Thursday, January 12, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #015

Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #015
==========================================
“Tidak peduli. Aku akan menemuinya. Bawa aku kepadanya, Kek, dan
kau tentu suka membantuku kalau aku kalah. Kan hidung dan gigi kita
sama, bukan?”
“Betul, betul” Kita sebangsa, sesuku, aku akan bantu aku. Awas dia
kalau berani ganggu kau”
Senang hati Lin Lin. Ia berhutang budi kepada keluarga Kam, den
jalan satu-satunya untuk membalas budi, hanyalah membalaskan
dendam keluarga itu.

“Tapi aku tidak bisa meninggalkan kedua kakakku begitu saja, Kek.
Mereka tentu akan gelisah dan mencariku ke mana-mana.”
“Kalau Jenderal Kam ayah angkatmu, mereka tentu saudara-saudara
angkat pula, bukan? Kenapa repot-repot?”
“Ih, jangan gitu, Kek. Biarpun saudara angkat mereka itu baik sekali
kepadaku, seperti kepada adik kandung sendiri.”
“Baiklah, mari kau bonceng di punggungku, kita meninggalkan pesan
di kamar mereka.”
Lin Lin maklum bahwa kakek itu adalah seorang yang sakti, aneh, dan
sikapnya masih kekanak-kanakan. Tanpa ragu-ragu dan sungkansungkan
lagi ia lalu melompat ke punggung kakek itu dan di saat
berikutnya ia harus memegang pundak kakek itu kuat-kuat karena
tubuhnya segera melayang seperti terbang cepatnya”
Setelah menulis sepucuk surat untuk Bu Sin dan Sian Eng, Lin Lin lalu
pergi keluar kota An-sui bersama kakek itu.
Mereka kini berjalan dan bercakap-cakap. Lin Lin disuruh
mengerahkan kepandaiannya, akan tetapi ia melihat betapa kakek
pendek itu berjalan seenaknya saja di sebelahnya akan tetapi tak pernah
tertinggal.
“Kalau merayap seperti keong begini, kapan bisa sampai di sana?”
Kakek itu bersungut-sungut.
“Kau maksudkan sampai di tempat Suling Emas, Kek?”
“Di mana lagi? Bukankah kita mencari dia? Tapi kau harus belajar
ilmu pukulan lebih dulu untuk menghadapinya. Mari” Kakek itu
111
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
menyambar tangan Lin Lin dan tiba-tiba Lin Lin merasa betapa larinya
menjadi cepat bukan main, dua kali lebih cepat daripada biasanya.
Menjelang pagi mereka berhenti di sebelah hutan yang kecil tapi amat
indah. Bermacam bunga memenuhi hutan. Musim semi kali ini benarbenar
telah merata sampai di hutan-hutan dan membiarkan seribu satu
macam bunga berkembang amat indahnya.
“Heh-heh, bagus di sini. Kita main-main di sini” Kakek itu cepat sekali
memilin akar-akar pohon menjadi tambang dan beberapa menit
kemudian ia sudah berayun-ayun, duduk di atas sepotong kayu yang
diikat dan digantung oleh dua helai tambang pada cabang pohon. Persis
seperti anak kecil main ayun-ayunan.
Melihat kakek itu main ayunan sambil tertawa-tawa gembira, Lin Lin
menegur,
“Kek, katanya hendak mengajar ilmu kepadaku?”
“Aku sedang mengajarmu sekarang. Kau lihat baik-baik”
Lin Lin mengerutkan alisnya. Celaka sekali, kakek ini main-main
selalu. Masa ia akan diajari main ayunan? Kalau saja ia tidak
menyaksikan dan membuktikan sendiri betapa kakek itu dapat lari
seperti terbang, memiliki gerakan tangan yang luar biasa cepatnya ketika
meminjam tusuk kondenya, tentu ia tidak percaya bahwa kakek ini
seorang sakti. Jangan-jangan kakek ini hanya mempunyai kepandaian
lari cepat saja, dan hendak mempermainkannya? Betulkah dia orang
sakti? Kenapa begini? Tidak bersepatu, pakai anting-anting seperti
perempuan, dan wataknya seperti anak kecil.
