Wednesday, January 25, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #021

Cinta Bernoda Darah 01 #21
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #021

Sampai lama mereka jalan berendeng, diam saja, tidak berkata-kata,
juga saling lirik saja tidak. Seakan-akan mereka saling tidak ingat lagi
bahwa di sebelah mereka berjalan seorang lain. Tentu saja tidak
demikian hal yang sebetulnya. Bok Liong sekaligus terbetot semangatnya
oleh gadis lincah ini, dan ia berjalan sambil merenung, terheran-heran
atas perubahan di dalam hatinya sendiri, mengapa ia merasakan hal
yang aneh ini, hal yang selama ia hidup belum pernah ia rasai. Adapun
Lin Lin, ia sedang mengumpul-ngumpulkan kata-kata untuk menyerang
pemuda pesek lancang ini nanti setelah mereka jauh dari hwesio tua
tadi.

Setelah mereka keluar dari dalam hutan dan berada di jalan yang
sunyi sekali, tiba-tiba Lin Lin berhenti dan berkata ketus,
“Nah, sekarang tidak ada siapa-siapa yang akan menghalangi kita
membuat perhitungan”
Pemuda itu seakan-akan baru sadar dari alam mimpi. Ia menengok
dan memandang dengan kaget.
“Perhitungan? Perhitungan apa, Nona?”
“Perhitungan apa? Pura-pura tanya lagi. Kau tadi mengajak adu cepat
berlumba merobohkan dua orang hwesio ceriwis. Siapa yang menang?
Aku” Lalu hwesio tua Siauw-lim-pai tadi memuji-muji dan minta maaf.
Memuji siapa dan minta maaf kepada siapa? Aku” Tapi kau memerintah
aku ikut denganmu” Sombong”
Bok Liong cepat menjura, sikapnya sungguh-sungguh. “Nona, harap
kau tidak main-main lagi. Maafkanlah kalau sikap dan kata-kataku
pernah menyinggungmu. Aku Lie Bok Liong adalah seorang laki-laki
sejati, dan kulihat sepak terjangmu membuktikan bahwa kau seorang
pendekar wanita yang mengagumkan. Oleh karena itu, terimalah
hormatku, Nona, dan sampai mati aku tidak nanti berani mengangkat
senjata terhadapmu lagi. Aku mengaku kalah dan menyerah.”
170
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Watak Lin Lin memang aneh. Dalam segala hal ia selalu tidak mau
kalah. Kalau orang bersikap keras terhadapnya, ia tidak mau kalah
keras, kalau orang galak, ia akan lebih galak lagi. Kini Bok Liong bersikap
merendah dan mengalah dengan suara sungguh-sungguh dan wajah
serius, ia pun tidak mau kalah”
“Nah, kau sih yang sombong tadinya. Padahal aku juga tidak
mempunyai permusuhan apa-apa dengan orang seperti kau ini. Aku tahu
kau bukan orang jahat, tapi, kalau aku tidak bersikap keras, orang
takkan mengetahui kelihaianku. Nah, kau pun kuminta maklum saja
kalau tadi aku bersikap kaku. Betapapun juga, kau telah membantuku
menghadapi hwesio-hwesio kotor tadi.”
Jantung Bok Liong berdebar-debar. Alangkah girangnya melihat
bahwa nona yang lincah galak ini kiranya dapat juga bicara dengan baik.
Ia menahan senyumnya dan berkata lagi.
“Nona, terima kasih atas pengertianmu. Kita menjadi sahabat, hal
yang amat kuinginkan semenjak aku melihat kau menghajar hwesiohwesio
ceriwis di hutan itu. Sekali lagi, namaku Lie Bok Liong, biarpun
bukan seorang tokoh besar di dunia kang-ouw, akan tetapi aku
mengenal hampir semua tokoh kang-ouw, kecuali tokoh-tokoh besar
yang masih muda seperti kau. Bolehkah aku mengetahui nama dan
julukanmu? Terus terang saja, aku yang banyak mengenal ilmu silat,
tahu akan dasar-dasar gerakan ilmu silat dari Go-bi-pai, Kun-lun-pai,
Siauw-lim-pai, Hoa-san-pai dan banyak partai persilatan lain lagi, sama
sekali buta akan ilmu silatmu yang luar biasa tadi, Nona.”
