Friday, January 27, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #022

Cinta Bernoda Darah 01 #22
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #022
=========================================
“Nah-nah-nah, kau kumat lagi” Apakah semua laki-laki memang
pengecut sehingga begitu mendengar nama Suling Emas lantas menjadi
ketakutan macam ini? Kau dan kakek gundul sama saja. Menjemukan
benar”
“Wah, kau yang kumat, bukan aku,” demikian suara hati Bok Liong.
Akan tetapi mulutnya segera berkata, “Jangan salah sangka, Lin-moi.
Aku tidak takut, hanya terheran-heran. Kau agaknya tidak tahu orang
macam apa dia itu, maka begitu mudah kau menuduh dia sebagai
musuh besarmu. Lin-moi, Suling Emas adalah seorang pendekar sakti
yang dipandang tinggi oleh para tokoh bersih di dunia kang-ouw. Masa
dia membunuh ayah bundamu?”

“Biar dipandang tinggi oleh semua orang di dunia atau dipandang
tinggi oleh para dewa sekali pun, aku tidak takut” Ihhh, semua orang
takut kepada Suling Emas. Sampai bagaimana sih kepandaiannya? Ingin
aku bertemu dengan dia dan mengajak dia duel sampai selaksa jurus”:
Bok Liong meraba-raba bawah hidungnya yang tidak berkumis untuk
menahan tawa.
180
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Baiklah, Lin-moi. Aku akan membantumu dan kurasa kalau
diusahakan benar, bukan tidak mungkin aku akan dapat
memperjumpakan kau dengan Suling Emas.”
Wajah yang cemberut itu seketika berseri dan kembali Bok Liong
merasa dadanya tergetar. Sekarang demikian hebat ia terpengaruh
sehingga jantung di dalam rongga dadanya berloncatan ke atas
kemudian jatuh kembali di tempatnya dalam keadaan terbalik” Mulutnya
sampai ternganga ketika ia memandang wajah Lin Lin, sinar matanya
sayu penuh keharuan. Baru kali ini ia menyaksikan sesuatu yang
demikian indahnya sampai mengharukan.
Akan tetapi Lin Lin mana memperhatikan hal ini? Ia sudah terlampau
girang cepat ia menyambar tangan Bok Liong, di guncang-guncangnya.
“Betul, Liong-twako? Kau bisa mencari dia? Ah, kakek gundul itu saja
tidak becus. Di mana adanya Suling Emas, Liong-ko? Jauh atau dekat?
Hayo kita segera pergi ke sana, ingin kupaksa dia mengaku tentang
pembunuhan itu”
Kembali Bok Liong tersenyum. Kini ia berani tersenyum dan ini
memudahkan ia menahan tawanya mendengar kata-kata dan melihat
sikap yang lucu ini. Benar-benar seorang dara lincah jenaka yang seperti
seekor burung baru belajar terbang, tidak tahu tingginya gunung
lebarnya lautan”
“Tidak begitu mudah, Lin-moi. Orang macam dia itu tidak mempunyai
tempat tinggal yang tetap. Akan tetapi, aku akan bertanya-tanya kepada
tokoh kang-ouw. Aku mempunyai banyak kenalan di dunia kang-ouw
dan dari mereka, kurasa akhirnya kita akan dapat berjumpa dengan
Suling Emas. Sekarang soal ke dua, tentang kakakmu itu. Siapa dia dan
bagaimana mungkin seorang kakak tidak pernah bertemu dengan adikadiknya
selamanya?”
“Kakak angkatku itu bernama Kam Bu Song, akan tetapi ketika ia
mengikuti ujian di kota raja empat belas tahun yang lalu, ia memakai
she Liu. Apakah kau bisa mencari keterangan tentang dia?”
