Friday, April 30, 2010

Cinta Bernoda Darah 03

Kini mereka mendengar suara bernada begitu tinggi dengan getaran aneh yang amat kuat, tentu saja timbul dugaan apakah ini gerangan yang disebut Coan-im-i-hun-to. Kalau benar demikian, siapakah orangnya yang sanggup menggunakannya? Mendiang Pat-jiu Sin-ong sendiri menurut pengakuannya hanya dapat menggunakan sepersepuluh bagian saja, suara yang dikeluarkannya masih didengar telinga biasa dan daya serangannya pun tidak begitu kuat. Akan tetapi yang sekarang menggunakan ilmu itu, sekaligus dapat membikin puluhan orang tamu yang semua ahli silat belaka, roboh pingsan
Kalau dua orang tokoh Beng-kauw itu menduga-duga, maka tokoh-tokoh lain, termasuk orang-orang sakti seperti It-gan Kai-ong, Toat-beng Koai-jin, Tok-sim Lo-tong, Siang-mou Sin-ni, Suling Emas dan lain-lain, menjadi terkejut dan terheran-heran. Akan tetapi tentu saja dengan sin-kang yang amat kuat, mereka tidak terpengaruh terlalu hebat oleh getaran suara itu.
Tiba-tiba terdengar suara merdu halus, mengambang di atas getaran tadi.
“Ma-susiok, berani kau mengganggu anakku?”
Suling Emas sedang sibuk mengurut dan menotok jalan darah di belakang pundak dan tengkuk Sian Eng yang juga roboh pingsan oleh suara tadi, sedangkan Bu Sin di dekat Sian Eng duduk bersila meramkan mata mengerahkan tenaga dalam seperti yang ia pelajari dari kakek sakti sehingga ia terbebas daripada pengaruh Coan-im-i-hun-to. Ketika mendengar suara ini, Suling Emas menjadi pucat mukanya, cepat ia melompat berdiri dan memandang dengan mata terbelalak dan.. kedua kaki pendekar ini menggigil...

Download selengkapnya!

Thursday, April 29, 2010

Cinta Bernoda Darah 02

Sian Eng merasa khawatir sekali. Ia percaya bahwa adiknya ini sekarang telah memiliki kepandaian tinggi, jauh lebih tinggi daripada dia atau Bu Sin sekali pun, akan tetapi karena malam itu Lin Lin memaksa hendak pergi mencari Suling Emas, timbullah rasa khawatir di hatinya. Ia cukup mengenal watak Lin Lin yang aneh dan angin-anginan bagaimana kalau adiknya ini kambuh gilanya dan melakukan hal yang bukan-bukan andaikata benar dapat berjumpa dengan Suling Emas? Siapa tahu Lin Lin akan menantangnya, akan menghinanya” Akan tetapi, mencegah pun ia tahu akan sia-sia belaka, apalagi sekarang Lin Lin sudah demikian lihainya.
“Enci Eng, jangan gelisah. Aku tentu akan dapat bertemu dengannya. Kalau berjumpa, akan kusampaikan kepadanya betapa kau memuja-mujanya seperti dewa” Dan pesanku, kalau sebelum aku pulang Liong-twako datang berkunjung, sambutlah dia dan ajak ia bercakap-cakap. Dia baik sekali, Eng-cici, kiraku jauh lebih baik daripada Suling Emas.”
“Ihhhhh, kau bicara apa itu, Lin-moi? Apa perlunya kau membanding-bandingkan dua orang laki-laki itu? Cih, tak bermalu”
“Hik-hik, kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu” Tapi aku tahu, Enciku yang manis ayu, setiap detik kau membayangkan Suling Emas yang gagah perkasa”
“Idihhhhh, genit kau” Sian Eng mengejar hendak mencubit, akan tetapi sekali berkelebat Lin Lin lenyap di atas genteng. Hanya suaranya terdengar dari tempat gelap di atas.
“Enci Sian Eng, aku pergi dulu”
Siang Eng menjatuhkan diri di atas pembaringan, duduk termenung. Ucapan Lin Lin yang menggodanya tadi menikam jantungnya. Benarkah bahwa dia memuja Suling Emas? Ah, bocah itu terlalu lancang, menduga yang bukan-bukan. Tentu saja ia amat kagum, dan bolehlah dikatakan ia setengah memujanya, akan tetapi hal ini adalah karena pengaruh pribadi Suling Emas yang memang hebat ditambah lagi karena ia melihat betapa seisi kelenteng memujanya. Akan tetapi hal itu bukan berarti bahwa dia.. eh, tergila-gila kepada Suling Emas. Dan ia merasa betapa dalam godaan Lin Lin tadi, oleh adiknya itu ia dianggap tergila-gila dan jatuh cinta kepada Suling Emas. Gila benar
Bukan laki-laki luar biasa, aneh dan kadang-kadang menyeramkan itu yang menjadi pria idamannya. Suling Emas terlalu tinggi. seperti manusia setengah dewa, bukan.. bukan pria macam itu yang dapat merampas kasih sayangnya. Tiba-tiba muka Sian Eng menjadi merah sekali, kedua pipinya terasa panas. Pikirannya membayangkan adegan ketika ia bertemu dengan Suma Boan, ketika ia tertawan.. dan tiba-tiba Siang Eng menjatuhkan diri di atas pembaringan dan menangis tersedu-sedu..