Lin Lin merasa diayun-ayun di atas awan saking bangga dan
girangnya mendengar kata-kata pujian yang keluar sejujurnya dari mulut
pemuda itu. Setelah ia pandang-pandang, pemuda berhidung pesek ini,
wajahnya menarik dan menyenangkan hati juga, sikapnya jujur dan
sopan tapi tidak bermuka-muka atau menjilat, sikap sewajarnya dari
seorang yang memasang isi hati pada wajahnya.
Timbul rasa suka di hatinya disertai kepercayaan besar. Apalagi tadi ia
mendengar bahwa Bok Liong ini mengenal hampir semua tokoh kangouw.
Siapa tahu pemuda ini bisa memberitahu kepadanya tentang Suling
171
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Emas, atau mungkin juga tentang kakaknya, Bu Song. Wajahnya
seketika berseri, matanya bersinar-sinar, bibirnya yang manis itu
tersenyum sehingga pemuda itu merasa betapa tiba-tiba kedua lutut
kakinya lemas dan gemetar”
Memang hebat daya pengaruh asmara yang mulai menggerogoti
jantung seorang pemuda. Hanya si pemuda yang bersangkutan sendiri
yang dapat merasakannya. Kalau seorang pemuda sedang bercinta,
terutama sekali kalau mulai jatuh cinta, segala sesuatu pada diri dara
yang dicintainya tampak hebat luar biasa. Kerling mata yang tajam
melebihi pedang pusaka langsung menusuk dada menembus punggung”
Senyum sepasang bibir merah membasah bagaikan seribu manis dari
madu yang memabukkan dan membuat kepalanya pening tujuh keliling
dengan mata berkunang-kunang” Kilauan gigi putih berderet rapi yang
hanya tampak sekilas di balik sepasang bibir segar, lebih ampuh
daripada sinar petir yang langsung menyambar kepala memasuki tubuh
menyelusup ke seluruh tulang sumsum” Tidaklah terlalu mengherankan
apabila Bok Lieng berdiri dengan kedua lutut gemetar ketika ia
menghadapi wajah Lin Lin yang berseri-seri itu.
“Kaukira aku seorang yang buta?” demikian Lin Lin mulai katakatanya
yang kini terdengar manis, hilang sama sekali ketusnya. “Aku
pun sekali bertemu saja tahu bahwa kau bukan orang jahat, akan tetapi
aku harus yakin dulu. Twako.. ya, lebih baik kusebut kau Twako, karena
kau tentu lebih tua daripada Sin-ko. Eh, berapa sih usiamu?”
Mau tak mau Bok Liong tersenyum, setelah gadis ini bersikap jenaka
seperti ini, ia merasa betapa sinar matahari menjadi lebih terang
daripada tadi.
“Usiaku hampir dua puluh dua tahun.”
“Nah, betul dugaanku. Sin-ko baru dua puluh tahun, aku sendiri baru
tujuh belas. Sampai di mana aku tadi? Oya, tentang nama. Namaku Lin
Lin, she.. Kam.”
“Kam Lin Lin.. indah benar namamu, Nona.”
172
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Wah, kalau kau masih menyebut nona-nonaan segala, aku pun akan
menyebutmu dengan tuan-tuanan. Bagaimana pendapatmu, Tuan
Besar?”
Bok Liong tertawa bergelak, kemudian terheran. Seingatnya, baru kali
inilah ia dapat tertawa sampai begitu keras, sampai basah kedua
matanya. Benar-benar mengherankan. Apa yang terjadi dengan dirinya?
“Habis, aku harus menyebut bagaimana? Ah, kau betul. Kau
menyebutku Twako, kalau begitu kau adikku, Moi-moi.”
“Nah, begitu baru enak bicara. Terhadap seorang tuan mana aku sudi
mengobrol begini? Lain lagi kalau terhadap seorang kakak..”
“Maksudmu, terhadap seorang sahabat baik seperti kakak sendiri,”
potong Bok Liong.
“Sama saja, apa bedanya? Twako, kulihat tadi ilmu silatmu juga hebat
sekali. Siapakah gurumu?”