“Kam.. Liu Bu Song? Tak pernah aku mendengar nama ini, akan
tetapi kalau empat belas tahun yang lalu dia di kota raja, tentu saja aku
181
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
tidak ingat lagi. Tentu aku masih kanak-kanak waktu itu. Akan tetapi,
aku dapat mencari keterangan di kota raja tentang dia. Sekarang, kau
hendak mencari yang mana lebih dulu? Kalau mencari kakakmu lebih
dulu, kita kembali ke kota raja. Kalau mencari Suling Emas, tidak periu
kita ke kota raja.”
Lin Lin termenung. Kedua orang itu sama pentingnya. Akan tetapi,
pertemuan dengan Kim-lun Seng-jin dan cerita tentang “Puteri Khitan”
amat menarik hatinya dan membuat ia ingin sekali segera mendengar
pemecahan rahasia ini. Pula, kalau ia mencari Bu Song di kota raja, ada
keuntungannya, yaitu sambil menanti datangnya Bu Sin dan Sian Eng.
Mereka berdua itu pasti akan datang ke kota raja pula.
“Biar kita mencari Kakak Bu Song lebih dulu, ke kota raja.” Akhirnya
ia berkata.
“Sekalian menanti munculnya Sin-ko dan Enci Sian Eng. Liong-twako,
kau baik sekali. Perlu kau kuperkenalkan dengan Sin-ko dan terutama
dengan Eng-cici. Wah, dia itu gagah perkasa, ilmu pedangnya hebat dan
dia cantik sekali, Twako” Setelah berkata demikian ia tertawa-tawa
gembira.
Merah muka Bok Liong.
“Hush, kau bicara apa ini? Kenapa kau bilang kepadaku tentang
Cicimu? Apa perlunya?”
“Ihhh, kalau aku memuji kecantikan Enciku di depanmu, apa sih
salahnya?” Ia tertawa-tawa lagi dan matanya menggoda. Bok Liong
tersenyum masam, hatinya mengeluh. Engkaulah yang cantik, tidak ada
wanita ke dua di dalam dunia ini yang dapat menggerakkan hatiku
seperti engkau, demikian suara hatinya.
“Baiklah, kita kembali ke kota raja. Akan tetapi sarung pedangmu itu
harus diganti. Biar nanti kucarikan gantinya.”
“Sarung pedang? Mengapa?” Lin Lin meraba pedangnya.
“Moi-moi, tadi aku mendengar dari kata-kata Cheng Hie Hwesio
tentang Pedang Besi Kuning yang hilang dari istana dan berada di
182
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
tanganmu. Lebih baik sarungnya yang istimewa itu diganti, sehingga
tidak akan dikenal orang.”
“Memang inilah pedang itu, kakek gundul dan aku yang
mengambilnya. Wah, kalau kau ikut tentu senang sekali, Liong-twako.
Kami berdua sikat habis semua masakan di dalam dapur istana. Wah,
enak-enak, pendeknya, selama hidup belum pernah kau merasakannya.
Sampai sakit perutku, terlalu kenyang dan perut kakek itu menjadi
busung. Dan kami.. kami menyamar seperti kucing..” Lin Lin terkekeh
gembira, menutupi mulutnya dan dengan suara terputus-putus diseling
tawa ia menceritakan pengalamannya di istana.
Bok Liong kagum bukan main. Kagum akan kehebatan Kim-lun Sengjin,
juga kagum akan manisnya mulut yang bergerak-gerak bicara itu.
Kemudian mereka berdua memasuki kota Pao-teng dan di sebuah toko
senjata, Bok Liong membeli sebuah sarung pedang untuk pedang yang
tergantung di pinggang Lin Lin. Kini pedang itu, tanpa ronce-ronce dan
dengan sarung lain, tiada bedanya dengan pedang biasa, maka tentu
tidak akan ada yang tahu bahwa itulah Pedang Besi Kuning, pedang
pusaka rampasan dari bangsa Khitan yang lenyap dari dalam gudang
pusaka istana.
Di kota Pao-teng, Bok Liong mengajak Lin Lin memasuki sebuah
rumah makan yang cukup besar dan bersih. Hari menjelang senja dan
perut mereka telah lapar. Tanpa sungkan-sungkan Lin Lin menyetujui
dan seorang pelayan segera menyambut mereka dengan hormat, apalagi
ketika melihat pedang yang tergantung di punggung Bok Liong dan di
punggung Lin Lin.