Download selengkapnya!

Wednesday, April 28, 2010

Cinta Bernoda Darah 01

Puncak Gunung Thai-san yang menjulang tinggi di angkasa tertutup awan putih tebal yang bergumpal-gumpal mengelilingi puncak. Hampir selalu puncak Thai-san tertutup awan, kecuali pada musim panas, sekali waktu ada kalanya puncak Thai-san yang meruncing itu tampak dari bawah. Keadaan inilah yang menimbulkan dongeng di kalangan penduduk di sekitar kaki dan lereng gunung, bahwa puncak Thai-san merupakan anak tangga menuju ke sorga” Dan bahwa hanya para dewa dan manusia setengah dewa saja yang dapat mendatangi puncak Thai-san.
Dongeng atau kepercayaan tentang hal ke dua ini tidaklah terlalu berlebihan kalau diingat bahwa penduduk pegunungan amatlah tebal kepercayaannya akan para dewa yang menguasai seluruh permukaan bumi dan diingat pula akan keadaan puncak itu sendiri. Terlalu tinggi, terlalu sukar jalan mendaki puncak, terlalu dingin sehingga manusia biasa tak mungkin akan dapat mendaki puncak. Terlalu banyak bahayanya. Binatang buas, jalan yang amat licin, jurang-jurang yang curam, daerah-daerah yang mengeluarkan gas, dan hawa dingin yang membekukan darah dalam badan.
Memang tak mungkin bagi manusia-manusia biasa, namun mungkin saja bagi manusia-manusia luar biasa, yaitu manusia-manusia yang memiliki kepandaian tinggi dan memiliki tubuh terlatih, yang kuat menghadapi semua tekanan, kuat pula mengatasi semua rintangan. Betapapun juga, jarang sekali terjadi puncak Thai-san dikunjungi orang pandai, karena selain perjalanan itu amat berbahaya, juga tanpa keperluan yang amat penting, apakah yang dicari di tempat sunyi itu?..

Download selengkapnya!

