Tuesday, January 24, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #020

cinta_bernoda_darah
Cinta Bernoda Darah 01
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #020
==========================================
Memang hebat sekaii Lin Lin setelah ia mewarisi ilmu dari Kim-lun
Seng-jin. Apalagi di tangannya sekarang ada sebatahg pedang pusaka
terbuat daripada besi aji yang amat ampuh. Dengan sinar yang
menyilaukan mata, pedangnya berkelebat dan.. dua orang hwesio muda
itu berteriak kesakitan ketika cambuk-cambuk di tangan mereka itu
putus semua berikut ujung lengan baju dan sebagian daripada kulit dan
daging lengan mereka, semua terbabat oleh sinar pedang yang
menyilaukan dan berhawa dingin itu” Tentu saja mereka terkejut dan
ketakutan, lalu melarikan diri sambil memegangi kepala seakan-akan
merasa khawatir kalau-kalau kepala mereka pun akan terbabat putus”
“Bagus sekali. Benar-benar kiam-hoat (ilmu pedang) yang amat indah
dan lihai”

Lin Lin cepat menengok. Kiranya tak jauh dari tempat pertempuran
itu tampak seorang laki-laki muda duduk di atas punggung kudanya.
Pemuda ini berusia dua puluh tahun lebih, bermuka bundar dengan jidat
lebar, sepasang matanya lebar den menyinarkan kejujuran, alisnya tebal,
hidungnya agak pesek, mulutnya membayangkan keramahan. Biarpun
bukan wajah yang dapat disebut tampan, namun ia tidak buruk rupa,
bahkan wajahya yang sederhana ini menyenangkan hati orang.
Pakaiannya pun sederhana dan bersih, rambutnya digelung ke atas den
dibungkus sutera berkembang. Gagang sebuah pedang yang tampak
menandakan bahwa ia pun seorang yang tidak asing akan senjata tajam.
Juga bentuk tubuhnya yang kekar membayangkan tenaga besar.
Lin Lin masih marah. Sehabis bertemu dengan dua orang hwesio
muda yang bermulut kotor dan lancang tadi, ia mempunyai prasangka
buruk terhadap pemuda ini. Kalau laki-laki yang sudah menjadi hwesiohwesio
saja seperti tadi kurang ajarnya, apalagi yang masih muda
seperti ini” Dengan muka merah den mulut cemberut ia membalikkan
tubuh menghadapi pemuda itu, lalu menghardik.
160
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Memang kiam-hoatku indah dan lihai, juga pedangku ini cukup tajam
untuk memenggal leher setiap orang laki-laki ceriwis den kurang ajar”
Kau mau apa ikut campur?”
Ada semenit pemuda itu melongo. Matanya yang lebar itu makin
melebar ketika ia memandang Lin Lin. Terbayang pada matanya itu
kekaguman luar biasa dan sesungguhnya, ia memang kagum sekali
setelah dara ini sekarang menghadapinya. Wajah Lin Lin seakan-akan
menyihirnya, membuat jantungnya jungkir balik dan kepalanya puyeng,
matanya berkunang-kunang. Belum pernah selama hidupnya ia melihat
seorang dara seperti ini, dan belum pernah ia mengalami guncangan
seperti ini pula menghadapi seorang gadis
Lin Lin makin tidak sabar. Agaknya laki-laki ini kurang ajar pula,
duduk di atas punggung kuda dan memandangnya tanpa berkata apaapa,
memandangnya tanpa berkedip. Ia membanting kaki dan memaki,
“Apa kaukira aku ini barang tontonan maka matamu melotot terus
memandangku?”
“Bukan barang tontonan, Nona, akan tetapi tidak ada tontonan yang
lebih indah, lebih mempesona, lebih..”
“Kau lebih kurang ajar lagi” bentak Lin Lin dan tubuhnya sudah
melesat ke depan sambil mengirim serangan dengan pedangnya.
“Uiiihhhhh, ganas..” pemuda itu cepat sekali membuang diri dari atas
punggung kuda, berjumpalitan beberapa kali dan ketika kedua kakinya
sudah berdiri di atas tanah, ternyata ia telah mencabut pedangnya yang
berkilauan seperti perak.