“Kau hendak makan apa, Moi-moi?”
“Apa sajalah. Setelah makan eh.. anu.. semua itu, kiranya tidak ada
makanan yang cukup bagiku.” Ia mengernyitkan hidung dan Bok Liong
maklum bahwa yang dimaksudkan Lin Lin tentu masakan-masakan di
dapur istana itu. Pelayan yang menanti pesanan mereka tentu saja tidak
mengerti apa yang dimaksudkan oleh nona yang cantik jelita dan gagah
perkasa ini.
183
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Bok Liong memesan arak wangi, nasi putih, bakmi, bakso dan
beberapa macam sayur-mayur lagi. Pesanan itu dilayani dengan cepat
sehingga beberapa menit kemudian mereka telah mulai makan minum.
Kelahapan Bok Liong dan perutnya yang sudah amat lapar itu membuat
Lin Lin dapat makan dengan enak juga, malah tidak kalah enaknya
dengan masakan-masakan dapur istana ketika ia sudah kekenyangan.
Bukanlah masakannya yang menjadi syarat mutlak untuk kelezatan,
melainkan perut lapar. Perut lapar menyedapkan setiap makanan yang
paling sederhana seakalipun”
Suara orang bercakap-cakap riuh rendah memasuki restoran itu tidak
menarik perhatian Lin Lin dan Bok Liong yang sedang enak makan, juga
ketika beberapa orang tamu memesan masakan dengan suara parau,
mereka tidak menengok dan terus makan. Akan tetapi karena tiga orang
laki-laki yang baru datang itu duduknya di meja yang berhadapan
dengan Lin Lin, mau tak mau Lin Lin dapat melihat mereka. Mendadak
gadis ini meletakkan sumpit dan mangkoknya, kemudian ia bangkit dari
tempat duduk dengan mata berapi Bok Liong melihat keadaan gadis ini,
sambil menghirup kuah dari mangkok, menoleh lalu mengerutkan
keningnya. Kiranya yang bercakap-cakap dan duduk mengelilingi meja
itu adalah tiga orang laki-laki yang pakaiannya ditambal-tambal, pakaian
pengemis gembel”
“Sssttttt, Lin-moi, tenang dan duduklah. Tak baik membuat ribut di
restoran orang, bikin kacau dan rusak barang orang saja.” bisiknya.
Lin Lin sadar, menekan perasaannya dan duduk kembali. Seorang
pelayan sedang siap untuk mengambilkan pesanan tiga orang pengemis
itu, memandang penuh kekhawatiran dan curiga kepada Lin Lin, akan
tetapi ketika melihat gadis ini duduk kembali, ia cepat-cepat pergi ke
dapur. Tidak mengherankan apabila Lin Lin kaget dan marah melihat
tiga orang laki-laki itu, karena mereka ini adalah tiga orang di antara
para pengemis yang malam-malam mengeroyok dia dan dua orang
saudaranya. Sebaliknya, tiga orang pengemis itu agaknya tidak
mengenal Lin Lin, dan hal inipun tidak aneh. Mereka baru satu kali saja
melihat Lin Lin, inipun di waktu malam dan dalam pertempuran. Apalagi
184
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
ketika itu Lin Lin ditemani oleh Bu Sin dan Sian Eng, sedangkan
sekarang hanya berdua dengan Bok Liong.
“Mereka adalah pengemis-pengemis yang dulu ikut mengeroyok
kami,” bisik Lin Lin.
Bok Liong mengangguk-angguk. Gadis itu sudah menceritakan
tentang perselisihannya dengan para pengemis yang dipimpin oleh Si
Raja Pengemis It-gan Kai-ong.
“Mereka itu tokoh-tokoh Hui-houw-kai-pang (Perkumpulan Pengemis
Harimau Terbang) dan agaknya mereka datang sebagai tamu. Wilayah
mereka bukanlah di Pao-teng sini. Lin-moi, mari kita ke luar.” Bok Liong
memanggil pelayan, membayar dan mengajak Lin Lin keluar dari
restoran.