Tuesday, April 27, 2010

Suling Emas 04

Namun Bu Song bertubuh kuat dan cepat ia sudah bangkit lagi meloncat ke depan dan menubruk dengan nekat. Ia berhasil menangkap pundak kanan monyet besar itu dan langsung menjempit lehernya dalam usahanya mencegah Si Monyet melarikan Eng Eng.
Monyet itu menggereng, meronta, namun aneh sekali, tanpa disadari oleh Bu Song sendiri, tenaganya terlalu besar untuk monyet itu yang tak mampu bergerak dalam jepitannya. Di luar kesadarannya, dalam keadaan penuh kekhawatiran dan kemarahan itu, tenaga sakti dalam tubuhnya yang memang telah terkumpul berkat latihan pernapasan dan siulian, kini bergerak tersalur ke lengannya sehingga jepitannya amat kuat.
Sayang sekali bahwa Bu Song tak pernah mempelajari teori ilmu berkelahi maka ia tidak dapat melanjutkan perkembangannya. Kalau ia dapat sedikit saja bermain silat, tentu ia telah berhasil merobohkan binatang itu dan merampas Eng Eng. Kini dengan bingung ia hanya menarik-narik lengan Eng Eng dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya tetap menjepit leher monyet besar.
Sebaliknya binatang itu adalah binatang yang mengandalkan hidupnya dengan kekerasan dan perkelahian. Maklum ia tidak dapat melepaskan diri dari jepitan yang amat kuat dan maklum pula bahwa lawannya ingin merampas wanita dalam panggulannya, ia sengaja melepaskan tubuh Eng Eng. Bu Song terkejut karena tiba-tiba tubuh Eng Eng dapat ia tarik sehingga hampir terbanting jatuh. Terpaksa ia melepaskan jepitan pada leher dan menerima tubuh Eng Eng. Siapa kira, monyet itu cerdik dan cepat sekali. Begitu lehernya dilepaskan, monyet itu membalik dan tiba-tiba Bu Song terpelanting karena perutnya dihantam sekerasnya dan di lain saat ketika tubuhnya terpelanting, Eng Eng telah berhasil diserobot kembali dan dipanggul terus dibawa lari...

Download selengkapnya!

Monday, April 26, 2010

Suling Emas 03

Bu Song mengerutkan keningnya. Daun telinganya terasa panas dan nyeri. Ia mengangkat muka memperhatikan kakek lumpuh. Kakek yang tua sekali, pakaiannya dan rambutnya kusut tidak karuan, masa disebut ong-ya? Sebutan seolah-olah kakek ini seorang raja muda. Bu Song yang banyak membaca tahu akan peraturan, maka ia menduga-duga. Tak mungkin orang macam ini menjadi raja muda. Ah, tentu seorang kepala rampok, pikirnya. Sudah menjadi kebiasaan umum bahwa kepala perampok juga disebut Twa-ong! Akan tetapi, menjadi kepala rampok juga tidak pantas. Masa kakek lumpuh menjadi kepala rampok? Karena kakek lumpuh ini tak mungkin menjadi raja muda maupun kepala rampok, maka Bu Song ragu-ragu dan tidak mau menyebut Ong-ya!
"Sudahlah, A-kwi, yang tidak tahu tak perlu dipaksa. Di mana Nyonya Muda?"
"Pagi tadi Nyonya Muda bersama Nona Kecil keluar berkuda, mungkin seperti biasa berburu kelinci."
"Hemmm, kau keluar cari mereka, suruh pulang ada urusan penting."
"Baiklah, Ong-ya."
Kakek lumpuh itu menggerakkan tongkatnya dan... sekali berkelebat bayangannya lenyap ke dalam rumah. Bu Song melongo dan bulu kuduknya meremang. Kakek itu seolah-olah pandai terbang atau pandai menghilang saja. Ah, kalau begitu tentulah kepala rampok, biarpun tua dan lumpuh namun agaknya pandai sekali ilmunya. Ia merasa menyesal sekali. Bekerja di keluarga perampok! Celaka, kalau ia tahu, biar diupah lebih banyak lagi ia tidak akan sudi. Akan tetapi, nasi sudah masuk ke dalam perut, dan ia harus bekerja melunasi hutangnya...

Download selengkapnya!