“Baiklah, Nona. Kalau kau ingin mencoba kepandaian, mari kulayani.
Agaknya kau murid orang pandai dan patut menjadi lawanku bertanding
pedang.” Ia melambaikan tangan kiri menantang.
Dari gerakan pemuda tadi yang amat mengagumkan hati Lin Lin,
gadis inipun maklum bahwa lawannya kali ini bukanlah seorang
sembarangan, bukan macam dua orang hwesio tadi. Akan tetapi ia tidak
takut” Dan perasaannya ini ia keluarkan melalui bibirnya yang merah,
“Biar ada sepuluh orang macam engkau, aku tidak gentar”
161
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Ha-ha-ha, ada satu saja orang macam aku sudah terlalu repot
bagimu, apalagi ada sepuluh orang” pemuda itu berkelakar, akan tetapi
ia harus cepat-cepat menggerakkan pedangnya menangkis karena
dengan gerakan seperti seekor burung walet, gadis itu sudah
menerjangnya.
“Trang-trang-tranggggg..” Tiga kali pedang mereka saling beradu,
menimbulkan bunga api yang muncrat ke sana-sini. Keduanya cepat
menarik pedang masing-masing dan lega hati mereka ketika mendapat
kenyataan bahwa pedang mereka tidak rusak oleh pertemuan keras
lawan keras tadi. Masing-masing kagum dan juga kaget. Apalagi Lin Lin.
Tadi ia sudah mengerahkan tenaga Khong-in-ban-kin, dan ia maklum
bahwa tenaga yang terdapat dalam ilmu ini luar biasa besarnya. Tadi ia
gunakan sedikit saja untuk menghadapi dua orang hwesio, sekali babat
saja cambuk-cambuk itu putus semua.
Sekarang ia pergunakan tenaga ilmu ini dalam mengadu pedang,
sedangkan di tangannya adalah pedang pusaka pula, mengapa pedang
lawannya tidak menjadi rusak dan tidak terpental? Ini hanya menjadi
bukti bahwa pemuda pesek ini selain memiliki pedang yang ampuh juga
memiliki kepandaian tinggi, dapat melawan terjangan tenaga Khong-inban-
kin. Apakah kakek gundul pelontos Kim-lun Seng-jin yang
membohonginya dan membual tentang kelihaian Khong-in-ban-kin?
Kakek itu bilang bahwa jarang ada lawan yang akan dapat mengimbangi
kecepatan dan kekuatan tenaga dalamnya kalau ia mengerahkan Khongin-
ban-kin, akan tetapi sekarang, baru saja bertemu dengan seorang
pemuda pesek, ilmunya itu seakan-akan tiada artinya lagi.
Di lain pihak, Si Pemuda juga kaget dan tercengang di samping
kekagumannya yang menjadi-jadi. Tadinya ia mengira bahwa dara lincah
itu hanya memiliki gerakan yang amat cepat dan ilmu pedang yang
tinggi saja, maka dengan mudah dapat mengalahkan dua orang hwesio
kurang ajar tadi. Siapa kira, dalam pertemuan pedang tadi ia mendapat
kenyataan bahwa dalam hal tenaga, gadis itu tidak usah mengaku kalah
terhadapnya, juga pedang di tangannya itu adalah pedang ampuh yang
dapat menahan pusakanya sendiri. Padahal pusakanya ini adalah pedang
162
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Goat-kong-kiam (Pedang Sinar Bulan) yang jarang bandingannya,
pedang pusaka pemberian suhunya.
“Wah karena pedangmu ampuh kau jadi sombong, ya? Awas
lehermu” Lin Lin membentak dan segera gadis ini mainkan Khong-in-liusan
untuk menerjang lawannya. Hebat terjangannya ini, pedangnya
berubah menjadi sinar kuning bergulung-gulung, makin lama makin
tebal merupakan segunduk awan bergerak perlahan mengurung diri
pemuda itu dari segala jurusan.