Kalau orang lain yang menanyakan hal ini, tentu Bok Liong takkan
mau menerangkannya. Selama ia berkecimpung di dunia kang-ouw,
hanya beberapa orang tokoh besar saja yang tahu murid siapa pemuda
lihai ini. Akan tetapi terhadap Lin Lin yang sekaligus sudah merobohkan
jantung menawan hatinya, ia tidak berani berbohong, apalagi tidak
menjawab. Ia takut kalau-kalau gadis yang sekarang sudah “jinak” dan
baik kepadanya ini akan mengamuk lagi dan memusuhinya. Tidak ada
malapetaka baginya di saat itu yang akan lebih besar dan hebat daripada
dimusuhi Lin Lin”
“Nona.. eh, Lin-moi. Guruku terkenal dengan namanya yang
sederhana sekali, malah sesungguhnya, orang lain termasuk aku sendiri
tak pernah mengenal namanya karena ia hanya memperkenalkan she
yaitu she Gan. Karena inilah maka di dunia kang-ouw ia dikenal sebagai
Gan-lopek (Empat Tua Gan)”
Senyum di bibir Lin Lin melebar. “Gan-lopek? Hi-hik” Badut tak pernah
mandi yang pantatnya besar, kumis dan jenggotnya dijadikan sarang
semut, paling takut melihat cacing dan ular? Hi-hi-hik, geli hatiku kalau
mengenangkan dia” Lin Lin menutupi mulut dengan tangan kiri untuk
menyembunyikan tawanya.
173
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Bok Liong membelalakkan kedua matanya yang lebar,
“Apa? Kau pernah melihat Suhu?”
Lin Lin menggeleng kepala, menahan kekehnya. Agak lama baru dia
dapat bicara.
“Aku hanya mendengar ceritanya dari kakek gundul pacul. Wah,
kakek dan aku tertawa-tawa sampai perutku menjadi keras dan kakek
jatuh terguling dari atas cabang pohon.” Kembali Lin Lin tertawa
terkekeh-kekeh dan diam-diam Bok Liong menjadi tak senang hatinya
karena merasa betapa suhunya, orang yang ia anggap paling hebat di
dunia ini, menjadi buah tertawaan, sungguhpun ia cukup mengenal
suhunya sebagai orang yang luar biasa anehnya dan kadang-kadang
membuat lelucon yang luar biasa.
“Hemmm, kau pernah mendengar cerita tentang Suhu? Dan kakek
gundul pacul yang menceritakan itu, apakah dia jatuh dari cabang pohon
terus mati?”
Tiba-tiba suara ketawa Lin Lin terhenti.
“Dia? Mati jatuh dari cabang? Ah, Twako, kau benar-benar tidak
mengenal dia. Dialah yang menurunkan ilmu SERBA KOSONG kepadaku,
dia orang sakti seperti dewa. Mana bisa mati jatuh dari cabang?”
Bok Liong benar-benar tidak mengerti. Luar biasa sekali dara ini,
pikirnya. Kalau kakek gundul pacul itu mengajar ilmu, berarti kakek itu
guru si nona. Akan tetapi kenapa nona ini menyebutnya gundul pacul,
sebutan yang seakan-akan mengejek dan memandang rendah?
“Ah, kalau begitu beliau seorang sakti? Siapakah beliau itu, atau kau
juga tidak tahu namanya?”
“Tentu saja aku tahu. Dia disebut Kim-lun Seng-jin.. eh, kenapa kau,
Liong-twako?”
Lin Lin heran melihat pemuda itu meloncat seperti dipagut ular dan
matanya menjadi amat bundar dan lebar.
“Kim-lun Seng-jin? Beliau itu gurumukah?” tanya Bok Liong.
Kembali Lin Lin menggeleng kepala.
“Bukan” Bukan guruku. Dia sahabat baikku.”
174
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Makin heranlah Bok Liong. Masa, kakek sakti yang amat terkenal di
dunia ini yang tingkatnya sekelas dengan gurunya, menjadi sahabat baik
gadis ini?
“Tapi kau bilang tadi bahwa kau menerima ilmu dari padanya. Kan itu
berarti bahwa dia gurumu.”
