Monday, February 27, 2017

Cinta Bernoda Darah 02 - Mini Serial #30

Cinta Bernoda Darah 02 #30
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 02 - Mini Serial #30
=========================================
“Banyak cerewet” Lin Lin sudah menerjang maju dan sinar pedangnya
bergulung-gulung seperti awan kuning. Para pengawal kaget dan cepat
menangkis. Di lain saat Lin Lin sudah dikurung. Maklum bahwa gadis ini
berkepandaian tinggi, para pengawal itu tidak malu-malu lagi untuk
mengeroyok, bahkan mereka terdesak hebat oleh pedang yang dimainkan secara
dahsyat itu.

Monday, February 20, 2017

Cinta Bernoda Darah 02 - Mini Serial #29

Cinta Bernoda Darah 02 #29
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 02 - Mini Serial #29
=========================================
Sian Eng merasa khawatir sekali. Ia percaya bahwa adiknya ini sekarang
telah memiliki kepandaian tinggi, jauh lebih tinggi daripada dia atau Bu Sin
sekali pun, akan tetapi karena malam itu Lin Lin memaksa hendak pergi mencari
Suling Emas, timbullah rasa khawatir di hatinya. Ia cukup mengenal watak Lin
Lin yang aneh dan angin-anginan bagaimana kalau adiknya ini kambuh gilanya
dan melakukan hal yang bukan-bukan andaikata benar dapat berjumpa dengan
Suling Emas? Siapa tahu Lin Lin akan menantangnya, akan menghinanya” Akan
tetapi, mencegah pun ia tahu akan sia-sia belaka, apalagi sekarang Lin Lin sudah
demikian lihainya.

Wednesday, February 8, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #28

Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #28
Cinta Bernoda Darah 01 #28

=========================================
“Lin Lin, bocah nakal kau” Siang Eng berseru sambil menciumi
adiknya.
“Enci Eng, kau tahu siapa yang kutemui di jalan tadi? Sampai mati
kau tentu tidak akan dapat menduga,” bisik Lin Lin dengan wajah
tegang, “dia bukan lain adalah Suling Emas”
Akan tetapi Lin Lin keliru dan kecewa. Kiranya encinya sama sekali
tidak kelihatan terkejut, hanya menggumam perlahan,

