mereka ini.
“Tenang, adikku, pinni berada di sini. Setan apa yang kautakuti?”
kembali nikouw itu membujuk dan mendesak.
Nyonya itu menangis, terengah-engah, lalu berkata, lirih tapi masih
ketakutan,
“Setan.. dalam peti mati.. suaranya.. suling.. suling maut..”
Nikouw itu berdiri. Nyonya yang ketakutan itu sudah tak bergerak
lagi. Tiga orang muda itu menubruk dan menangisi ibunya. Kui Lan
Nikouw berbisik-bisik, membaca mantera dan doa-doa, mendoakan rohroh
ketiga orang itu. Ia tidak tahu apa yang telah terjadi, akan tetapi
dapat menduga bahwa tiga orang itu menjadi korban seorang penjahat
yang luar biasa sekali. Mungkin ucapan terakhir dari ibu Bu Sin dan Sian
Eng tadi hanyalah kata-kata igauan yang tiada artinya. Akan tetapi
bahwa pembunuh itu sakti, tak dapat disangsikan lagi karena tingkat
kepandaian Kam Si Ek bukanlah rendah, apalagi orang she Giam itu juga
menjadi korban, terbunuh secara mengerikan.

Bersambung...