Monday, February 27, 2017

Cinta Bernoda Darah 02 - Mini Serial #30

Cinta Bernoda Darah 02 #30
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 02 - Mini Serial #30
=========================================
“Banyak cerewet” Lin Lin sudah menerjang maju dan sinar pedangnya
bergulung-gulung seperti awan kuning. Para pengawal kaget dan cepat
menangkis. Di lain saat Lin Lin sudah dikurung. Maklum bahwa gadis ini
berkepandaian tinggi, para pengawal itu tidak malu-malu lagi untuk
mengeroyok, bahkan mereka terdesak hebat oleh pedang yang dimainkan secara
dahsyat itu.

Khong-in-lui-san adalah ilmu silat yang sakti, apalagi sekarang dimainkan
dengan menggunakan pedang pusaka yang ampuh. Hebatnya bukan main.
Segera Lin Lin berhasil melukai leher seorang pengeroyok, akan tetapi pada saat
seorang lawan ini roboh, terdengar suara berkali-kali dan dari jauh berdatangan
pengawal-pengawal lain”
Lin Lin bingung juga. Harus ia akui bahwa kepandaian para pengawal ini
tidak rendah, apalagi kalau mereka melakukan pengeroyokan. Bisa-bisa
tenaganya dan akhirnya ia tentu akan tertawan. Ia pikir lebih baik melarikan diri
dulu, keluar dari istana ini. Urusan dengan Suling Emas dapat dilakukan besok
atau lusa malam. Ia berseru keras, pedangnya meluncur, merupakan sinar yang
panjang mengancam. Empat orang lawannya kaget dan terpaksa menangkis
sambil melompat ke belakang. Kesempatan ini dipergunakan oleh Lin Lin untuk
melompat jauh. Akan tetapi, kini para pengawal yang datang membanjiri tempat
itu sudah tiba di situ dan kembali Lin Lin dihadang dan dikurung.
Gemaslah Lin Lin. Ia menggigit bibirnya lalu memaki.
“Aku datang bukan bermaksud bikin kacau. Aku tidak ingin berkelahi.
Kenapa kalian memaksa? Mundur semua, tinggalkan aku” Awas jangan bikin
aku hilang sabar”
Biarpun maklum akan kelihalan nona ini, namun mendengar kata-kata besar
ini para pengawal tertawa. Gadis itu hanya seorang diri, dan sekarang di situ
telah berkumpul belasan orang pengawal, bagaimana gadis liar ini masih berani
membuka mulut besar?
“Dia pencuri pedang pusaka” Tangkap”
Melihat dirinya dikurung rapat, Lin Lin tahu bahaya. Cepat ia mengerahkan
tenaga, memutar pedangnya mendesak ke sebelah kiri. Pengurungan di sebelah
ini segera terdesak mundur dan kesempatah ini ia pergunakan untuk melompat
ke atas atap putih dari gedung perpustakaan. Akan tetapi pada saat ia melayang
itu, seorang pengawal tua yang bertubuh tinggi kurus melontarkan sesuatu yang
11
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
hanya tampak sebagai sinar hitam melayang-layang ke arah tubuh Lin Lin.
Gadis ini kaget bukan main ketika melihat bahwa benda itu adalah sehelai tali
yang dapat bergerak-gerak seperti ular hidup, mengancam hendak melibat
tubuhnya” Ia maklum bahwa penggeraknya tentu bukan seorang biasa, maka ia
segera membabat dengan pedangnya.
“Iiihhhhh” Lin Lin berseru kaget. Pedangnya yang dipakai membacok malah
terlibat tali hitam itu. Kalau ia mengerahkan tenaga menahan pedangnya,
tubuhnya yang masih melayang di udara itu tentu akan jatuh ke bawah”
Terpaksa, dengan hati bingung dan marah, ia melepaskan pedangnya sehingga
tubuhnya dapat terus melayang ke atas gedung itu. Akan tetapi, begitu kakinya
menginjak atap putih, tiba-tiba ia terjeblos dan tubuhnya melayang ke bawah, ke
dalam gedung itu”
Para pengawal girang. Dipimpin oleh pengawal kurus yang lihai tadi, mereka
melompat ke atas atap. Akan tetapi, tiba-tiba mereka berdiri tertegun dan tidak
berani bergerak, memandang kepada sebuah saputangan hitam yang berkibar
seperti bendera di ujung atap. Saputangan hitam yang ada gambarnya suling
berwarna kuning”
“Dia.. dia di sini..” bisik seorang pengawal dan kini para pengawal itu
memandang penuh pertanyaan, menanti komando pengawal kurus yang menjadi
pimpinan pasukan.