“Bukan” Hanya kenalan biasa saja. Tapi ilmunya SERBA KOSONG
memang boleh juga.” Lin Lin bersikap seakan-akan hal itu merupakan
hal yang “bukan apa-apa” baginya, sikap ini sengaja ia “pasang” karena
melihat betapa Bok Liong terheran-heran dan agaknya amat menjunjung
tinggi Kim-lun Seng-jin”
“Serba kosong” Aneh sekali nama ilmu itu. Tapi, Lin-moi, aku percaya
bahwa ilmu yang diturunkan oleh Kim-lun Seng-jin tentulah hebat bukan
main. Ah, maafkan kalau tadi aku bersikap kurang hormat. Siapa
mengira bahwa kau adalah mur.. eh, sahabat baik Kim-lun Seng-jin
Locianpwe (Orang Tua Gagah)? Pantas saja beliau bisa bercerita tentang
Suhuku.”
Senang sekali hati Lin Lin, kebanggaannya bukan main sehingga ia
mengangkat dadanya yang sudah membusung. Karena senangnya, ia
ingin memberi sekedar hiburan kepada Bok Liong dengan kata-kata
manis.
“Tapi kakek berkata bahwa biarpun Gan-lopek itu orangnya lucu dan
merupakan seorang badut besar, namun kepandaiannya hebat. Maka
sekarang, melihat kepandaianmu, aku percaya akan kesaktiannya.”
Sekarang Bok Liong teringat akan matanya menatap ke arah pedang
yang tergantung di pinggang Lin Lin. Tadi ketika mendengar ucapan
Cheng Hie Hwesio tentang Pedang Besi Kuning, ia amat terkejut. Ia
mendengar pula tentang lenyapnya pedang pusaka itu dari gudang
pusaka istana, dan ia tadi masih terheran-heran bagaimana pedang itu
bisa terjatuh ke tangan Lin Lin. Betapapun pandainya Lin Lin, kiranya
bukanlah hal yang mudah untuk dapat memasuki istana dan mencuri
sebuah pedang pusaka. Akan tetapi sekarang terbukalah rahasia itu,
kalau gadis itu pergi bersama scorang sakti seperti Kim-lun Seng-jin, soal
memasuki istana dan mencuri pedang pusaka bukanlah merupakan hal
175
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
yang aneh lagi. Akan tetapi, ia mulai mengenal watak Lin Lin dan
karenanya ia tidak mau bertanya-tanya akan hal pedang itu, takut kalaukalau
Lin Lin akan menjadi curiga dan marah kepadanya. Sebaliknya ia
lalu bertanya.
“Lin-moi, setelah kita menjadi sahabat dan kenalan sekarang,
bolehkah aku mengetahui apa yang kau kehendaki sehingga kau
seorang diri sampai berada di tempat ini? Hendak pergi ke manakah
kau?”
Ini memang merupakan pertanyaan yang dinanti-nanti Lin Lin. Gadis
ini sudah mengambil keputusan untuk minta bantuan Bok Liong. Kakek
gundul Kim-lun Seng-jin biarpun telah mewariskan ilmu dan
mengajaknya ke kota raja, malah ke dalam istana dan mencuri pedang,
namun tidak berhasil menolong dia mendapatkan musuh besarnya, juga
kakek angkatnya. Setelah mendengar tentang sangkaan Kim-lun Sengjin
mengenal asal-usulnya dengan bangsa Khitan, makin besar keinginan
hatinya untuk bertemu dengan Bu Song, karena dialah satu-satunya
orang yang boleh diharapkan akan dapat menceritakan asal-usulnya,
karena ketika ia diambil anak oleh Jenderal Kam, tentu Bu Song sudah
besar dan dapat mengingat semua peristiwa di waktu itu.
“Liong-twako, sebelum aku menjawab pertanyaan-pertanyaanmu,
lebih dulu kaujawablah. Apakah kau akan suka membantuku?”
“Tentu saja” Dengan segala senang hati aku akan membantumu.
Apakah yang dapat kulakukan untukmu, Moi-moi?”
“Tanpa syarat?”
“Eh.. tanpa syarat bagaimana? Tentu saja, aku harus mendengar dulu
apa urusanmu itu dan apa yang harus kulakukan.”
Bibir manis itu cemberut, tapi bagi Bok Liong malah tampak makin
manis.