“Hemmm, ya?” kemudian Sian Eng melihat seorang pemuda berdiri
termangu-mangu dan canggung menghadapi pertemuan enci adik yang
mesra itu.
“Lin Lin, kau maksudkan dia itukah Suling Emas?” Tentu saja Saan
Eng bertanya dengan suara berbisik agar tidak terdengar pemuda itu.
“Hi-hik, bukan.. bukan dia. Dia itu sahabat baikku, orangnya baik,
kepandaiannya lihai, tapi dia bukan Suling Emas, dia Lie Bok Liong koko.
Oya Liong-twako, mari sini” Mari kuperkenalkan dengan Enciku yang lihai
dan cantik” Bok Liong menjadi merah wajahnya, apalagi melihat betapa
Sian Eng dan Lin Lin tadi kasak-kusuk dan sekarang enci itu mencubit
adiknya yang tersenyum-senyum nakal. Akan tetapi karena Lin Lin
melambaikan tangan memanggilnya dan enci adik itu memandang
kepadanya, tidak enak kalau ia tidak menghampiri. Dengan jantung
berdebar ia menghampiri mereka lalu mengangkat kedua tangan
memberi hormat sambil menundukkan muka, tidak berani menatap
wajah Siang Eng karena merasa sungkan dan malu.
“Liong-twako, betul tidak kataku? Enciku cantik jelita dan.. aduhhh”
Galaknya yang tidak nguati (tak tertahankan)” Kemudian sambil tertawa
ia berkata kepada Sian Eng, “Enci Eng, Liong-twako ini baik sekali,
menemaniku sepanjang jalan, mengantarku sampai di sini, malah di
jalan membantu aku menghadapi pengemis-pengemis jahat. Orangnya
jujur, sopan, tidak kurang ajar, dan..”
240
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Hushhh, terlalu kau, Lin Lin” Sian Eng membentak adiknya, lalu
mengangkat kedua tangan di depan dada membalas penghormatan Bok
Liong sambil berkata halus,
“Harap Lie Bok Liong Taihiap sudi memaafkan adikku yang nakal dan
suka menggoda orang ini. Terima kasih saya haturkan atas kebaikan
Taihiap terhadap adikku..”
“Wah-wah-wah, apa-apaan ini? Taihiap-taihiapan segala macam”
Aduh, bisa mekar hidung Liong-twako kausebut Taihiap. Sebut saja
Twako, mengapa sih? Terhadap sahabat baik masih banyak sungkan dan
peraturan, itu palsu namanya”
“Eh.. oh.. maaf, Nona.. eh, saya..”
“Nah-nah-nah, Taihiap dan Nona, Tuan dan Nyonya, jemu aku
mendengarnya” Liong-twako, dia ini Enci Siang Eng, Enciku sendiri, tahu
kau? Kalau kau menyebut aku Lin-moi, Moi-moi, kadang-kadang Siauwmoi,
mengapa kepada Enciku kau menyebut Nona? Kalau begitu kau pun
harus menyebut aku Nona Besar dan aku akan menyebutmu Tuan Besar.
Hayo, bagaimana?”
Memang nakal sekali Lin Lin. Ia tidak peduli akan segala perasaan
sungkan, bingung dan malu yang dirasakan oleh Bok Liong di saat itu.
Sian Eng merasa kasihan terhadap korban kenakalan adiknya ini.
Hemmm, pikirnya, pemuda ini agaknya pendiam dan baik, tentu saja
bukan lawan Lin Lin. Teringat ia akan Suling Emas yang aneh wataknya
dan tidak pedulian itu. Rasakan kau nanti Suling Emas, kalau sampai
jumpa dengan adikku Lin Lin, bisa mati berdiri kau dipermainkan” Tibatiba
ia teringat akan pemberitahuan Lin Lin tentang Suling Emas tadi,
wajahnya berubah serius.
“Lin Lin, jangan mengganggu orang. Kita masih harus bicara banyak.
Sin-ko sampai sekarang belum juga datang.”
Lin Lin sadar lalu menoleh kepada Bok Liong.
“Liong-twako, jangan marah, ya? Aku juga berterima kasih padamu,
lho” Kau memang baik sekali kepadaku. Sekarang aku sudah bertemu
dengan Enci Sian Eng, hanya tinggal kakakku Bu Sin yang masih belum
241
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
kami ketahui berada di mana. Apakah kau suka menolongku mencarinya,
Twako?”
“Aku akan girang sekali kalau dapat membantumu mencari kakakmu,
Lin-moi. Tentu akan kutanya-tanyakan kepada kenalanku, harap jangan
khawatir.”
“Kalau begitu, aku dan Enci Sian Eng akan menanti di sini beberapa
hari, menanti berita darimu tentang Sin-ko.”
“Lin Lin, Lie Bok Liong Ta..”
“.. Twako..” Lin Lin memotong.
Siang Eng merah mukanya dan memandang tamunya kebetulan Bok
Liong juga memandang. Terpaksa dua orang muda yang menjadi malu
dan jengah ini tersenyum dan seketika suasana menjadi lebih wajar,
rasa malu menipis.
“Baiklah” Liong-twako masih lelah, baru saja datang masa sudah