Pemuda itu mengeluarkan seruan tertahan. Benar-benar tak
disangkanya gadis ini sedemikian lihainya. Ia pun lalu bersilat dengan
pedangnya, ilmu silat yang aneh, gerakan-gerakannya lucu dengan
tubuh megal-megol seperti seorang pelawak beraksi di atas panggung
wayang. Hampir saja Lin Lin tak dapat menahan ketawanya
menyaksikan gerakan aneh dan lucu ini. Akan tetapi ia pun terheranheran
karena ke manapun juga pedangnya menyambar, selalu dapat
dielakkan atau ditangkis oleh pemuda yang gerak-geriknya aneh ini. Ia
sama sekali tidak tahu bahwa pemuda itu banyak mengalah, hanya
mempertahankan diri daripada serangan-serangannya yang dahsyat,
tidak berusaha membalas sungguh-sungguh. Memang pemuda itu tidak
ingin merobohkan Lin Lin, kekagumannya terhadap gadis itu membuat ia
mengalah dan hanya ingin menguji kepandaian orang
“Hebat.., hebat.. kiam-hoat yang luar biasa” berkali-kali pemuda itu
memuji. Akan tetapi, makin dipuji makin marahlah Lin Lin karena pujian
itu ia anggap sebagai ejekan. Mana bisa ilmu pedangnya dipuji kalau
sama sekali tidak mampu mendesak lawan?
“Balaslah” Seranglah” Kau kira aku takut? Kalau kau bisa
mengalahkan aku, baru kau laki-laki sejati” Ia menantang. Ia berbesar
hati karena ia memiliki ilmu Khong-in-ban-kin dan dengan ilmu ini ia
dapat menggunakan gin-kang yang sempurna sehingga ia tidak khawatir
akan termakan pedang lawan.
Seperempat jam sudah mereka bertanding. Kuda tunggangan
pemuda itu menjadi gelisah, berkali-kali meringkik ketakutan. Pemuda
itu gemas juga. Gadis ini amat menarik hatinya, dan ia tidak tega untuk
163
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
merobohkan atau mengalahkannya. Akan tetapi kalau tidak “diberi rasa”,
tentu tidak tahu akan kelihaiannya, demikian ia pikir, bangkit harga
dirinya sebagai seorang laki-laki.
“Baiklah, Nona, lihat pedangku”
Ia memutar pedangnya cepat sekali dan mengerahkan tenaga untuk
mendesak dan menindih gulungan sinar pedang lawan.
Memang hebat pemuda ini. Amat kuat tenaga desakan hawa dan
sinar pedangnya, mengejutkan hati Lin Lin. Namun cepat gadis ini
menggunakan Khong-in-ban-kin, tubuhnya begitu seakan-akan
bayangan, dengan lincahnya ia menyelinap di antara sinar pedang.
Sungguhpun harus ia akui bahwa semua serangannya sekarang gagal
dan buyar, tidak ada kesempatan lagi, namun ia tetap dapat
mempertahankan diri daripada desakan lawan. Makin keras pemuda itu
menekan, makin lincah gerakan Lin Lin sehingga pemuda itu selain kaget
juga heran dan bingung. Tahulah ia sekarang bahwa dara lincah ini
adalah murid seorang sakti, karena hanya beberapa orang saja di dunia
kang-ouw, boleh dihitung dengan jari jumlahnya, yang akan dapat
menghindarkan diri daripada tekanan pedangnya seperti ini.
Pada saat itu, terdengar bentakan keras,
“Susiok (Paman Guru), inilah iblis betina liar itu”
“Hemmm, hemmm, agaknya mengandalkan kecantikannya. Lihat
pinceng menangkapnya”
“Mari kita berlumba, Sute, aku pun timbul kegembiraan hendak
menangkap gadis liar ini” sambung suara ke dua.
“Hee, Sicu, harap mundur. Biarkan pinceng berdua main-main dengan
budak ini”
Pemuda itu dan Lin Lin biarpun masih saling gempur, otomatis kini
mengendurkan gerakan dan melirik. Kiranya yang datang adalah dua
orang hwesio muda yang tadi, yang berdiri agak jauh, akan tetapi kini
mereka datang bersama dua orang hwesio setengah tua yang bertubuh
tinggi besar dan keduanya memegang sebatang tongkat hwesio yang
panjang dan terbuat daripada baja. Kedua orang hwesio ini sombong
164
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
sekali lagaknya dan agaknya mereka memandang rendah kepada
pemuda itu dan Lin Lin.