Sunday, April 25, 2010

Suling Emas 02

"Aihh, bagus ilmu pedangmu!" Ban-pi Lo-cia berseru kaget. Tentu saja ia dapat mengenal ilmu pedang yang baik. Cepat ia mengebutkan ujung lengan bajunya yang kiri. Biarpun hanya ujung lengan baju, akan tetapi karena digerakkan oleh seorang yang berkepandaian tinggi, lengan baju itu menjadi senjata yang amat ampuh. Ketika ujungnya menangkis pedang, Lu Sian merasa betapa tangannya panas. Itulah tanda betapa besarnya tenaga sin-kang dari lawannya. Di lain pihak, ban-pi Lo-cia juga heran. Ia tadi sudah mengerahkan tenaganya dengan maksud memukul runtuh pedang Si Nona, siapa kira pedang itu tidak runtuh. Dari rasa kaget ia menjadi gembira.
"Heh-heh-heh, cantik jelita dan manis seperti bidadari, ilmu pedangnya lumayan pula. Heh-heh, sukar dicari keduanya...!"
Pada saat itu, golok ditangan Kam Si Ek sudah menyambar, membacok, ke arah kepalanya yang gundul. Kepala itu gundul plontos seperti labu, agaknya akan terbelah dua kalau bacokan golok itu mengenainya. Akan tetapi Ban-pi Lo-cia adalah seorang tokoh besar yang sakti. Tanpa menoleh atau membalikkan tubuhnya, ia sudah menundukkan kepalanya sehingga golok itu berdesing hanya beberapa senti di sebelah kanan kepalanya. Kakek ini tentu saja tidak mendiamkan orang yang menyerangnya. Tangan kanannya mencengkram ke belakang dan biarpun ia masih tetap memandang penuh kekaguman kepada Lu Sian, namun tangan yang digerakkan ke belakang itu dengan cepat sekali telah menyerang ke arah pergelangan tangan kanan Kam Si Ek yang memegang golok. Jenderal muda ini kaget. Ternyata kakek yang diserang ini tanpa merobah kedudukan badan telah dapat mengelak dan sekaligus mengancam lengannya. Cepat ia menarik kembali goloknya dan meloncat ke samping untuk menghindarkan cengkraman yang amat hebat itu...

Download selengkapnya!

Saturday, April 24, 2010

Suling Emas 01

Pada jaman lima wangsa (Th.907- 960), kerajaan Nan-Cao merupakan negara kecil di propinsi Yu-Nan sebelah selatan. Mungkin karena kecilnya kerajaan ini tidak dipandang mata oleh kerajaan lain, juga oleh kerajaan Sung yang kemudian di bangun.
Akan tetapi, pada pagi hari di pertengahan musim chun (Semi) itu, banyak sekali tokoh-tokoh terkenal di dunia kang-ouw termasuk ketua-ketua perkumpulan dari pelbagai aliran, orang-orang muda yang patut di sebut pendekar silat, dan orang-orang aneh yang memiliki kesaktian, Datang membanjiri Nan-cao. Apakah gerangan yang menarik para kelana dan petualangan itu mendatangi Nan-cao? Ada pula hal yang menarik mereka berdatangan dari tempat-tempat yang amat jauh.
Pertama adalah pengangkatan Beng-kauw sebagai Koksu (Guru Negara) Kerajaan Nan Cao. Mereka berdatangan untuk memberi selamat kepada Ketua Beng-kauw yang sudah amat terkenal di dunia kang-ouw. Siapakah tidak mengenal Ketua Agama Beng-kauw yang bernama Liu Gan dan berju-luk Pat-jiu Sin-ong ( Raja Sakti Berlengan Delapan ) Itu ? Pada masa itu, Pat-jiu Sin-ong Liu gan merupakan tokoh gemblengan yang jarang ditemukan keduanya, jarang menemukan tanding. Selain memiliki kesaktian hebat, Pat-jiu Sin-ong Liu Gan juga merupakan pendiri Agama Beng-kauw atau pembawa agama itu dari barat. Tidaklah mengherankan kalau apabila kini tokah-tokoh dari partai persilatan besar seperti Siauw lim-pai, Kun-lun-pai, Hoa-san-pai, dan lain-lain mengirim utusan untuk menghaturkan selamat atas pengangkatan tokoh sakti ini sebagai Koksu Kerajaan Nan-cao...

Download selengkapnya!