kauserahi tugas lagi. Jangan keterlaluan, dumeh (mentang-mentang)
orang suka menolong kau lalu menekan.”
“Ah, tidak.. sama sekali tidak” Bok Liong cepat membantah. “Ji-wi
Moi-moi (Adik Berdua) tak usah sungkan. Aku sudah mendengar semua
dari Lin-moi dan aku pasti akan berusaha sedapat mungkin untuk
mencari berita tentang kakak kalian. Harap saja dalam waktu dua pekan
ini kalian tidak pergi dari tempat ini, atau andaikata pergi dan pindah
juga, memberi tahu kepada para Losuhu di sini sehingga kalau aku
datang, aku akan dapat tahu ke mana harus menjumpai kalian untuk
menyampaikan hasil usahaku mencari kakak kalian, sekarang aku pamit
dulu.”
Melihat Bok Liong memberi hormat lalu mundur dan hendak pergi, Lin
Lin cepat berseru.
“Twako, nanti dulu”
“Ada apa?” Terlalu cepat Bok Liong membalikkan tubuh dan sinar
yang memancarkan kasih mesra terlepas daripada pandang mata yang
awas.
“Aku pesan.. kalau kau bertemu dengan gembel-gembel jahat itu..”
242
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Ya, lalu bagaimana?”
“Aku titip tiga pukulan atau sekali tusukan pedang.”
Bok Liong tertawa dan mengangguk-angguk.
“Dan jangan lupa, kalau kau berjumpa dia di jalan katakan..”
“Dia siapa?”
“Siapa lagi kalau bukan Suling Emas? Katakan bahwa aku menanti di
kelenteng ini dan sampaikan tantanganku kepadanya”
Sian Eng terkejut bukan main akan tetapi ia masih sempat melihat
betapa wajah pemuda itu membayangkan ketidaksenangan hati. Akan
tetapi Bok Liong kembali mengangguk-angguk, lalu berkata,
“Baiklah, Lin-moi, dan kau.. kau yang baik-baik menjaga diri.. selamat
berbisah sampai jumpa lagi.” Ia melompat dan pergi dari situ.
Sian Eng memperkenalkan Lin Lin kepada para hwesio kepala di
kelenteng itu, kemudian mengajak adiknya masuk kamar untuk
bercakap-cakap. Begitu memasuki kamar, Sian Eng menegur adiknya.
“Lin Lin, kau terlalu sekali terhadap pemuda itu. Tak tahukah kau
betapa dia amat mencintamu? Tapi kau selalu mempermainkan dia.
Terlalu”
“Liong-ko? Mencintaku? Tentu saja” Aku pun mencintanya, dia seperti
kakakku sendiri.”
“Hush, bukan begitu. Dia mencintamu, hal ini kuyakini benar. Tapi
kau.. ah, kau masih anak-anak, adikku. Sudahlah, kelak kau mengerti
sendiri. Eh, kau tadi bilang bertemu dengan Suling Emas. Betulkah itu?
Di mana?”
“Di dekat pintu gerbang kota. Dia naik kuda, jubahnya hitam,
orangnya tinggi besar, tampan dan gagah, tapi sombong”
“Sombong?”
“Ya, sombongnya setengah mati” Agaknya dia yang telah berkali-kali
menolong aku dan Liong-twako, akan tetapi dengan sembunyisembunyi,
tidak sudi menemui kami. Uhhhhh, sombong sekali agaknya
mengandalkan kepandaian dan memamerkan tampannya”
243
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Tiba-tiba Siang Eng memegang lengan Lin Lin.
“Adikku, kau bilang dia telah menolongmu berkali-kali akan tetapi kau
memaki-maki dia dan kau malah menantangnya berkelahi? Adakah yang
lebih gila dari ini? Jangan begitu, Lin Lin, pula.. kau menantang seorang
yang berilmu tinggi seperti Suling Emas, apamukah yang kau andalkan?
Lin-moi, ketahuilah, dahulu kita mengira bahwa kita sudah memiliki
kepandaian silat, kiranya sekarang kenyataan membuktikan bahwa apa
yang kita miliki tidak ada artinya sama sekali.”
“Wah-wah, jangan merendah, Enci Eng” Aku tidak takut kepada
Suling Emas. Ya, aku akan mencarinya, menantangnya berkelahi sampai
seribu jurus. Aku tidak akan kalah. Lihat, Enci, aku bukanlah Lin Lin yang
dahulu lagi” Lin Lin menggerakkan tangan kirinya seperti melambai ke
arah sebuah patung batu. Sebetulnya ia mengerahkan Khong-in-ban-kin
dan melakukan jurus pukulan jarak jauh dan.. patung itu terjengkang ke
belakang seperti didorong oleh tenaga raksasa yang tidak tampak.
“Lihat, Enci, apa kau bisa mengikuti gerakanku?”
Sian Eng yang melongo menyaksikan adiknya merobohkan patung
tanpa menyentuhnya, menjadi makin terheran-heran ketika melihat
tubuh Lin Lin berkelebatan di dalam kamar yang luas itu, demikian cepat
sehingga bayangannya lenyap terbungkus sinar kuning yang bergulunggulung”