“Dia di sini, tak boleh kita mengganggu. Mundur” Lakukan saja penjagaan
sekeliling ini dan baru bergerak kalau gadis itu keluar, tangkap dia”
Para pengawal melompat turun lagi, kemudian meninggalkan tempat itu yang
menjadi sunyi kembali.
Kita tinggalkan dulu Lin Lin yang terjungkal ke sebelah dalam gedung
perpustakaan. Agar jalannya cerita menjadi lancar, mari kita menengok keadaan
Bu Sin yang sudah terlalu lama kita tinggalkan.
Telah kita ketahui betapa Bu Sin yang tadinya disiksa oleh Suma Boan dan
digantung di atas kayu bersilang, dapat ditolong orang sakti yang tidak ia
ketahui siapa adanya. Ia ditinggalkan di dalam hutan, luka di tubuhnya akibat
anak panah Suma Boan telah sembuh sama sekali oleh obat ajaib yang tahu-tahu
telah berada di luka-lukanya, tentu oleh penolongnya itu. Karena maklum bahwa
kalau sampai tertawan lagi oleh Suma Boan ia akan celaka, Bu Sin lalu
12
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
melarikan diri dari hutan itu dan beberapa hari lamanya ia terus menyusupnyusup
hutan, tidak berani menampakkan diri di tempat ramai.
Sepekan kemudian, menjelang senja, ia tiba di sebuah tanah kuburan yang
amat sunyi menyeramkan. Ia tidak tahu bahwa ia berada di sebelah utara kota
raja, dan juga tidak tahu bahwa penduduk sekitar tempat itu tidak berani
mendekati kuburan ini di waktu malam, karena sudah terkenal bahwa kuburan
itu berhantu” Akan tetapi Bu Sin yang berusaha sembunyi dari kejaran Suma
Boan dan orang-orangnya, merasa aman berada di tempat sunyi itu. Ia segera
mencari sebuah tempat yang enak, di bawah pohon besar, duduk termenung
memikirkan nasibnya. Dari jauh terdengar kokok ayam hutan yang agaknya
hendak mengantar kepergian matahari, hendak menyambut sang bulan?
Malam itu bulan purnama. Di tempat sunyi ini, sambil makan buah-buah
yang tadi ia petik di tengah jalan dalam hutan, Bu Sin menikmati bulan yang
muncul dari timur, tampak besar bundar kemerahan. amat indahnya. Akan tetapi
ia tidak bergembira, ia malah berduka, teringat akan kedua orang adiknya yang
masih belum ia ketahui bagaimana nasibnya. Juga kakaknya yang dicarinya.
Kam Bu Song, amatlah tipis harapan untuk dapat dijumpainya, karena menurut
pengakuan Suma Boan, agaknya kakaknya itu pun mengalami kesengsaraan dan
sedikit saja harapan bahwa kakaknya itu masih hidup. Kakaknya seorang pelajar
yang lemah, apa dayanya mempunyai musuh seperti Suma Boan yang lihai? Dia
sendiri yang sejak kecil belajar ilmu silat, tidak berdaya menghadapi putera
pangeran itu. Bu Sin makin sedih mengingat akan hal ini dan berkali-kali ia
menarik napas panjang.
Tiba-tiba napasnya terhenti, wajahnya pucat dan matanya terbelalak
memandang ke depan. Dikejap-kejapkannya kedua mata itu, kemudian digosokgosoknya,
akan tetapi tetap saja pemandangan di depan itu tidak bcrubah. Bulu
tengkuknya berdiri satu-satu. Jantung berdebar-debar dan Bu Sin merasa ngeri.