“Lin-moi, malam ini kita sebaiknya bermalam di sini. Pengemispengemis
itu mencurigakan. Pengemis-pengemis Hui-houw-kai-pang
merupakan orang-orang kepercayaan It-gan Kai-ong. Mereka itu bekerja
untuk Kerajaan Wu-yue, kalau datang ke dekat kota raja tentu ada
maksud-maksud tertentu, sebagai mata-mata. Aku akan membayangi
mereka.”
“Liong-ko, kenapa kau akan lakukan hal ini? Apa hubunganmu
dengan urusan itu?”
Bok Liong memandang dengan sinar mata penuh perasaan ketika ia
berkata.
“Lin-moi, seorang warga negara harus setia kepada negaranya.
Demikian pula aku, harus setia kepada Kerajaan Sung. Kalau aku melihat
persekutuan yang membahayakan negara dan aku diamkan saja
bukankah itu berarti bahwa aku menjadi seorang pengkhianat? Tidak
Moi-moi, takkan kudiamkan saja kalau orang-orang Hui-houw-kai-pang
ini mempunyai niat melakukan sesuatu yang membahayakan negara.”
Kagum hati Lin Lin, Sebagai anak angkat Jenderal Kam, seorang
patriot sejati yang rela mengorbankan diri dan kebahagiaan demi
negara, tentu saja ia tahu akan hal ini, dan ia dapat menghormati sikap
ini.
185
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Malam hari itu, Bok Liong dan Lin Lin membayangi tiga orang
pengemis yang memasuki sebuah rumah gedung kecil di sebelah timur
kota Pao-teng. Rumah ini jauh dari tetangga, pekarangannya lebar dan
kelihatannya sunyi. Sebuah rumah kuno yang modelnya seperti rumah
pesanggrahan bangsawan, yang hanya ditinggali sewaktu-waktu saja.
Bagi para penduduk Pao-teng, rumah gedung mungil ini terkenal dengan
sebutan “Gedung Merah”, karena memang cat rumah itu merah. Orangorang
hanya tahu bahwa rumah itu milik seorang hanya bangsawan
muda dari An-sui yang kadang-kadang saja datang ke rumah ini di mana
ia mempunyai beberapa orang wanita penghibur yang menjadi selirselirnya.
Kalau bangsawan muda itu datang, barulah tampak kesibukan
di gedung merah ini. Tukang-tukang masak pandai dipanggil,
rombongan penghibur, penari dan penyanyi, diundang dan sering kali
diadakan pesta oleh bangsawan itu bersama selir-selirnya, kadangkadang
ditemani beberapa orang tamu.
Bangsawan muda itu bukan lain adalah Suma Boan, putera Pangeran
Suma. Memang dia seorang pemuda penghambur nafsu dan uang.
Sebetulnya, hanya kelihatannya saja Suma Boan merupakan seorang
kongcu hidung belang yang menghabiskan waktunya dengan pelesir dan
bersenang-senang. Padahal sebetulnya, dia seorang muda yang
mempunyai penuh cita-cita. Tidak sia-sia ia menjadi murid orang sakti Itgan
Kai-ong, karena tidak saja ia memiliki ilmu kepandaian tinggi,
namun juga memiliki cita-cita setinggi langit. Sudah banyak tokoh-tokoh
kang-ouw ia hubungi, dan ia menghimpun tenaga untuk sewaktu-waktu
bergerak melaksanakan tujuan dan cita-citanya, yaitu menggulingkan
kedudukan kaisar dan mengangkat diri sendiri menjadi penggantinya”
Tentu saja cita-citanya ini masih merupakan rahasia dalam hatinya
dan kiranya hanya gurunya dan pembantu-pembantunya yang paling
setia saja yang tahu. Orang lain hanya menganggap bahwa Suma Boan
adalah seorang bangsawan, putera pangeran, masih sanak dengan
kaisar, kaya raya dan royal di samping memiliki ilmu kepandaian silat
tinggi.