Mutiara Hitam 04

Kedua Chi Ci-moi dan tiga orang murid kepala Ang-lian Bu-koan bukanlah gadis-gadis sembarangan. Diserang begini biarpun tak secara tersangka-sangka dan dari jarak dekat, mereka masih sempat berjungkir balik ke belakang, kemudian secara berbareng mereka menggerakkan lengan ke depan menahan meja yang menyambar. Mereka terhindar dari hantaman meja, namun tak dapat menghindarkan diri dari serangan arak dan kuah daging sayur yang menyambar ke arah muka dan pakaian mereka dari mangkok-mangkok di atas meja. Muka dan pakaian mereka beriepotan kuah dan arak, dan celaka bagi mereka, kuah-kuah itu baru saja dihidangkan oleh pelayan dalam keadaan masih panas-panas” Tentu saja mereka menyumpah-nyumpah dan mencak-mencak.
“Ah, Sumoi jangan bikin ribut. Mari kita bicara..” Suma Kiat sudah menyambar lengan adik seperguruannya dan menarik pergi dari taman, memasuki ruangan samping rumah itu. Kwi Lan ingin membangkang, namun ia masih ingat akan pesan gurunya dan tidak menghendaki pertempuran melawan suhengnya sendiri di tempat umum itu, maka ia menurut. Mulutnya cemberut dan matanya menyinarkan kemarahan.
Setelah mereka berdua duduk di ruangan samping. Suma Kiat segera berkata suaranya perlahan setengah berbisik, akan tetapi penuh kesungguhan, matanya memancarkan kecerdikan yang mengagetkan hati Kwi Lan...

Mutiara Hitam 03

Ditanya begini, tiba-tiba Siang Hui menubruk Kiang Liong sambil menangis. Ketika Kiang Liong berkunjung ke rumah gadis itu enam tahun yang lalu, Siang Hui baru berusia dua belas tahun maka kini bertemu pemuda ini ia seperti lupa bahwa ia kini sudah berusia delapan belas tahun. Ia sesenggukan di dada Kiang Liong yang menepuk-nepuk pundaknya. Melihat adiknya menangis tersedu-sedu, Siang Kui juga menangis, akan tetapi yang lebih tua hanya berani memegang lengan Kiang Liong sambil berkata,”Ah, engkau tidak tahu, Liong-twako..” Mereka ini adalah musuh-musuh Nan-cao, mereka ini anjing-anjing Hsi-hsia yang telah menyerbu Nan-cao.. dan.. dan.. dalam pertempuran.. Ayah dan Ibu kami telah gugur..”
Kiang Liong mengangguk-angguk. Untung tadi ia sudah mendengar dan dapat menduga, kalau tidak, tentu ia akan terkejut sekali. Karena ia sudah tahu, maka kini ia dapat mengeluarkan kata-kata hiburan untuk membangkitkan semangat...

Download selengkapnya!

Mutiara Hitam 02

“Ang-bin Siauwte, bergantian” teriak Pak-kek Sian-ong sambil melompat maju. Lam-kek Sian-ong mengangguk sambil meramkan mata dan mengatur pernapasan. Ia tahu akan akal saudaranya. Jika ia harus memukul terus sampai tiga kali, karena setiap pukulan memakan tenaga dalamnya, makin lama pukulannya makin lemah, juga ada kemungkinan ia sendiri menderita luka dalam. Dengan bergantian, ia mendapat kesempatan memulihkan tenaga. Diam-diam ia kagum sekali. Setelah lima belas tahun, pukulannya amat hebat karena setiap hari ia latih. Akan tetapi tadi mengenai dada Bu Kek Siansu, ia merasa seperti memukul sekarung kapas, tenaganya amblas kemudian membalik. Sungguh hebat”
Dengan tubuh agak direndahkan, Pak-kek Sian-ong kini melancarkan pukulan pertama. Berbeda dengan Lam-kek Sianong yang memukul dengan menggunakan kekerasan dan tenaga Yang-kang, kakek bermuka pucat ini memukul dengan jari-jari terbuka dan mengerahkan tenaga Imkang...

Download selengkapnya!