Dia bukanlah seorang penakut, bahkan ia terkenal tabah, akan tetapi siapa
orangnya takkan merasa ngeri melihat betapa di sebuah kuburan sunyi, di dalam
terang bulan, mendadak di depan batu nisan yang tua berdiri seorang wanita
yang rambutnya panjang riap-riapan sampai ke kaki? Wanita itu berdiri
membelakanginya, akan tetapi melihat bentuk tubuhnya yang langsing, kedua
lengan yang diangkat ke atas itu dari jauh kelihatan halus putih dan jari-jarinya
mungil, rambutnya pun hitam halus mengkilap, dapat diduga bahwa wanita itu
13
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
masih muda. Dari mana dia datang? Mengapa Bu Sin tidak melihatnya ia
datang? Dan apa yang dilakukannya di tempat itu?
Kuntilanak” Siluman” Tak salah lagi, pikir Bu Sin dengan jantung berdebardebar.
Otomatis tangannya meraba gagang pedang, dan ia tidak malu mendapat
kenyataan bahwa tangannya menggigil. Ia membayangkan bahwa muka
kuntilanak ini tentulah mengerikan, muka pucat seperti muka mayat, mata
terbelalak tinggal putihnya saja, mulut bertaring. Iiihhhhh” Lebih baik ia pergi,
menjauhi tempat setan ini, pikirnya dengan hati-hati dan perlahan-lahan Bu Sin
bangkit berdiri lalu melangkah pergi dari tempat itu.
Akan tetapi baru lima enam langkah ia berjalan, tiba-tiba ada angin
menyambar dan terdengar bentakan yang merdu, nyaring dan halus,
“Berhenti” Siapa itu?”
Tengkuk dan punggung Bu Sin serasa tebal saking ngerinya. Suara itu sudah
berada tepat di belakang punggungnya, seakan-akan siluman itu telah hinggap di
atas punggung. Ia mengeraskan hatinya dan sambil mengepal tinju ia membalik,
siap menghadapi wajah yang mengerikan.
Ia membalik tiba-tiba dan.. Bu Sin ternganga menatap wajah yang cantik
jelita, wajah yang amat manis dengan sepasang mata lebar bersinar-sinar, hidung
kecil mancung dan mulut kecil dengan bibir merah yang selalu tersenyum
mengejek. Bentuk tubuh langsing, padat, rambut yang hitam halus panjang
terurai melalui punggung, pundak, dan dada. Lebih hebat lagi, bau yang amat
harum semerbak menusuk hidung membuat Bu Sin terpesona. Sama sekali
bukan siluman mengerikan. Andaikata siluman juga, inilah siluman cantik”
Siluman” Teringat akan ini, Bu Sin sadar dan kekagumannya akan
kecantikan wajah wanita muda ini berubah menjadi kecurigaan dan otomatis ia
meraba lagi gagang pedangnya.
Wanita itu tertawa, manis seperti madu bibirnya kalau tertawa, akan tetapi
suara ketawanya mengerikan, hampir seperti tangis”
“Hi-hik, kau tampan dan gagah. Siapa kau?”
“Nama saya Bu Sin, Kam Bu Sin. Nona.. eh, Nyonya siapakah?”
Wanita itu tertawa, giginya berderet putih rapi, sama sekali tidak ada
taringnya”
“Bagus sekali” Kau she Kam? Suaramu seperti orang selatan. Apamukah
Jenderal Kam Si Ek?”
14
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Bu Sin terkejut dan memandang heran.
“Dia.. dia adalah mendiang Ayahku.”
Sepasang mata yang indah lebar itu terbelalak, lalu wanita itu tertawa lagi.
“Hi-hi-hik, pantas saja tampan dan gagah. Betul, sekarang aku melihat
persamaannya. Kau jauh lebih muda, lebih tampan. Hi-hik, kau tadi bertanya
siapa aku? Aku Siang-mou Sin-ni, dahulu pernah menjadi sahabat baik Ayahmu.