Maka dari itu, Bok Liong menjadi heran sekali ketika ia mengintai dari
atas genteng gedung merah bersama Lin Lin, ia melihat bahwa tiga
186
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
orang pengemis itu mengadakan pertemuan dengan Suma Boan. Hal ini
sama sekali tak pernah diduganya. Suma Boan putera pangeran yang
tinggai di An-sui itu berada di sini? Benar-benar di luar dugaannya, yang
sejak dahulu berkelana, Bok Liong mengenal siapa adanya Suma Boan,
murid It-gan Kai-ong yang lihai. Akan tetapi ia sama sekali tidak tahu
akan rahasia putera pangeran ini. Ia tidak menjadi heran karena Suma
Boan berhubungan dengan pengemis, karena guru pemuda bangsawan
itu adalah raja pengemis sendiri” Akan tetapi yang membuat ia terheranheran
adalah munculnya pemuda bangsawan itu di gedung merah,
karena tadinya ia mengira bahwa tiga orang pengemis itu hendak
mengadakan persekutuan atau pertemuan rahasia dengan musuhmusuh
Kerajaan Sung. Maka ia kecewa dan memberi isyarat kepada Lin
Lin untuk pergi dari situ.
Akan tetapi, sebaliknya wajah Lin Lin menengang ketika ia mengenal
Suma Boan. Ia malah memberi isyarat kepada Bok Liong untuk
mendengarkan percakapan mereka di bawah, lalu mendekatkan mulut
pada telinga Bok Liong sambil berbisik.
“Di rumah dia itulah aku berpisah dengan kedua kakakku.”
Mendengar ini, hati Bok Liong tertarik dan ia segera mendekam dan
mendengarkan percakapan empat orang itu.
“Mana Suhu? Kenapa tidak datang dan bagaimana hasilnya dengan
surat yang dirampas Hek-giam-lo?”
“Kai-ong-ya tidak berhasil merampas kembali, tapi memberi tahu
bahwa surat itu agaknya sudah terampas kembali oleh Siang-mou Sin-ni
dari tangan Hek-giam-lo. Sekarang Ong-ya berkenan pergi sendiri
menyelidik ke Yu-nan.”
“Apa? Suhu mendatangi wilayah Nan-cao?”
“Betul, Kongcu. Pada pertengahan bulan depan, tepat pada bulan
purnama, di sana diadakan pesta menyambut hari raya kaum Agama
Beng-kauw, sekalian memperingati hari wafat ke seribu dari Kauw-cu
(Ketua Agama) yang telah meninggal dunia. Dalam kesempatan ini,
tentu saja Kai-ong-ya dapat menghadiri karena para tokoh hitam dan
putih semua diterima dengan tangan terbuka oleh Beng-kauw.”
187
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Bagus” Suma Boan kelihatan girang sekali. “Hanya sayang sekali,
kalau Suhu memberi tahu, tentu aku akan ikut ke sana, untuk melihat
dan menambah pengalaman.”
“Kai-ong-ya berpesan agar Kongcu suka menanti kedatangan Tok-sim
Lo-tong yang sudah berjanji akan datang mengunjungi dan sudah siap
memberi bantuan untuk menghadapi Suling Emas.”
“Hemmm, si keparat itu apakah sudah dapat diketahui Suhu di mana
tempatnya kalau ia datang ke kota raja?”
“Menurut Kai-ong-ya, sering kali ia berada di dalam gedung
perpustakaan istana.”
“Heeeee” Apa itu?” Tubuh Suma Boan berkelebat, diikuti tiga orang
pengemis itu yeng sudah melompat keluar dan langsung melayang ke
atas genteng.
Kiranya tadi ketika mendengar percakapan di bawah, Bok Liong dan
Lin Lin menjadi tertarik sekali. Apalagi ketika nama Suling Emas disebutsebut,
Lin Lin menjadi begitu bernafsu sehingga ia bergerak untuk
membuat lubang lebih besar. Karena kurang hati-hati dan hatinya
tegang, gerakannya mengeluarkan bunyi dan terdengar oleh telinga
Suma Boan yang tajam.