Ia masih melongo dan tidak dapat mengucapkan kata-kata
ketika Lin Lin sudah selesai bermain pedang dan berdiri di depan encinya
sambil tersenyum bangga.
“Kau lihatlah, Enci. Adikmu ini sekarang tidak takut lagi menghadapi
Suling Emas, biarpun ia berkepala tiga berlengan enam”
“Astaga, Lin Lin, dari mana kau peroleh kepandaian itu?”
Lin Lin merangkul encinya dan sambil duduk berendeng di atas
pembaringan, berceritalah Lin Lin tentang pertemuannya dengan Kimlun
Seng-jin yang ia sebut si gundul pacul, kemudian tentang
pertemuannya dengan Lie Bok Liong sampai akhirnya bertemu dengan
Sian Eng di kota raja. Sian Eng mendengarkan dengan penuh
kekaguman, kemudian merangkul Lin Lin sambil berkata.
244
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Ah, aku girang sekali, Lin-moi. Kiranya orang sakti yang menolongmu
telah mewariskan ilmu kepandaian hebat kepadamu” Dan kau
memperoleh pula seorang sahabat yang setia dan perkasa seperti Lie
Bok Liong. Syukurlah. Akan tetapi, aku masih tidak setuju akan sikapmu
terhadap Suling Emas. Ketahuilah, dia itu bukan musuh kita, bukan
pembunuh ayah bunda kita, malah dialah yang telah menolong Sin-ko
dan aku sendiri, bahkan menurut ceritamu, dia telah pula menolong
engkau dan Liong-twako.”
“Dia menolongmu dan Sin-ko? Bukan pembunuh ayah bunda kita?
Coba ceritakan semua, Eng-cici”
Sian Eng lalu menceritakan semua pengalamannya semenjak mereka
berpisah di atas gedung Pangeran Suma. Lin Lin merasa ngeri ketika
mendengar cicinya bercerita tentang Hek-giam-lo dan “istana” di bawah
kuburan. Akan tetapi ia membelalakkan kedua matanya, wajahnya
berubah dan meremang bulu tengkuknya ketika ia mendengar
pengalaman Siang Eng di antara bangsa Khitan, betapa Sian Eng
disangka Puteri Khitan. Jantungnya berdebar-debar dan tulang
punggungnya terasa dingin.
“Apa yang kau alami di sana, Enci Eng? Ceritakanlah yang jelas”
desaknya dengan suara gemetar. Dan ia mendengar penuturan yang
membuat degup jantungnya mengeras dan membuat hatinya yakin siapa
sebetulnya dirinya, dan bahwa semua kata-kata Kim-lun Seng-jin adalah
benar belaka.
“Mereka itu orang-orang yang kelihatan gagah perkasa, akan tetapi
kasar dan liar, adikku. Dan anehnya.. banyak wanitanya, terutama yang
berada di istana rajanya, mirip.. mirip dengan kau” Aku mereka sangka
seorang Puteri Khitan dan.. dan aku ditelanjangi untuk diperiksa
punggungku, katanya Puteri Khitan mpmpunyai tanda di pung... astaga,
Lin Lin”
Sian Eng menjadi pucat sekali dan melompat berdiri, memandang
wajah adiknya dengan mata terbelalak.
“Kau.. kau.. punggungmu..”
245
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Tenanglah, Enci Eng, dan duduklah. Kau berceritalah baik-baik dan
sejelasnya. Memang ada tanda tahi lalat merah di punggungku, dan
agaknya, memang akulah Puteri Khitan yang mereka cari-cari itu. Aku
sudah mendengar dari Kim-lun Seng-jin, tadi sengaja tidak kuceritakan
kepadamu akan hal ini karena kuanggap masih rahasia. Akan tetapi,
setelah mendengar ceritamu, jelas siapa yang mereka maksudkan
dengan Puteri Khitan. Agaknya dahulu Ayah memungutku dari keluarga
Khitan, agaknya Ibuku, Puteri Mahkota Khitan, tewas dalam perang
melawan Ayah, lalu aku dipungut anak. Nah, sederhana sekali, bukan?
Lanjutkanlah.”
Untuk beberapa lama Sian Eng tak dapat bicara. Dipandangnya wajah
Lin Lin, kemudian dirangkul dan diciuminya adiknya itu sambil berlinang
air mata.
“Kau bukan seorang di antara mereka. Kau adikku” Ah, mereka begitu
kejam, begitu kasar dan liar..”
“Ha..ha..,ha Kau lihat aku baik-baik. Aku memang berbeda
denganmu, Cici. Aku juga kasar dan liar, seringkali kau katakan begitu,
akan tetapi aku tetap adikmu. Jangan khawatir dan teruskan ceritamu.”
Sian Eng melanjutkan ceritanya sampai ia dikubur hidup-hidup
sebatas leher dan ditolong oleh Suling Emas, melakukan perjalanan
dengan Suling Emas sampai ke kelenteng di kota raja ini.
Lin Lin amat tertarik dan beberapa kali ia menarik napas panjang.
“Ah, alangkah senangnya melakukan perjalanan bersama orang aneh