“Kek, kau ini sebenarnya siapakah? Namamu saja aku belum tahu.”
“Heh-heh, aku pun belum tahu namamu. Apa sih artinya nama?
Waktu lahir kita tidak membawa nama, kan?”
Lin Lin tidak mau pedulikan lagi filsafat yang aneh-aneh dari kakek
itu.
“Kek, namaku Lin, sheku tentu saja..” Lin Lin hendak mengatakan
“Kam”, akan tetapi kakek itu sudah mendahuluinya.
112
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“.. tidak ada karena kau bukan she Kam. Aku siapa, ya? Orang-orang
menyebutku Kim-lun Seng-jin. Gagah namaku, ya? Heh-heh, Kim-lun
adalah roda emas. Nah, ini dia.”
Ketika tangannya bergerak dan tahu-tahu ia telah mengeluarkan
sepasang gelang emas. Disebut gelang bukan gelang, karena tengahnya
dipasangi ruji-ruji seperti roda. Garis tengahnya satu kaki. Agaknya
sepasang roda emas ini tadi disembunyikan di balik baju. Seperti ketika
mengeluarkan tadi, sekali bergerak roda itu sudah lenyap lagi. Begitu
cepatnya seperti sulapan saja.
“Namaku Roda Emas, memang hidup ini berputaran seperti roda.
Cocok sekali, kan? Heh, A-lin, apakah kau sudah memperhatikan
pelajaran ini?”
Lin Lin terkejut, juga geli mendengar ia dipanggil “A-lin”.
Ketika mengeluarkan sepasang roda atau gelang tadi, amat cepat.
Akan tetapi apakah benda-benda itu mcrupakan senjata? Andaikata
dijadikan senjata, tadi pun tidak dimainkan. Kakek itu tiada hentinya
berayun, bagaimana bisa bilang memberi pelajaran?
“Pelajaran yang mana, Kek?”
“Hehhh” Hidung dan gigimu bagus, seratus prosen Khitan, tapi
otakmu sudah ditulari kebodohan orang kota” Lihat baik-baik”
Lin Lin melihat baik-baik. Baru sekarang ia mendapat kenyataan
bahwa kakek itu bukanlah berayun sembarang berayun. Tubuhnya sama
sekali tidak tampak bergerak, kakinya tidak dipakai mengayun, akan
tetapi tambang itu terus berayun seperti ada yang mendorong. Anehnya,
kadang-kadang ayunan itu terhenti di tengah jalan, baik sedang terayun
ke belakang maupun sedang terayun ke depan. Dengan duduk di ayunan
mampu menghentikan gerakan ayunan, inilah hebat, seperti main sulap
saja.
“Nah, kau sudah lihat sekarang? Untuk dapat berayun begini, kau
harus memiliki Ilmu Khong-in-ban-kin (Awan Kosong Selaksa Kati).
Biarpun kosong, namun mengandung tenaga laksaan kati biarpun berat
dan kuat, namun kosong. Inti pelajaran ini kelak dapat membuat
113
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
tubuhmu menjadi ringan atau berat menurut sesukamu, dan lari terbang
bukan menjadi lamunan kosong lagi.”
Mulailah Lin Lin menerima gemblengan dari kakek aneh itu. Kim-lun
Seng-jin adalah seorang sakti yang jarang muncul di dunia kang-ouw,
selalu bersembunyi dan tidak suka mencari perkara. Orangnya aneh,
selalu bergerak sendiri tidak mau terikat oleh perkumpulan atau oleh
negara. Munculnya tiba-tiba, akan tetapi selalu meninggalkan kesan
mendalam pada para tokoh kang-ouw dan biarpun tidak ada orang yang
dapat menduga sampai berapa dalamnya ilmu kakek ini karena ia tidak
pernah mau melibatkan diri dalam pertandingan dan permusuhan,
namun mereka itu yakin bahwa kakek ini tak boleh dibuat main-main.