“Keparat, berani kalian main-main di depan Lui-kong-sian?” bentak
Suma Boan sambil menerjang maju. Lui-kong-sian atau Dewa Geledek
adalah julukannya.
Bok Liong maklum akan lihainya lawan, maka cepat ia memasang
kuda-kuda dan menangkis. Dua lengan yang sama kuatnya bertemu dan
akibatnya, keduanya terpental melayang dan tentu akan roboh terguling
di atas genteng kalau tidak cepat-cepat mereka meloncat turun. Lin Lin
yang tahu bahaya, juga mendahului meloncat turun sambil mencabut
pedangnya. Baru saja kakinya menginjak tanah, tiga orang pengemis itu
sudah menerjangnya dengan tongkat, gerakan mereka cepat dan kuat.
Namun Lin Lin sudah memutar pedangnya, tampak sinar kuning
bergulung-gulung dari pedang itu menyambut datangnya tiga bayangan
tongkat.
188
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Adapun Suma Boan ketika tertangkis oleh lengan Bok Liong, terkejut
bukan main dan ia menjadi penasaran.
“Siapakah kau? Apa perlunya kau malam-malam datang seperti
pencuri?” bentaknya ketika ia sudah berhadapan dengan lawannya di
atas tanah. Sayang keadaannya agak gelap sehingga ia tidak dapat
mengenal siapa pemuda yang lihai di depannya ini.
“Suma-kongcu, suruh orang-orangmu mundur, dan kami akan segera
pergi, tidak akan mengganggumu lagi,” kata Bok Liong sambil
memandang ke arah pertempuran. Akan tetapi ia tidak khawatir akan
keselamatan Lin Lin karena tiga orang pengemis itu telah terdesak hebat
oleh sinar pedang kuning yang bergulung-gulung dahsyat.
“Enak saja bicara, berani kau datang untuk memerintahku? Ke neraka
kau” Suma Boan cepat menerjang dengan pukulan-pukulan maut.
Keistimewaan pemuda bangsawan ini adalah ilmu pukulan tangan
kosong. Tenaganya kuat dan ia memiliki banyak tipu muslihat, juga
memiliki beberapa pukulan yang mengandung tenaga beracun. Namun
kali ini ia menghadapi lawan yang tangguh, murid seorang sakti pula,
maka semua pukulannya dapat dihalau oleh Bok Liong. Karena dia
seorang pendekar yang gagah dan memang suka mengadu ilmu, apalagi
sudah lama mendengar akan nama besar Lui-kong-sian Suma Boan, Bok
Liong juga tidak mau mencabut pedangnya dan melayani lawannya
dengan tangan kosong pula. Keduanya sama kuat, sama cepat dan
masing-masing mewarisi ilmu-ilmu silat yang tinggi.
Tidak seramai dua orang jago muda ini keadaan Lin Lin dan para
pengeroyoknya. Dalam sekejap mata saja, pedangnya telah merobohkan
dua orang pengeroyok dan pengemis yang ke tiga lari ketakutan
menjauhkan diri” Diam-diam Lin Lin menjadi girang dan juga bangga. Ia
pernah dikeroyok orang-orang seperti ini, ketika bersama Bu Sin dan
Sian Eng dahulu, dan mereka bertiga amat repot menghadapi
pengeroyokan banyak pengemis. Akan tetapi sekarang, biarpun yang
mengeroyoknya hanya bertiga, namun dengan pedang curian itu dan
dengan ilmu warisan Kim-lun Seng-jin, terasa betapa lemahnya tiga
orang pengeroyoknya dan betapa mudah ia merobohkan mereka” Lin Lin
189
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
menoleh dan melihat Bok Liong masih bertanding hebat dengan pemuda

jangkung yang sombong itu.

Bersambung...

No comments:

Post a Comment