Karena kau puteranya, kau sekarang akan mampus di tanganku”
Bu Sin makin kaget, dan kini ia menduga bahwa wanita ini tentulah miring
otaknya. Kalau tidak gila, masa mengaku sahabat baik ayahnya tapi akan
membunuh puteranya? Ia merasa tidak perlu banyak bertanya lagi, cepat
tangannya bergerak mencabut pedangnya. Ia hendak menggertak dan mengusir
wanita gila ini agar jangan mengganggunya lagi.
Akan tetapi, wanita itu tertawa dan tiba-tiba rambut panjang terurai itu
bergerak, melibat pedang dan tubuhnya dan “krak” krak” pedangnya telah
patah-patah menjadi tiga potong sedangkan tangan, kaki dan pinggangnya sudah
dibelit-belit rambut halus dan harum, membuat ia tak dapat berkutik sama
sekali” Bu Sin berusaha meronta dan mengerahkan lwee-kangnya, namun hal ini
hanya mendatangkan rasa sakit karena rambut-rambut itu menekan lebih keras
seakan-akan hendak mengiris kulitnya”
“Hi-hi-hik” Mau apa kau sekarang? Dengar baik-baik. Aku Siang-mou Sin-ni
dahulu pernah dibikin sakit hati oleh Ayahmu, jenderal yang angkuh dan
sombong itu. Mentang-mentang dia seorang jenderal yang tinggi kedudukannya,
ia berani menolak aku” Hi-hik, dan sekarang kau puteranya jatuh ke tanganku.
Apa yang akan kulakukan denganmu? Kau akan kujadikan korban yang ke
empat puluh” Aku sedang menggembleng diri dengan Ilmu Sin-yang Hoat-lek
(Ilmu Gaib Sin-yang) dan untuk keperluan itu aku membutuhkann hawa murni
dan darah hidup jejaka-jejaka murni sebanyak-banyaknya” Dan kau masih muda
remaja dan murni. Hi-hik, kau menjadi orang ke empat puluh, dan kau putera
Kam Si Ek. Bagus sekali, tentu darahmu bersih, darah satria. Inilah yang kucari”
Wanita itu tertawa-tawa.
Bu Sin bergidik. Terang wanita ini gila. Ataukah dia bukan manusia?
“Pergi kau” Lepaskan aku” teriaknya. “Kau bohong” Usiamu takkan lebih
tua daripada aku, mana bisa kau mengenal Ayah.”
15
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Siang-mou Sin-ni menggunakan telapak tangannya mengelus-elus pipi dan
dagu Bu Sin yang tak berambut.
“Terima kasih, orang bagus” Pujianmu bikin aku tak tega membunuhmu.
Kau betul-betul melihat aku lebih muda dari padamu? Hi-hik, usiaku hampir dua
kali usiamu. Akan tetapi, inilah hasil pertama dari Sin-yang Hoat-lek” Aku
takkan pernah menjadi tua, aku takkan.. takkan bisa mati” Nah, kau bersiaplah,
sudah kemecer (berliur) mulutku, darahmu tentu manis dan hangat”
Setelah berkata demikian, wanita itu mendekatkan mukanya ke muka Bu Sin.
Pemuda ini bergidik dan meremang bulu tengkuknya. Hendak apakah
perempuan ini? Ia mengira hendak dicium, akan tetapi wajah berkulit halus yang
harum itu menunduk dan.. hidung dan mulut yang basah hangat itu menempel
pada tenggorokannya”
Bu Sin merasa ngeri bukan main. Mampus aku sekarang, pikirnya dan ia
meramkan mata menahan sakit, siap menanti maut karena sama sekali tidak
dapat berkutik. Akan tetapi tiba-tiba wanita itu mengangkat mukanya, kedua
tangannya meraba-raba muka Bu Sin, membelai-belainya.
“Kau tampan.. gagah, seperti Ayahmu.. sayang kalau dibunuh” Sejenak Bu
Sin merasa betapa wajah yahg hdlus kulitnya itu menempel pada pipinya. Ia tak
berani membuka mata karena ngeri. Tiba-tiba rambut yang mengikat kaki
tangan dan tubuhnya terlepas. Ia membuka mata.