Bahkan Thian-te-liok-koai, Si Enam Jahat atau Enam Setan Dunia sendiri
tidak berani main-main terhadap Kim-lun Seng-jin.
Pada masa itu, dunia kang-ouw hanya mengenal Thian-te-liok-koai
dan para ketua partai persilatan besar sebagai tokoh-tokoh yang
memiliki kesaktian. Akhir-akhir ini muncul Suling Emas sebagai tokoh
sakti yang termuda. Namun diri Suling Emas ini diliputi penuh rahasia
dan jarang sekali Suling Emas keluar memperlihatkan diri. Keadaannya
penuh rahasia, dan ia boleh dijajarkan dengan orang-orang aneh lain,
yaitu Kim-lun Seng-jin, Bu Kek Siansu, dan seorang aneh lain yang
hanya dikenal dengan sebutan Gan Lopek” Tentu saja Bu Kek Siansu
berada di tingkat paling tinggi, bukan hanya karena usianya, namun juga
kerena belum pernah terdengar ada tokoh yang melebihi kesaktiannya
daripada kakek ini.
Lin Lin boleh dianggap beruntung dapat menarik hati Kim-lun Seng-jin
karena kakek sakti yang aneh ini selamanya tak pernah mau menerima
murid. Dengan amat tekun gadis ini menerima latihan ilmu meringankan
tubuh yang hebat, yaitu Khong-in-ban-kin yang sekaligus merupakan
lwee-kang yang luar biasa. Di samping ini, juga kakek aneh itu
menurunkan ilmu silat yang disebut Khong-in-liu-san (Awan Kosong
Mengurung Gunung). Kim-lun Seng-jin agaknya takut bertemu orang, ia
membawa Lin Lin merantau ke gunung-gunung dan hutan-hutan,
kadang-kadang mereka berlatih di pinggir sungai yang amat sunyi. Aneh
dua orang ini, seorang gadis remaja seorang lagi kakek tua, tiap hari
114
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
mereka cekcok, tapi Lin Lin selalu membuat kakek itu mengalah karena
gadis inilah yang dapat menyenangkan hatinya dengan wataknya yang
lincah serta terutama sekali dapat menyenangkan perutnya dengan
masak-masakan yang lezat.
Lin Lin pandai sekali mengambil hati kakek itu dengan panggang
daging binatang hutan yang lezat. Dari kakek ini ia mengenal pula
banyak tokoh sakti dalam dunia persilatan.
Ternyata Kim-lun Seng-jin amat luas pengetahuannya dalam dunia
kang-ouw. Ia mengenal semua tokoh, malah ia mengenal pula ayah Li
Lin. Beberapa kali Lin Lin bertanya tentang ayahnya, dan baru pada saat
Lin Lin memanggang daging kelinci yang amat gurih baunya, kakek itu
memenuhi jawaban pertanyaan ini.
“Kam-goanswe? Heh, Ayah angkatmu itu seorang yang keras hati,
seorang perajurit sejati yang jujur dan setia. Kejujuran dan kesetiaannya
ditambah kekerasan hatinya itulah yang membuat ia dipandang orang,
kepandaiannya sih tidak ada artinya. Akan tetapi ia pernah
menggemparkan dunia kang-ouw ketika ia dahulu berhasil mencuri hati
Liu Lu Sian, seorang gadis sakti yang berjuluk Tok-siauw-kwi (Setan
Cantik Beracun).”
“Lalu bagaimana, Kek?” tanya Lin Lin, dapat menduga bahwa Toksiauw-
kwi Liu Lu Sian ini tentulah ibu Bu Song yang oleh Kui Lan Nikouw
disebut wanita dari golongan hitam yang telah bercerai dari ayah
angkatnya.
“Entah bagaimana selanjutnya aku tidak dengar lagi. Akan tetapi
perkawinan mereka menggemparkan. Setan cantik itu adalah anak
seorang Kepala Agama Beng-kauw yang amat sakti, seorang
berpengaruh besar sekali dan masih ada hubungan keluarga dengan
raja-raja di Nan-cao (Yu-nan Barat). Liu Gan, seorang sakti ini, tidak
setuju puterinya menikah dengan Ayah angkatmu, akan tetapi kerena
Liu Lu Sian amat keras hati dan nekat, orang tua itupun tak dapat
berbuat apa-apa. Akan tetapi kedengar hubungan antara ayah dan
puterinya ini menjadi putus. Selanjutnya entah.”
