Monday, January 23, 2017

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #019

Cinta Bernoda Darah 01
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #019
==========================================
Lin Lin cepat melompat masuk, akan tetapi baru saja kakinya
menginjak lantai di sebelah dalam gedung itu, dari kanan kiri
149
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
menyambar dua batang anak panah. Baiknya dara ini sudah melatih
Khong-in-ban-kin secara tekun sehingga gin-kangnya sudah jauh lebih
tinggi daripada dahulu, sudah lipat entah berapa kali. Anak-anak panah
itu cepat sambarannya, namun ia lebih cepat lagi, dengan gerakan gesit
ia telah melompat maju di antara sambaran anak panah, terus ke depan
sehingga anak-anak panah dari kanan kiri itu meluncur lewat di belakang
punggungnya”

Tanpa menghiraukan lagi anak-anak panah itu, kini Lin Lin berdiri
kagum memandang senjata-senjata yang dipasang berderet-deret di
sepanjang dinding. Bukan main indahnya senjata-senjata itu. Tombaktombaknya,
ruyung, golok, pedang, toya dan banyak sekali macamnya,
rata-rata merupakan senjata pilihan, kuno dan terbuat daripada besi aji
yang mempunyai cahaya dan hawa yang ampuh. Akan tetapi pandang
mata Lin Lin lekat pada sebatang pedang tipis yang tergantung di
dinding sebelah kiri. Pedang ini kecil dan tipis, sarungnya daripada kulit
harimau, gagangnya kecil dan dihias ronce-ronce merah. Seperti dalam
mimpi, kedua kakinya bergerak menghampiri dinding sebelah kiri,
kemudian ia mengulur tangan kanan, merenggut pedang yang
tergantung pada dinding itu. Ringan sekali pedang ini, akan tetapi begitu
ia tarik dari dinding, tiba-tiba dari atas melayang turun sebuah benda
besar dan berat, meluncur cepat akan menghantam dirinya”
Karena benda itu cepat sekali datangnya, Lin Lin yang sudah
memegang pedang di tangan kanan, tak sempat mengelak lagi.
Terpaksa ia mengerahkan tenaga Khong-in-ban-kin, tangan kirinya
menangkis dan.. terdengar suara keras, batu besar yang meluncur turun
itu pecah oleh tangkisan Lin Lin yang disertai tenaga Khong-in-ban-kin”
Saking kagetnva karena pecahnya batu itu menerbitkan suara keras
dan berisik, Lin Lin cepat melompat keluar lagi dari gudang itu dan di
lain detik ia sudah tiba di luar kamar.
“Kek, aku pilih pedang ini..” katanya terengah-engah.
Kim-lun Seng-jin membelalakan kedua matanya. “Tepat” Kau tahu
pedang ini? Inliah Pedang Besi Kuning pedang rampasan dari bangsa
150
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Khitan ratusan tahun yang lalu” Wah-wah, kalau ini tidak ajaib namanya,
tak tahu lagi aku harus disebut bagaimana.”
Pada saat itu terdengar suara gembreng dipukuli gencar tanda
bahaya”
“Hayo kita pergi”
Kim-lun Seng-jin maklum akan adanya bahaya kalau para jagoan
istana ke luar, maka ia tidak mau main-main lagi. Tangannya
menyambar Pergelangan tangan Lin Lin dan mereka melesat lari secepat
terbang menuju ke pagar tembok, melompati pagar tembok dan
melayang keluar. Kiranya di luar sudah berkumpul para penjaga yang
melakukan pengepungan. Namun beberapa kali kakek itu menggerakkan
tangan, banyak penjaga roboh dan mereka dapat lari menghilang dalam
gelap. Beberapa menit kemudian mereka sudah berada di dalam kuil
kuno kembali.
Mereka duduk dekat api unggun. Kakek itu menghunus pedang dan
tampak sinar kuning menyilaukan mata. Dan mendadak tampak
sepasang mata kakek itu berlinang air mata, kemudian ia mencium mata
pedang itu. Lin Lin memandang dengan heran.
“Kek, kau pernah mengatakan bahwa aku seperti seorang gadis
Khitan. Kau sendiri bilang mempunyai gigi dan hidung bangsa Khitan.
Kemudian pedang ini kaukatakan dahulu berasal dari bangsa Khitan.
Kakek yang baik, apakah artinya ini semua? Bangsa apakah Khitan itu?
Apakah kau mengenal pedang ini?”
Kakek itu mengusap dua butir air matanya, lalu memasukkan pedang
tipis tadi ke dalam sarung, menyerahkannya kepada Lin Lin.
“Kau simpan baik-baik pedang ini dan sembunyikan di balik jubahmu.
Sekarang kaudengarkan ceritaku. Bangsa Khitan adalah bangsa yang
gagah perkasa, bangsa yang selalu merantau karena ingin menikmati
kebebasan alam, tidak mau terikat oleh apa pun juga. Mereka adalah
bangsa besar, hidup bahagia dan tidak mau diperbudak oleh harta dunia
dan kemuliaan duniawi. Akan tetapi sayang, betapapun juga, masih saja
nafsu setan menguasai hati, dan timbullah perebutan kekuasaan, yang
kuat ingin menjadi pemimpin. Dahulu, puteri kepala suku bangsa Khitan
151
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
