Friday, July 20, 2012

Pendekar Super Sakti 2

Serangan ini dilakukan dan terkejutlah Ma-bin Lo-mo. Tak disangkanya musuh akan menggunakan akal ke ji ini. Setelah puluhan batang anak panah yang membawa kain berminyak dan berkobar itu datang meluncur berhamburan, dia dan tiga orang pembantunya menjadi repot sekali. Selain harus menangkis dan menghindarkan diri, mereka harus pula berusaha memadamkan api yang dibawa anak panah menancap pada bilik perahu dan pada layar. “Celaka, perahu terbakar” seru Kek Bu Hwesio dan benar saja. Tiga orang itu kekurangan tenaga untuk memadamkan api yang mulai membakar perahu. Mereka masih terus berusaha, namun akhirnya bilik perahu itu dimakan api. Api berkobar besar dan mengancam untuk membakar semua yang berada di perahu. “Kita harus meninggalkan perahu” seru Ma-bin Lo-mo. “Putuskan pengapung perahu dari bambu di kanan kiri dan pergunakan untuk penyelamat diri” Tiga orang pembantunya yang sudah panik itu cepat melompat dari atas perahu yang terbakar.

Monday, July 16, 2012

Pendekar Super Sakti 1

Anak laki-laki berusia kurang lebih sepuluh tahun itu mengintai dari kaca jendela dengan muka marah, mata merah dan gigi berkerot saking marah dan sedihnya menyaksikan keadaan di ruangan dalam rumah gedung ayahnya. Ruangan itu luas dan terang-benderang, suara tetabuhan musik terdengar riuh di samping gelak tawa tujuh orang pembesar Mancu yang sedang dijamu oleh ayahnya. Dari luar jendela ia tidak dapat menangkap suara percakapan yang diselingi tawa itu karena amat bising bercampur suara musik, akan tetapi menyaksikan sikap ayahnya terhadap para tamu pembesar itu, anak ini menjadi marah dan sedih. Ayahnya bicara sambil membungkuk-bungkuk, muka ayahnya yang biasanya bengis terhadap para pelayan dan angkuh terhadap orang lain, kini menjadi manis berlebih-lebihan, tersenyum-senyum dan mengangguk-angguk, bahkan dengan kedua tangan sendiri melayani seorang pembesar yang brewok tinggi besar, menuangkan arak sambil membungkuk-bungkuk.

Sunday, July 15, 2012

Bu Kek Siansu 1

Pagi itu bukan main indahnya di dalam hutan di lereng Pegunungan Jeng Hoa San (Gunung Seribu Bunga). Matahari muda memuntahkan cahayanya yang kuning keemasan ke permukaan bumi, menghidupkan kembali rumput-rumput yang hampir lumpuh oleh embun, pohon-pohon yang lenyap ditelan kegelapan malam, bunga-bunga yang menderita semalaman oleh hawa dingin menusuk. Cahaya kuning emas membawa kehangatan, keindahan, penghidupan itu mengusir halimun tebal, dan halimun lari pergi dari cahaya raja kehidupan itu, meninggalkan butiran-butiran embun yang kini menjadi penghias ujung-ujung daun dan rumput membuat bunga-bunga yang beraneka warna itu seperti dara-dara muda jelita sehabis mandi, segar dan berseri-seri.