115
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Lin Lin tahu selanjutnya. Liu Lu Sian melahirkan seorang putera, yaitu
yang bernama Kam Bu Song dan yang sekarang sedang ia cari, dan Liu
Lu Sian telah bercerai dari ayah angkatnya.
“Di mana sekarang adanya Liu Lu Sian dan ayahnya yang bernama
Liu Gan itu, Kek?”
“Heh, mana aku tahu? Bukankah Liu Lu Sian itu Ibu angkatmu?”
“Bukan. Dia sudah bercerai lama sekali, meninggalkan seorang putera
yang sekarang pergi pula, entah ke mana. Kalau ada orang yang amat
benci Ayah, agaknya Liu Gan itu, Kek. Di mana dia sekarang?”
“Mana aku tahu? Dia orang yang amat tinggi kedudukannya.
Kemudian ia menghilang, tidak ada kabarnya lagi. Pula, aku tidak ada
hubungan dengannya, aku pun tidak sudi menyelidiki. Dia orang..
hemmm, orang golongan hitam, aku takut kedua tanganku menjadi
hitam juga kalau berhubungan dengannya.”
Daging itu sudah matang. Kim-lun Seng-jin menelan air liurnya dan
dengan lahap ia menyambar daging paha kelinci yang diangsurkan Lin
Lin terus diganyang panas-panas.
“Wah, kau hebat” Heran aku, kenapa kalau aku yang memanggang
tidak bisa begini sedap dan gurih? Tanganmu memang luar biasa”
katanya sambil menikmati daging panas. Lin Lin tersenyum. Bukan
tangannya yang membikin daging itu menjadi sedap dan gurih,
melainkan garam dan bumbu, terutama daun harum dan kayu manis
yang ia dapatkan di hutan itu, yang ia pergunakan sebagai bumbu.
Agaknya kakek yang pandai makan ini tidak pandai masak, buta akan
rahasia bumbu masak.
“Aku sudah masak seenak-enaknya untukmu, tapi apa balasanmu?”
“Ihhh, bukankah aku setiap hari melatihmu dengan ilmu-ilmu itu?”
“Segala Ilmu Khong-in (Awan Kosong), agaknya juga kosong
gunanya. Apa artinya kalau dipakai menghadapi musuh besarku, Si
Suling Emas?”
Kakek itu mencak-mencak, tapi masih menggerogoti daging,
116
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Kaupandang rendah sekali, ya? Hendak kulihat, kalau Suling Emas
mampu menangkapmu, aku berani mempertaruhkan kedua mataku”
Jangan kau main-main, bocah nakal. Dengan Khong-in-ban-kin sudah
terlatih sempurna, biar It-gan Kai-ong takkan mampu mengejarmu,
tahu?”
“Jadi, aku hanya akan mampu melarikan diri saja? Kau melatihku
untuk berlari-lari menyelamatkan diri kalau bertemu orang sakti?”
“Heh, apa kau kira hal itu tidak perlu? Itulah yang paling penting,
menyelamatkan diri lebih dulu. Apa artinya pandai memukul orang kalau
akhirnya kita pun kena pukul mampus? Ilmu pukulan Khong-in-liu-san
itu, jangan kaupandang ringan. Dengan mempelajari ini, sekarang
kepandaianmu sudah lipat menjadi sepuluh kali daripada yang sudahsudah,
kau tahu?”
Tentu saja Lin Lin tidak percaya akan hal ini, akan tetapi diam-diam ia
girang juga.
“Apa kau kira sekarang aku sudah dapat melawan Suling Emas?”
Kim-lun Seng-jin membelalakkan kedua matanya dengan alis
diangkat.
“Enak saja bicara” Melawan segala macam penjahat masih boleh, tapi
menghadapi dia? Kaukira orang macam apa Suling Emas itu?”