itu. Dia orang macam apa, Enci Eng? Ramahkah dia? Atau galak?
Sombongkah dia seperti yang kusangka? Dan kepandaiannya
bagaimana?”
Diam-diam Siang Eng terkejut. Nada suara adiknya ini demikian
penuh perhatian. Ada apakah gerangan? Ia merasa khawatir kalau-kalau
adiknya ini nekat saja menuduh Suling Emas membunuh ayah bunda
mereka dan nekat mencari dan menentangnya bertempur.
“Dia memang orang aneh, Lin Lin. Aneh sekali tidak seperti manusia
biasa sepak terjangnya. Kepandaiannya sukar diukur sampai di mana
tingginya karena aku tidak dapat mengikuti gerak-geriknya. Ia pendiam,
246
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
tak pernah bicara kalau tidak menjawab pertanyaan, itu pun singkat
saja, hanya ya atau tidak. Wajahnya sering kalii suram-muram seperti
ada sesuatu yang menekan batinnya, ia sama sekali tidak ramah. Tak
pernah melihat ia tersenyum, apalagi tertawa. Ada satu kali dia
bersenandung, suaranya cukup baik tapi menggetar penuh kesedihan. Ia
tidak pernah mengajak aku bicara tentang dirinya, akan tetapi harus
kunyatakan bahwa dia adalah sesopan-sopannya lelaki.”
Lin Lin amat tertarik dan matanya sayu merenung, bibirnya bergerak
seperti bicara kepada diri sendiri,
“Wajahnya tampan dan gagah, sikapnya angkuh.. seperti raja saja
dia..”
“Kau bilang apa, Lin Lin? Mengapa seperti raja?”
Lin Lin sadar dan tersenyum,
“Enci Eng, bagaimana tentang Sin-ko? Katanya juga ditolong Suling
Emas, tapi mana Sin-ko sekarang?”
“Menurut Suling Emas, Sin-ko berada dalam keadaan selamat, bebas
dari tangan Suma Boan yang jahat. Katanya Sin-ko tentu akan ke kota
raja, maka aku disuruh menanti di kelenteng ini. Tapi sampai sekarang
Sin-ko belum juga muncul, malah kau yang muncul lebih dulu.”
“Mudah-mudahan Sin-ko selamat dan kita bertiga dapat berkumpul
pula. Eh, bagaimana tentang kakak sulung kita, Enci Eng? Apakah kau
sudah mendengar tentang dia?”
“Berita yang kudengar tentang Kakak Bu Song tidak baik. Ketika aku
dan Sin-ko diserang di rumah Suma Boan, putera pangeran itu agaknya
dahulu bermusuhan dengan kakak sulung kita itu dan kemarahannya
kepada kakak sulung kita ia tumpahkan kepada aku dan Sin-ko. Dan
menurut Suling Emas, Kakak Bu Song itu sudah.. sudah mati, katanya.
Akan tetapi ia pun tidak mau bicara dengan jelas, hanya ia kelihatan
seperti seorang yang membenci Kakak Bu Song.”
“Hemm, pesan Ayah itu harus kita penuhi. Bagaimanapun juga kita
harus dapat bertemu dengan Kakak Bu song. Kalau Suma Boan
membenci kakak kita itu dan membalas dendam kepada kau dan Sin-ko,
247
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
berarti dia tidak tahu di mana adanya Kakak Bu Song sekarang.
Sebaliknya, Suling Emas bisa mengatakan bahwa kakak kita itu mati,
berarti dia tahu di mana adanya Kakak Bu Song, atau kalau memang
betul sudah mati, bagaimana matinya dan di mana kuburnya. Aku akan
mencarinya dan bertanya tentang kakak kita, Enci Eng.”
“Apa? Kau hendak menjumpai Suling Emas? Tak seorang pun, juga
semua hwesio di sini yang memujanya, tak seorang pun tahu di mana
adanya Suling Emas. Mana kau bisa mencarinya, Lin-moi? Dia seorang
yang luar biasa sekali, kalau dia tidak menghendaki, tak seorang pun
dapat menemuinya.”
“Wah-wah, apa dia itu melebihi raja dan malaikat? Enci Eng, kita tidak
boleh mendewa-dewakan siapa pun juga, biar seribu kali dia menolong
kita kalau dia menghendaki dipuja-puja karena pertolongannya, aku
tidak sudi ditolong. Kalau dia manusia biasa, kurasa aku akan dapat

mencarinya”

Bersambung ke seri 02...

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #27

Cinta Bernoda Darah 01 #27
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #27
=========================================
Jawaban teriakan Lin Lin ini adalah suara ketawa yang disusul
munculnya seorang laki-laki tua berpakaian pengemis. Kaki kiri kakek
pengemis ini buntung, sebagai penggantinya ia memegang sebatang
tongkat panjang, tongkat yang bengkak-bengkok seperti tubuh ular.
Pakaiannya yang penuh tambalan itu serba lorek dan belang-belang
seperti kulit ular.