“Kalau begitu, tak usah kau membantuku. Ucapanmu itu menyatakan
bahwa tidak sepenuh hatimu kau berniat membantuku. Kalau sepenuh
hati suka membantu, tentu tidak akan bertanya-tanya lagi, apa saja
urusannya, akan suka membantu.”
176
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Merah muka Bok Liong mendengar celaan ini, dan diam-diam ia harus
akui bahwa ucapan gadis ini, biarpun terdengar seperti mencari menang
sendiri, namun ada benarnya juga.
“Baiklah, aku akan membantumu. Akan tetapi, Moi-moi, kau tentu
tahu bahwa biarpun untuk kau sendiri, terpaksa aku tidak mau
melakukan hal-hal yang berlawanan dengan kebenaran, ringkasnya, aku
tidak mau membantu pihak yang melakukan kejahatan..”
Bok Liong terpaksa menghentikan kata-katanya karena seketika Lin
Lin menjadi marah sekali. Gadis ini berdiri tegak, mengedikkan kepala,
kedua tangan di pinggang, pandang matanya keras.
“Sudahlah, kita tidak jadi bersahabat. Aku tidak sudi bersahabat
dengan orang yang tidak percaya kepadaku sedangkan aku amat
percaya kepadamu” Tubuhnya membalik dan berkelebat pergi.
Bukan main kagetnya hati Bok Liong. Ia pun cepat mengerahkan ginkangnya
untuk mengejar,
“Nanti dulu, Non.. eh, Moi-moi. Tunggu..” Mari kita bicara..”
Akan tetapi Lin Lin tidak mempedulikannya, terus lari kencang.
Karena ia mempergunakan gin-kang dari Khong-in-ban-kin, tentu saja
larinya cepat sekali, mengalahkan kuda betina yang kabur dikejar kuda
jantan. Dan Bok Liong sampai berkeringat karena harus mengerahkan
seluruh tenaga mengejar.
“Lin-moi.. tunggu dulu..” Aku percaya padamu..”
Lin Lin mendengar derap kaki kuda. Kiranya Bok Liong yang melihat
betapa gerakan Lin Lin amat gesit dan cepat, kembali ke tempat tadi,
meloncat ke atas punggung kudanya dan membalapkan kuda
tunggangnya itu, melakukan pengejaran. Tapi ilmu lari cepat yang
dipergunakan Lin Lin benar-benar luar biasa sekali. Kalau gadis itu sudah
matang dalam melatih Khong-in-ban-kin, kiranya pemuda itu biarpun
berkuda takkan mampu menyusulnya. Sekarang pun, sukar sekali Bok
Liong dapat menyusul. Setelah berkejaran hampir dua jam dan mereka
tiba di luar kota Pao-teng sebelah selatan kota raja, barulah Lin Lin
tersusul. Hal inipun hanya karena gadis itu kehabisan napas, terpaksa ia
berhenti dengan napas memburu. Sepasang pipinya menjadi merah
177
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
seperti buah tomat karena darahnya bergerak cepat setelah berlari
selama itu.
Bok Liong cepat-cepat melompat turun dari atas kudanya dan
menghadapi Lin Lin yang berdiri cemberut. Bok Liong kembali
mengangkat kedua tangan memberi hormat dan suaranya benar-benar
penuh bujuk rayu,
“Adikku yang baik, Moi-moi yang baik budi, maafkanlah aku yang
tolol. Aku sungguh tidak mengerti mangapa kau marah-marah kepadaku,
kalau kau suka menjelaskan, biarlah aku akan membunuh diri kalau
memang aku berbuat dosa terhadapmu.”
Di dalam hatinya, Lin Lin tertawa geli dan mengira pemuda itu
membadut. Akan tetapi karena ia masih mendongkol, ia menjawab
ketus,
“Kau sudah tidak percaya kepadaku, mengapa masih memperlihatkan
sikap bersahabat?”
“Siapa bilang aku tidak percaya, Lin-moi? Aku percaya seribu prosen
kepadamu. Percaya mati-matian dan bulat-bulat” Bok Liong sengaja
bersikap jenaka dan benar saja, dara yang memang pada dasarnya
berwatak jenaka gembira itu sebentar saja sudah hilang marahnya.
“Kaubilang percaya hanya di mulut tapi di hati kau menyangka aku
akan melakukan hal-hal jahat dan akan menyeretmu ke dalam
perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan kebenaran. Bagus, ya?