Tanpa memberi kesempatan lagi, dua orang hwesio setengah tua itu
menerjang maju dari kanan kiri mengeroyok Lin Lin” Benar-benar tak
tahu malu, pikir Lin Lin, suaranya saja hendak berlumba untuk
menangkapnya, kiranya mereka itu hanya ingin mengeroyok
mengandalkan senjata yang panjang dan berat. Mana ada orang yang
hendak “menangkap” menggunakan tongkat yang begitu panjang dan
berat?
Akan tetapi ketika ia mengayun pedang dengan putaran lebar,
sekaligus menangkis dua batang tongkat itu, terdengar suara keras,
bunga api berpijar dan Lin Lin merasa betapa telapak tangannya
tergetar. Ia kaget dan diam-diam ia mengeluh. Kiranya di samping
kesombongan mereka, dua orang hwesio ini memiliki tenaga lwee-kang
yang hebat” Cepat ia menggerakkan tubuh dan dengan mengandalkan
kelincahannya, kini ia menghadapi dua orang pengeroyoknya, lupa
bahwa lawan lamanya, pemuda itu, kini berdiri menonton dan tidak
menyerangnya lagi.
“Tahan senjata” Melihat gerakan, Ji-wi Suhu adalah hwesio-hwesio
Siauw-lim. Betulkah?”
Dua orang hwesio setengah tua itu melompat mundur, menahan
tongkat mereka lalu memandang pemuda itu. Lin Lin tidak peduli, akan
tetapi ia pun tidak sudi menyerang orang yang menarik senjatanya,
maka dengan pedang melintang di depan dada, ia hanya memandang,
sikapnya gagah.
“Kami memang betul hwesio-hwesio Siauw-lim. Kau siapakah, Sicu,
dan apa yang hendak kau katakan kepada kami?”
“Siauw-lim-pai adalah partai persilatan yang selalu menjunjung
kebenaran dan keadilan, yang selalu bersih dan terkenal sebagai pusat
orang-orang beribadat yang berilmu tinggi. Akan tetapi mengapa Ji-wi
Suhu datang-datang menyerang seorang wanita?”
“Gadis liar ini menghina murid-murid keponakan kami”
165
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Hemmm, pemutarbalikan fakta yang menjijikkan” Adalah dua orang
hwesio itulah yang kurang ajar, mengeluarkan kata-kata yang tidak
sopan terhadap wanita terhormat. Ji-wi Suhu akan membersihkan nama
partai kalau sekarang juga memberi hukuman kepada murid-murid
sendiri, daripada menyerang orang yang tidak berdosa.”
“Orang muda, kau siapakah, berani bicara lancang, memberi kuliah
kepada kami?”
Pemuda itu tersenyum.
“Aku she Lie bernama Bok Liong, orang biasa saja. Akan tetapi aku
mengenal baik Cheng Han Losuhu, dan pedangku Goat-kong-kiam ini
selalu menghendaki kebenaran dibela oleh orang-orang gagah.”
Cheng Han Hwesio adalah ketua Siauw-lim-pai, maka mendengar
disebutnya nama ini, kedua orang hwesio itu menjadi kaget sekali.
Mereka khawatir kalau-kalau pemuda ini akan mengadu, dan memang
akhir-akhir ini banyak sekali anak buah para hwesio yang tersesat,
mabuk oleh kesenangan duniawi dan mempergunakan kesempatan
selagi negara kacau dan ketua dari pusat tidak sempat melakukan
pengawasan, mereka mengumbar nafsu jahatnya. Terutama sekali yang
menimbulkan keadaan memalukan dan buruk ini adalah para penjahat
dan pelarian yang menyembunyikan diri dengan jalan mencukur
rambutnya dan memakai jubah pendeta, tinggal bersembunyi di
kelenteng-kelenteng. Merekalah yang menjadi “guru” dan menyeret para
hwesio muda yang belum teguh batinnya dan masih lemah imannya ke
jalan sesat. Dua orang hwesio ini hanya merupakan kepala dari sebuah
kelenteng kecil, sudah terlalu lama berkecimpung di dalam keduniaan,
maka hanya pada lahirnya saja seperti pendeta, namun batinnya sudah
menjadi penjahat-penjahat hamba nafsu buruk.