“Orang apa sih dia? Bagaimana kepandaiannya?”
“Dia sih orang biasa saja, tapi ilmu kepandaiannya hebat. Sukar
dipegang ekornya. Dia orang yang seperti juga aku, tidak mau
berdekatan dengan keramaian. Selalu bekerja dengan diam-diam secara
rahasia. Aku sendiri pun hanya mengetahuinya sebagai Suling Emas,
orang muda yang amat lihai, tapi siapa dia sebetulnya tidak ada orang
tahu. Entah dari mana datangnya, hanya dunia kang-ouw mengenalnya
selama tujuh delapan tahun ini.”
“Kenapa kau mengira bahwa mungkin dia yang membunuh orang tua
angkatku, Kek?”
“Orang macam dia itu bisa berbuat apa saja. Pendeknya, tidak ada
yang mengherankan andaikata mendengar pada suatu hari bahwa Suling
117
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Emas membunuh Kaisar, atau membunuh ketua Kun-lun-pai. Sepak
terjangnya tidak dapat diikuti orang. Mungkin orang tuamu dibunuhnya
karena ada kesalahan terhadapnya, mungkin juga karena sikap Ayahmu
terhadap kerajaan, atau pun karena urusan lain, siapa bisa tahu?”
“Kek apakah dia benar-benar lihai?”
“Dia hebat.”
“Kau takut terhadap Suling Emas?”
Kakek itu mencak-mencak lagi, tulang kelinci yang sudah tak
berdaging lagi digigit pecah dan disedot sumsumnya.
“Takut apa? Kim-lun Seng-jin tidak pernah mengenal takut.”
“Kalau begitu kau berani melawannya? Kau dan dia siapa lebih lihai,
Kek? Apa kau bisa menangkan dia?”
“Jangan kaukira bisa mengadu aku dengan Suling Emas. Tentu saja
kalau dia mengganggumu, aku akan turun tangan. Akan tetapi aku tidak
bisa memastikan apakah aku akan menang. Betapapun juga saat ini
ingin aku mencoba kepandaiannya.”
“Kalau begitu, mari cepat kita mencarinya di kota raja, Kek. Kau
bilang dia berada di sana, bukan?”
“Kira-kira begitulah. Akan tetapi orang macam dia memang sukar
diikuti bayangannya. Kita lihat saja nanti, di kota raja kita dapat mencari
keterangan tentang dia. Sebaiknya kau melatih lagi ilmu pukulan itu.”
Demikianlah, sambil melakukan perjalanan mencari Suling Emas, Lin
Lin terus dilatih ilmu silat oleh Kim-lun Seng-jin dan tanpa disadarinya
sendiri kepandaian Lin Lin meningkat dengan cepat. Gadis ini sama
sekali tidak sadar bahwa Kim-lun Seng-jin sengaja mengambil jalan
memutar, melalui gunung-gunung dan hutan-hutan sehingga waktu
yang mereka pergunakan untuk sampai di kota raja menjadi lima kali
lebih panjang, perjalanan menjadi amat jauh dan sukar. Kakek ini
sengaja berbuat demikian karena ia ingin melihat Lin Lin dapat melatih
diri sampai matang dalam ilmu silat itu sehingga keselamatan Lin Lin
dapat terjaga. Sering kali, di waktu mereka tidur dalam hutan, kakek itu
118
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
duduk dan memandang wajah Lin Lin sampai berjam-jam. Kakek itu
menarik napas panjang dan menggeleng-geleng kepala.
“Serupa benar.. serupa benar..”
Kita tinggalkan dulu Lin Lin yang melakukan perjalanan bersama Kimlun
Seng-jin dan mari kita menengok keadaan Bu Sin dan Sian Eng.
Kakak beradik ini juga cepat meninggalkan An-sui, menuju ke kota raja
untuk mencari kakak mereka yang selamanya belum pernah mereka
lihat, seorang yang bernama Kam Bu Song.