Siang-mou Sin-ni berdiri di depannya, mata wanita itu bersinar-sinar,
bibirnya tersenyum manis sekali.
“Kau tampan dan ganteng, kau pemberani, seperti Ayahmu. Bu Sin.. eh,
Kanda.. Kau sembuhkanlah luka di hatiku yang disebabkan Ayahmu dahulu.
Kauperbaikilah apa yang telah dirusak Ayahmu. Kau tentu mau, Koko (Kanda)
yang ganteng?” Siang-mou Sin-ni mendekat lagi, mepet-mepet dengan lagak
genit dan mengambil hati.
Bu Sin merasa tenggorokannya tercekik, mulutnya kering dan jantungnya
berdebar tidak karuan. “Apa maksudmu? Apa kehendakmu?”
Siang-mou Sin-ni mengangkat muka lalu dengan lagak genit mencubit dagu
Bu Sin.
“Hi-hik, kau benar-benar masih hijau” Tentu saja maksudku agar kau suka
menjadi suamiku”
16
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Kalau saja pada saat itu ada gunung meletus, kiranya Bu Sin takkan sekaget
ketika mendengar kata-kata ini. Wajahnya menjadi pucat dan seketika ia
membentak,
“Kau perempuan gila” Pergi, jangan dekat-dekat denganku” Aku tidak sudi
menjadi suamimu. Huh, tak bermalu, lebih baik kaubunuh aku” Sambil berkata
demikian, Bu Sin mengerahkan tenaga lalu menerjang wanita itu dengan
pukulan. Ia mengerahkan semua tenaganya dalam pukulan ini karena ia amat
benci dan hendak membunuhnya.
“Bukkk” Kepalan tangan Bu Sin tepat menghantam dada, bertemu dengan
daging lunak, akan tetapi akibatnya, tubuh Bu Sin yang terlempar ke belakang”
Sebelum pemuda ini tahu apa yang terjadi, tiba-tiba tubuhnya sudah menjadi
lemas, jalan darahnya tertotok dan di lain saat tubuhnya yang lemas itu sudah di
panggul dan dibawa pergi oleh Siang-mou Sin-ni dari tempat kuburan itu”
Sambil berjalan di malam terang bulan, Siang-mou Sin-ni bernyanyi-nyanyi,
kadang-kadang mengomel panjang pendek,
“Celaka, kenapa hatiku tertarik kepada bocah ini? Lebih celaka lagi. Dia
menolak dan memaki-maki, keparat”
Di sebuah anak sungai yang jernih airnya dalam sebuah hutan, ia berhenti,
menurunkan tubuh Bu Sin yang ia lempar ke atas rumput.
“Hei, Kanda Bu Sin, bagaimana sekarang? Maukah kau?”
“Tidak sudi dan jangan sebut aku Kanda, perempuan hina dan gila”
“Hi-hik, seperti Ayahnya” Tiba-tiba rambutnya bergerak dan tahu-tahu tubuh
Bu Sin sudah dilibat rambut, lalu tubuh pemuda itu terlempar ke dalam air di
depan Siang-mou Sin-ni” Bu Sin gelagapan, akan tetapi tak mampu berenang
karena kedua tangan dan kakinya dibelenggu rambut. Ia gelagapan dan minum
air, sedangkan tubuhnya menggigil kedinginan. Siang-mou Sin-ni mengangkat
muka pemuda itu ke atas air, tapi tubuhnya masih terendam.
“Jawab, mau tidak kau”
“Tidak sudi” Bu Sin membentak. Dan kembali ia dilelapkan ke dalam air,
berkali-kali sampai sukar bernapas dan perutnya kembung kemasukan banyak
air.
“Apakah kau masih bandel tidak mau?” Siang-mou Sin-ni kembali bertanya
ketika muka pemuda itu diangkat agar dapat bernapas.