“Keparat, kau benar kurang ajar” Kaukira kami takut padamu? Sute,
kau hajar dia ini, biar pinceng menangkap Nona liar. Kalau tidak diberi
hajaran, tidak akan kapok orang-orang muda kepala batu ini”
Dua orang hwesio Siauw-lim-pai itu terlalu memandang rendah orang
muda. Mereka mengandalkan kepandaian yang tinggi dan senjata
tongkat yang berat, pula, memang ilmu tongkat atau ilmu toya dari
166
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Siauw-lim-pai amat terkenal kuat. Namun, pemuda itu adalah murid
orang sakti, juga Lin Lin telah menerima gemblengan dari seorang sakti
yang tingkatnya sejajar dengan ketua Siauw-lim-pai di pusat sendiri”
Maka kalau mau dibuat perbandingan, tingkat dua orang hwesio itu
masih jauh di bawah.
“Aku tidak ingin kau bantu” seru Lin Lin sambil menggerakkan pedang
menghadapi serangan seorang hwesio.
“Siapa membantumu, Nona? Aku pun diserang oleh hwesio palsu ini”
jawab pemuda yang bernama Lie Bok Liong itu sambil menggerakkan
pedang pula menandingi lawannya.
Pertempuran seru terjadi, terpecah menjadi dua. “Nona, adu ilmu
antara kita boleh ditentukan sekarang. Siapa yang lebih dulu
mengalahkan lawan, dia yang lebih unggul antara kita” pemuda itu
berseru.
“Baik, seorang laki-laki tidak melanggar janjinya” seru Lin Lin girang.
Gadis ini sebentar saja dapat melihat kelemahan lawan dan ia yakin akan
dapat merobohkannya dalam waktu cepat, maka usul pemuda itu
diterimanya dengan girang. Melihat tongkat itu menyodok ke arah
dadanya, Lin Lin sengaja berlaku lambat, membiarkan lawan lengah dan
kegirangan. Beberapa senti meter sebelum ujung tongkat mengenai
dadanya, tiba-tiba ia miringkan tubuhnya menggunakan jurus Pek-wanhian-
ko (Lutung Putih Berikan Buah) dari ilmu silat ayahnya, tangan
kirinya menangkis dengan jari-jari terbuka, dan pedangnya bergerak
cepat ke depan. Inilah gerakan dari Khong-in-liu-san, yang tidak terduga
dan amat cepat datangnya. Hwesio lawannya itu menjerit kesakitan,
tongkatnya terlepas dan pangkal lengannya terobek pedang sampai
kelihatan tulangnya.
Sambil tersenyum manis tapi penuh ejekan, Lin Lin membalikkan
tubuh memandang ke arah pemuda pesek itu, siap untuk mengejek dan
berbangga akan kemenangannya. Akan tetapi tiba-tiba wajahnya
berubah merah sekali. Apa yang dilihatnya? Pemuda itu ternyata sudah
lebih dulu merobohkan lawannya, hwesio lawan pemuda itu sudah rebah
dengan pundak berdarah”
167
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Nona, kita berhasil dalam waktu yang sama. Hayo kita berlumba
merobohkan dua orang hwesio ceriwis itu”
Lin Lin melihat betapa hwesio muda yang dua orang tadi telah
melarikan diri tunggang-langgang melihat betapa kedua orang paman
guru mereka telah roboh” Karena dua orang hwesio muda itu yang
menjadi biang keladi pertempuran, dan dua orang hwesio itu yang
sebenarnya amat kurang ajar, Lin Lin menjadi marah sekali dan
tubuhnya berkelebat melakukan pengejaran. Ia melihat sesosok
bayangan dengan cepat juga berkelebat di sampingnya. Tahu bahwa
pemuda pesek itu tidak mau kalah, Lin Lin mengerahkan gin-kangnya
dan di lain saat ia sudah tiba di belakang dua orang hwesio itu.