Dua orang ini melakukan perjalanan dengan cepat, akan tetapi
sekarang jauh berkuranglah kegembiraan mereka di perjalanan setelah
Lin Lin tidak berada di dekat mereka. Malah keduanya agak muram
wajahnya, karena biarpun Lin Lin hanya seorang adik angkat, namun
mereka amat mengasihinya. Terutama sekali Bu Sin selalu berkerut
keningnya. Dia adalah saudara tertua dan dialah yang merasa
bertanggung jawab atas keselamatan Lin Lin. Sekarang gadis itu pergi
tanpa diketahuinya ke mana. Kalau sampai terjadi sesuatu yang tidak
baik, bukankah dia yang bertanggung jawab dan pula dia yang kelak
disalahkan, baik oleh kakak tirinya, Kam Bu Song, maupun oleh bibi
gurunya yaitu Kui Lan Nikouw. Akan tetapi teringat akan bunyi surat
yang ditinggalkan Lin Lin di kamar penginapan, dan mengingat akan
pesan suami isteri Hou-han itu yang menyatakan bahwa Kim-lun Sengjin
adalah seorang sakti, hatinya menjadi agak lega.
Kota raja Kerajaan Sung tidak jauh lagi dan dengan melakukan
perjalanan cepat, dalam waktu sepekan saja Bu Sin dan Sian Eng sudah
memasuki kota raja. Ketika masih tinggal bersama ayahnya di
Pegunungan Cin-ling-san di dusun Ting-chun sebelum ayahnya tewas,
bekas Jenderal Kam sering kali mendongeng kepada tiga orang anaknya
tentang keadaan kota raja yang amat ramai dan indah. Memang dahulu,
Jenderal Kam Si Ek biarpun bertugas di Shan-si, namun ia adalah
seorang pejabat pemerintah Kerajaan Sung karena pada masa itu,
Kerajaan Hou-han belum bangkit dan wilayah Shan-si masih termasuk
wilayah Sung.
119
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Oleh karena pernah mendengar tentang kota raja ini, ketika
memasuki kota raja, Bu Sin dan adiknya merasa gembira dan kagum,
akan tetapi tidak terheran-heran seperti orang-orang desa yang baru
pertama kali selama hidupnya memasuki kota raja yang besar. Mereka
berdua mencari rumah penginapan, kemudian mulailah mereka dengan
penyelidikan mereka, bertanya ke sana ke mari, tentang diri seorang
pemuda bernama Bu Song, she Liu. Bu Sin dan adiknya masih teringat
akan penuturan bibi guru mereka betapa Bu Song pernah menempuh
ujian di kota raja ini dengan menggunakan she Liu, yaitu she ibunya.
Orang pertama yang mereka tanyai adalah seorang guru sastra yang
membuka sekolah bagi calon-calon pengikut ujian seorang laki-laki yang
sudah berusia enam puluh tahun lebih. Memang Bu Sin selalu berhatihati
dan ia amat cerdik dan pandai mencari keterangan. Tidak ada orang
yang lebih tepat dimintai keterangan tentang seorang penempuh ujian
belasan tahun yang lalu di kota raja selain seorang guru sastra yang
sudah tua.
Akan tetapi guru sastra itu menggeleng kepalanya dan mengerutkan
kening.
“Sungguh menyesal aku tidak ingat lagi akan semua nama-nama itu.
Ada ratusan orang banyaknya she Liu, dan semenjak empat belas tahun
sampai sekarang, entah sudah ada berapa ribu orang pelajar yang
menempuh ujian.”
Bu Sin dan Sian Eng kelihatan kecewa dan menyesal sekali. Malah
Sian Eng hampir menangis kalau ia ingat betapa perjalanan mereka
selain sia-sia belaka, juga mereka malah kehilangan Lin Lin. Mencari
seorang kakak belum dapat ditemukan, sekarang malah kehilangan
seorang adik dan mendengar jawaban guru tua ini, agaknya memang
tak mungkin mencari seorang yang berada di kota raja ini dan menjadi
penempuh ujian pada empat belas tahun yang lalu”
Pada saat mereka hampir putus asa itu, kakek guru tua tadi berkata
menghiburnya,

Bersambung...

No comments:

Post a Comment