17
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Bu Sin tak dapat mengeluarkan suara lagi. Ia setengah pingsan, akan tetapi ia
masih cukup kuat untuk menggeleng-geleng kepalanya tanda tidak sudi”
“Bandel”
Siang-mou Sin-ni berteriak marah dan melelapkan kepala Bu Sin sampai
pemuda ini menjadi pingsan. Baru ia angkat tubuh itu ke atas daratan,
memegangi punggungnya dan membalikkan kepala Bu Sin ke bawah, menepuk
perutnya sehingga dari mulut pemuda itu keluar banyak air”
Ketika Bu Sin sadar daripada pingsannya, ternyata ia telah berada di tempat
yang amat tinggi, di atas pohon yang tingginya lebih dari sepuluh meter”
Pakaiannya sudah kering kembali dan ternyata ia digantungkan di sebuah
cabang patah, bajunya digantung dari belakang sehingga tubuhnya tergantung
menempel batang pohon yang kasar, ia berusaha menggerakkan kaki tangan,
namun sia-sia. Kiranya ia telah tertotok pula, tak mampu bergerak. Baju
dalamnya sudah tidak ada, agaknya disobek oleh perempuan iblis itu sehingga
ketika bajunya tergantung pada cabang pohon, perut dada serta lehernya
telanjang. Perempuan itu duduk di atas sebatang dahan kecil di depannya. Luar
biasa sekali. Bagaimana seorang manusia, dapat duduk enak-enak di atas ranting
demikian kecilnya seperti seekor burung saja? Bagaimana kalau ranting itu
patah?
Siang-mou Sin-ni duduk merangkapkan jari-jari tangan, kakinya bergoyanggoyang
tergantung, rambutnya riap-riapan, hitam halus mengkilap, matanya
meram melek ketika ia menatap wajah Bu Sin. Nampaknya wanita itu terheranheran,
kagum, juga jengkel dan kehilangan akal.
“Bu Sin koko, kau buka matamu dan pandang baik-baik. Apakah aku tidak
cantik molek? Lihat kulitku begini putih kemerahan dan halus, lihat rambutku
begini panjang hitam, halus dan harum. Tubuhku padat dan denok. Semua orang
bilang wajahku cantik seperti bidadari. Apakah kau menganggap aku kurang
cantik?”
Bu Sin mendongkol sekali. Benar-benar wanita iblis dan ia lebih senang
seribu kali mati daripada harus menjadi suami iblis macam ini.
“Huh, Siang-mou Sin-ni, kau kira aku Kam Bu Sin seorang laki-laki macam
apakah? Kau memang cantik jelita, akan tetapi apa artinya cantik jelita kalau
wataknya busuk dan jahat seperti iblis? Apa artinya buah yang tampak indah dan
lezat kalau di dalamnya tersembunyi banyak ulatnya yang menjijikkan?
18
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Kecantikan hanya terbatas pada kulit belaka, di bawahnya hanya daging dan
darah yang lekas membusuk dan di dalam sendiri hanya tengkorak yang
menjijikkan” Aku tidak butuh kecantikanmu, dan aku muak melihat
kejahatanmu”
“Ck-ck-ck.. semuda ini sudah bisa bicara tentang jahat dan baik” Hi-hik, kau
seperti anak kecil yang muntah-muntah melihat tahi, tidak tahu bahwa di dalam
perutnya sendiri penuh tahi. Hi-hi-hik, kau kira aku tak dapat menundukkanmu?
Masih banyak jalan.” Ia lalu berkelebat pergi, tapi belum lebih lima menit ia
telah kembali, membawa daun lebar penuh madu lebah. Ia lalu memercikmercikkan
madu itu pada muka, leher, dada, perut dan kedua lengannya,
kemudian sambil tertawa-tawa ia melempar daun itu dan duduk kembali seperti
tadi.
Bu Sin tidak mengerti apa kehendak wanita ini. Ia maklum bahwa wanita ini
kejam sekali dan ia sudah siap menanti datangnya siksaan, akan tetapi apa
maksudnya memercik-mercikkan madu kepadanya? Apakah madu ini
mengandung racun sehingga sebentar lagi aku akan merasakan akibatnya?
Bermacam-macam dugaan Bu Sin, akan tetapi baru sepuluh menit kemudian ia
mengerti apa artinya madu dipercikkan itu dan ia bergidik penuh kengerian.