Pedangnya menyambar dan dua orang hwesio itu menjerit, roboh
terguling. Dua orang hwesio muda itu terluka pahanya.
Karena menganggap bahwa dua orang hwesio itu jahat sekali, Lin Lin
kembali menggerakkan pedang hendak membunuh mereka.
“Tranggg” Bunga api berpijar ketika pedangnya bertemu dengan
pedang di tangan Lie Bok Liong.
“Nona, harap jangan bunuh mereka. Mereka adalah hwesio-hwesio
Siauw-lim”
“Hwesio Siauw-lim atau hwesio-hwesio langit, siapa takut? Mereka ini
jahat, kalau hwesio-hwesio tua Siauw-lim-pai membela mereka, berarti
mereka pun jahat”
“Omitohud.. kasar akan tetapi harus diakui kebenarannya..” terdengar
seruan suara halus dan tahu-tahu di depan mereka telah berdiri seorang
hwesio tua yang putih semua jenggotnya, akan tetapi mukanya masih
segar kemerahan seperti seorang muda. Hwesio ini berjubah kuning,
memegang sebuah tongkat pendeta dan sinar matanya berpengaruh
penuh wibawa. Melihat hwesio ini, Lie Bok Liong segera mengangkat
kedua tangan ke depan dada memberi hormat.
“Cheng Hie Losuhu” Kebetulan sekali Losuhu datang. Kami dua orang
muda telah berselisih faham dengan beberapa orang anak murid Siauwlim-
pai, harap Losuhu memberi kebijaksanaan.”
168
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Lie-sicu tak perlu bersikap sungkan. Pinceng yang tua sudah melihat
dan mendengar semua. Memang sudah pinceng dengar kenakalan
empat orang anak murid ini, akan tetapi baru sekarang pinceng melihat
buktinya.”
Kemudian ia mengalihkan pandang mata kepada Lin Lin dan berkata,
“Nona, kepandaianmu hebat bagi seorang semuda Nona. Memang
pantas sekali Pedang Besi Kuning berada di tanganmu” Dua orang anak
murid Siauw-lim-pai yang durhaka ini telah melakukan kesalahan
kepadamu, harap Nona sudi memberi maaf, biar pinceng nanti yang
akan menghukum mereka.”
Lin Lin kaget bukan main. Hwesio tua ini dapat mengetahui
segalanya, bahkan tahu pula tentang pedangnya, pedang curian dari
gudang istana. Tentu seorang yang berilmu tinggi, pikirnya. Ia memang
marah kepada dua orang hwesio yang kurang ajar itu, akan tetapi
sekarang sudah ada pentolan Siauw-lim-pai yang mengurus dan hendak
menghukum, hatinya puas.
“Terserah kepada Losuhu. Aku percaya Losuhu akan benar-benar
memberi hukuman berat, kalau tidak, berarti Losuhu membantu orang
jahat”
Muka hwesio tua itu berubah agak pucat, akan tetapi ia hanya
tertawa dan menjura. Lie Bok Liong lalu mengajak Lin Lin pergi,
“Marilah, setelah ada Cheng Hie Losuhu, tentu mereka akan
mendapat bagian mereka. Cheng Hie Losuhu terkenal sebagai pengawal
tindak-tanduk dan sepak terjang para anak murid Siauw-lim-pai dan
dunia kang-ouw mengenal belaka kebijaksanaan dan keadilannya.
Losuhu, perkenankan kami pergi.”
Cheng Hie Hwesio menggerakkan tangannya, mengangguk-angguk.
“Pergilah.. pergilah dengan hati-hati, orang-orang muda. Doa restu
dan berkahku mengiringi kalian berdua..”
Lin Lin tercengang, hendak marah kepada pemuda pesek itu. Enak
saja, pikirnya, ajak-ajak seakan-akan dia itu memang teman
seperjalanan. Kenal pun tidak” Akan tetapi melihat sikap hwesio yang
169
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
amat halus dan baik itu, tak enak hatinya menimbulkan ribut di
depannya. Ia pun mengangguk dan berjalan pergi bersama Lie Bok
Liong yang menuntun kudanya.

Bersambung...

No comments:

Post a Comment