Lain di mulut lain di hati, berani sumpah tak berani mati”
Kini tiba giliran Bok Liong yang tertawa geli di dalam hatinya. Entah
dari mana dara ini memungut kata-kata sindiran yang merupakan istilah
dalam panggung sandiwara itu untuk mengukur watak laki-laki
“Wah, benar aku telah bersalah, Lin-moi, akan tetapi sungguh mati
bukan maksudku untuk tidak percaya kepadamu.”
“Nah, sekarang bunuh dirilah. Aku ingin sekali lihat” kata Lin Lin
sambil duduk di atas tanah, dibawah pohon. Peluhnya membasahi jidat
dan leher, diusapnya dengan saputangan sutera.
“Bunuh diri..? Apa maksudmu..?”
178
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Eh, pakai tanya lagi” Kan kau sendiri yang tadi berjanji hendak
bunuh diri kalau berdosa kepadaku. Nah, kau bunuh dirilah. Atau
memang kau pun termasuk golongan yang berani sumpah tak berani
mati?”
“Waduh-waduh, masa kesalahan begitu saja dianggap dosa besar
yang harus ditebus dengan nyawa? Lin-moi, harap jangan main-main.
Biarlah, aku mengaku salah dan tidak akan banyak tanya lagi. Aku akan
membantumu tanpa syarat dan tanpa tanya-tanya lagi. Sekarang
katakan, apa yang dapat kulakukan untuk membantumu? Apakah
kesukaranmu?” kata Bok Liong sambil duduk pula di atas tanah,
berhadapan dengan Lin Lin. Kudanya yang juga tampak lelah itu
beristirahat sambil makan rumput gemuk hijau di pinggir jalan, ekornya
dikebut-kebutkan ke kanan kiri mengusir lalat, kelihatan girang dan lega
kuda itu setelah tadi berlumba lari.
Kini wajah Lin Lin tampak sungguh-sungguh. Memang, ia tadi
mendongkol. Akan tetapi tidak mendalam dan puaslah ia sudah dapat
balas menggoda Bok Liong. Kini dengan suara serius ia berkata.
“Liong-twako, sebetulnya pikiranku amat bingung. Aku mencari
musuh besar tidak bertemu, mencari kakak angkatku juga tidak berhasil,
malah-malah Kakak Bu Sin dan Enci Sian Eng pun sampai sekarang tidak
bertemu kembali denganku, entah lenyap ke mana mereka itu”
Tahulah sekarang Bok Liong bahwa gadis ini adalah seorang dara
remaja yang hilang dalam arti kata, terpisah daripada dua orang
kakaknya. Ia tidak memotong, melainkan menanti gadis itu melanjutkan
penuturannya.
“Kami bertiga pergi meninggalkan dusun kami di kaki Gunung Cinling-
san, dengan niat mencari musuh besar kami, juga mencari kakak
angkatku yang semenjak kami lahir tak pernah kami temui. Celakanya,
kami bercerai-berai dan aku mencari sendiri, dibantu oleh kakek gundul
Kim-lun Seng-jin. Namun hasilnya sia-sia belaka. Kakek gundul itu
ternyata tidak becus membantuku, tak dapat membawaku kepada kakak
angkatku, juga tidak tahu di mana adanya musuh besarku. Nah,
179
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
sekarang aku minta bantuanmu, Liong-twako, bantulah aku mencari
mereka itu.”
Bok Liong tertawa. Hatinya lega bukan main.
“Ah, Lin-moi, kau ini memang suka bikin orang bingung. Kalau taditadi
kau bilang hanya bantuan seperti ini saja, tentu aku seribu kali
setuju. Akan kubantu engkau, Moi-moi. Akan tetapi, tentu saja aku harus
tahu lebih dulu siapakah gerangan mereka yang kaucari. Siapakah
musuh besarmu itu?”
“Aku sendiri juga tidak tahu, akan tetapi menurut dugaan kami, dia
adalah Si Suling Emas.”
Tiba-tiba Bok Liong meloncat sampai satu meter lebih. Mukanya
berubah dan ia memandang kepada Lin Lin dengan bengong. Lin Lin

juga meloncat dan membanting kakinya.


Bersambung...

No comments:

Post a Comment