Kiranya semut-semut besar mulai berdatangan melalui batang, cabang, ranting
dan daun-daun, dan tak lama kemudian semut-semut itu telah merayap di
seluruh tubuhnya, menggigitnya” Bu Sin menggeliat-geliat, geli dan gatal.
Bukan main hebatnya siksaan ini.
Tadi ketika ia dilelapkan di dalam air yang dingin, sebentar saja ia tidak kuat
dan pingsan. Kalau pingsan, tidak ada derita lagi, tidak terasa. Akan tetapi
sekarang lain lagi. Semut-semut ini menggigit, mendatangkan rasa gatal-gatal
dan geli yang bukan main hebat penderitaannya. Akan tetapi yang paling hebat
di antara segala adalah kenyataan bahwa ia tidak akan menjadi pingsan
karenanya” Ia akan terus sadar untuk merasakan penderitaan ini, yang membuat
seluruh urat syarafnya tegang dan terganggu, membuat perasaannya tersiksa
mati tidak hidup pun tidak. Tak tertahankan lagi oleh Bu Sin, ia mulai berteriakteriak
menahan perasaan yang tak dapat dilukiskan lagi penderitaannya”
“Hayo bilang bahwa kau mau menjadi suamiku dan aku akan
membebaskanmu”
Berkali-kali Siang-mou Sin-ni berkata membujuk. Hanya kata-kata inilah
yang kadang-kadang menjadi penguat semangat Bu Sin, karena ia lalu memaki-
19
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
makinya dan untuk sementara melupakan penderitaannya. Akan tetapi kalau
wanita itu diam saja dan duduk menonton, ia tersiksa lagi, akhirnya Bu Sin
tertawa-tawa, lalu menangis, tertawa lagi seperti orang gila karena
penderitaannya yang tak tertahankan. Kalau diteruskan beberapa jam lagi, ia
tentu akan menjadi gila benar-benar.
Agaknya Siang-mou Sin-ni memaklumi hal ini, maka ia lalu mengusir semutsemut
itu memanggul tubuh Bu Sin dan melompat turun dari atas pohon, lalu
berlari cepat sekali pergi dari situ. Bu Sin meramkan matanya, merasa seperti
dibawa terbang oleh wanita sakti yang berhati iblis ini. Ia tidak putus asa selama
nyawanya belum melayang, akan tetapi ia bertekad lebih baik mati daripada
dijadikan suami seorang iblis betina yang demikian keji dan jahatnya. Ia seorang
laki-laki sejati dan nama baik serta kehormatannya jauh lebih berharga daripada
selembar nyawanya. Demikianlah tekad hati pemuda jantan ini.
Akan tetapi Bu Sin adalah seorang pemuda yang masih hijau dan belum
berpengalaman. Ia sama sekali tidak tahu sampai di mana jahat, keji, dan
lihainya seorang tokoh besar dunia hitam seperti Siang-mou Sin-ni yang terkenal
sebagai seorang di antara enam tokoh Thian-te Liok-koa” Selama menjadi
tawanan wanita iblis ini, beberapa hari kemudian, ia telah berubah menjadi
seorang yang kehilangan semangat, menjadi seorang yang tak ingat apa-apa lagi,
menjadi penurut seperti binatang peliharaan, disuruh apa saja oleh Siang-mou
Sin-ni, akan ditaatinya tanpa mempedulikan nyawanya sendiri, tidak ingat lagi
akan nama dan kehormatan, bahkan nama sendiri pun ia tak ingat lagi. Bu Sin
telah menjadi korban kekejian Siang-mou Sin-ni setelah diberi minum racun
yang disebut racun perampas semangat” Dan iblis betina itu tercapai maksud
hatinya yang kotor, menjadikan Bu Sin sebagai seorang kekasihnya, suatu hal
yang hanya merupakan siksaan dan hukuman karena ia tetap tidak dapat
merampas cinta kasih Bu Sin, tidak dapat memiliki Bu Sin yang sebenarnya,

seperti yang diinginkannya.
Bersambung...

No comments:

Post a Comment