Friday, April 23, 2010

Mutiara Hitam 01

Jalan kecil itu menuju ke kota Taigoan. Jalan yang buruk dan becek, apalagi karena waktu itu musim hujan telah mulai. Udara selalu diliputi awan mendung, kadang-kadang turun hujan rintik-rintik, sambung menyambung menciptakan hawa dingin. Seperti biasa, segala keadaan di dunia ini selalu mendatangkan untung dan rugi, dipandang dari sudut kepentingan masing-masing. Para petani menyambut hari-hari hujan dengan penuh kegembiraan dan harapan, karena banyak air berarti berkah bagi mereka. Akan tetapi di lain fihak, para pedagang dan pelancong mengomel dan mengeluh karena pekerjaan atau perjalanan mereka terganggu oleh jatuhnya hujan rintik-rintik yang tak kunjung henti.
Hujan rintik-rintik membuat jalan kecil itu sunyi. Dalam keadaan seperti itu, orang-orang yang melakukan perjalanan melalui jalan kecil itu lebih suka menunda perjalanan, beristirahat di warung-warung sambil minum arak hangat, di kuil-kuil atau setidaknya di bawah pohon rindang, pendeknya asal mereka dapat terlindung dari hujan. Kalaupun ada yang melakukan perjalanan melalui jalan kecil itu di waktu hujan rintik-rintik menambah dingin hawa udara pagi itu, mereka tentu bergesa-gesa agar cepat tiba di tempat tujuan. Beberapa ekor kuda dibalapkan lewat, juga serombongan kereta lewat dengan cepatnya melalui jalan kecil, sejenak memecahkan kesunyian dengan suara roda kereta, derap kaki kuda dan cambuk, diseling suara pengendara yang menyumpah jalan buruk dan hawa dingin....

Download selengkapnya!

Bu Kek Siansu 03

Ketika seorang pengawal yang membawa obor mendekat, Pat-jiu Kai-ong melihat bahwa dua orang pengawalnya yang terlentang itu telah tewas dengan mata melotot dan dari mata, hidung, telinga, dan mulut keluar darah hitam sedangkan di dahi mereka itu tampak jelas cap jari tangan yang kecil panjang, tiga buah banyaknya dan mudah dilihat bahwa itu adalah tanda jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Begitu dalam gambar jari itu sampai garis-garisnya tampak! "Kurang ajar! Mari kita berkumpul semua...!" Akan tetapi kembali terdengar pekik mengerikan dari sebelah kiri gedung. Mereka kembali berlari-lari ke tempat itu dan melihat tiga orang pengawal lain sudah menjadi mayat dalam keadaan yang sama seperti dua orang korban pertama. Segera tersusul pula pekik-pekik mengerikan itu dari belakang gedung. Pat-jiu Kai-ong dan tiga orang pengawalnya ini, termasuk pengawal kepala Si brewok, mengejar ke belakang dan empat orang pengawal sudah menggeletak tewas dalam keadaan mengerikan, presis seperti yang lain. Dalam sekejap mata saja sembilan orang pengawal telah tewas. Mereka itu berada di depan, di sebelah kiri, di belakang gedung, akan tetapi kematian mereka susul menyusul begitu cepatnya, seolah-olah banyak musuh yang datang dari berbagai jurusan.

Bu Kek Siansu 02

Ketika seorang pengawal yang membawa obor mendekat, Pat-jiu Kai-ong melihat bahwa dua orang pengawalnya yang terlentang itu telah tewas dengan mata melotot dan dari mata, hidung, telinga, dan mulut keluar darah hitam sedangkan di dahi mereka itu tampak jelas cap jari tangan yang kecil panjang, tiga buah banyaknya dan mudah dilihat bahwa itu adalah tanda jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Begitu dalam gambar jari itu sampai garis-garisnya tampak! "Kurang ajar! Mari kita berkumpul semua...!" Akan tetapi kembali terdengar pekik mengerikan dari sebelah kiri gedung. Mereka kembali berlari-lari ke tempat itu dan melihat tiga orang pengawal lain sudah menjadi mayat dalam keadaan yang sama seperti dua orang korban pertama. Segera tersusul pula pekik-pekik mengerikan itu dari belakang gedung. Pat-jiu Kai-ong dan tiga orang pengawalnya ini, termasuk pengawal kepala Si brewok, mengejar ke belakang dan empat orang pengawal sudah menggeletak tewas dalam keadaan mengerikan, presis seperti yang lain. Dalam sekejap mata saja sembilan orang pengawal telah tewas. Mereka itu berada di depan, di sebelah kiri, di belakang gedung, akan tetapi kematian mereka susul menyusul begitu cepatnya, seolah-olah banyak musuh yang datang dari berbagai jurusan.