adalah muridku. Tayami, ah, anak baik dia, gagah perkasa dan aku tidak
kecewa mempunyai murid seperti dia. Dia itu puteri tunggal raja kami
yang bijaksana, gagah dan adil, tidak mau tunduk kepada raja-raja lain,
memimpin suku bangsanya dengan penuh kasih sayang, membawanya
ke daerah-daerah yang subur. Akan tetapi, dia mempunyai banyak
saudara, dan para saudaranya inilah yang menaruh iri hati, ingin
merebut kekuasaan sehingga selalu terjadi perebutan kekuasaan. Aku
sendiri tidak sudi terlibat, tidak suka aku akan pengumbaran nafsu
hendak menjadi penguasa dan mencari kemuliaan kedudukan. Pernah
kuanjurkan raja yang menjadi ayah muridku itu untuk mengalah saja,
memberikan kedudukan pemimpin kepada adiknya yang amat ingin
menjadi raja. Akan tetapi, dia tidak mau, malah mencurigaiku.” Sampai
di sini kakek itu menarik napas panjang.
“Lalu bagaimana, Kek?”
“Aku masih terhitung paman luarnya, aku tersinggung lalu aku pergi
meninggalkan suku bangsaku, merantau seorang diri tidak mau
meributkan persoalan dunia ramai lagi. Betapa besar kedukaanku
mendengar bahwa bangsaku masih saling gasak, sehingga pertumpahan
darah sering kali terjadi antara para penguasa. Akhirnya terjadi perang
antara suku bangsa Khitan dengan Kerajaan Sung. Perang besar terjadi
di Shan-si. Agaknya adik raja berkhianat, bersekutu dengan musuh dan
raja kami gugur, juga puterinya. Tayami, muridku yang tersayang.
Kasihan dia, suaminya, seorang gagah perajurit pilihan Khitan, juga
gugur. Kabarnya Tayami ikut pula bertempur dengan gagah perkasa,
sambil memondong puterinya yang masih kecil. Aku menyesal sekali
mengapa kutinggalkan dia, sehingga tahu-tahu aku mendengar dia
gugur dan puterinya itu hilang.”
Kakek itu memandang wajah Lin Lin dengan sepasang mata tajam
penuh selidik.
Meremang bulu tengkuk Lin Lin. Belum pernah kakek itu
memandangnya secara begini.
“Ada apa, Kek?”
152
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Kau..” Kaulah puteri Tayami, tak salah lagi. Wajahmu, suaramu,
watakmu, serupa benar dengan muridku. Kau cucu raja kami, kau
keturunan langsung.”
Lin Lin meloncat berdiri. “Tak mungkin, Kek”
“Siapa bilang tidak mungkin? Kau anak pungut Jenderal Kam, dan
pada waktu terjadi perang, justeru Jenderal Kam Si Ek yang menjadi
jago dan komandan di Shan-si, yang melakukan perlawanan hebat dan
mengalahkan bangsa Khitan. Dia seorang laki-laki yang perkasa pula,
siapa tahu dia melihat kau dalam gendongan Ibumu yang berjuang
dengan gigih, merasa tertarik, kagum dan kemudian mengambilmu
sebagai puterinya. Tak salah lagi, kaulah Yalina, puteri Tayami. Namamu
juga Lin Lin, dan wajahmu serupa dia. Juga pedang itu.. bukanlah terlalu
kebetulan kalau di antara sekian banyaknya pusaka, kau justeru memilih
pusaka Khitan? Lin Lin, tidak salah lagi, kau adalah puteri Tayami yang
hilang, yang sampai sekarang dicari-cari oleh para pengikut setia dari
Kakekmu mendiang raja Kulukan.”
“Dicari-cari? Untuk apa, Kek?”
Kim-lun Seng-jin tertawa dan menggelengkan kepalanya.
“Memang aneh mereka itu terlalu kukuh. Karena kekukuhan mereka,
terjadilah hal-hal yang menyedihkan, perebutan kursi, saling mendukung
pilihan mereka. Itulah sebabnya mengapa aku menjauhkan diri Lin Lin,
kau dicari oleh mereka yang tidak suka kepada raja sekarang, untuk
mengangkatmu sebagai ratu dan melawan raja yang sekarang berkuasa,
yaitu Pamanmu, Kubakan, Raja Khitan yang sekarang.”
“Apa..?” Lin Lin terbelalak memandang Kim-lun Seng-jin, kemudian ia
membantah,
“Aku masih tidak percaya, Kek. Tak mungkin aku seorang puteri
bangsa Khitan karena sepatah kata pun bahasa Khitan tidak kumengerti.
Ah, kau hanya mengkhayal, Kek. Hal ini harus ada buktinya. Ahhhhh..
satu-satunya orang yang akan dapat memberi keterangan tentu dia”
“Dia siapa?”
153
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Putera sulung Ayah angkatku, Kam Bu Song. Kek, kau bantulah aku
mencari Kakak Kam Bu Song, tidak saja hal ini untuk memenuhi pesan
terakhir Ayah angkatku, juga kalau dapat bertemu dengan dia kiranya
dia akan dapat bercerita, anak siapa sebenarnya aku ini.”
Lin Lin lalu menceritakan pesan terakhir dari Jenderal Kam. Kim-lun
Seng-jin mengangguk-angguk.
“Mungkin Kam Bu Song itu dapat bercerita. Akan tetapi, Lin Lin,
jangan kaukira bahwa andaikata kau benar Puteri Khitan seperti
persangkaanku, aku menghendaki kau benar-benar menjadi ratu dan
memerangi Pamanmu sendiri. Aku lebih senang melihat kau bebas
seperti sekarang ini, menikmati kebahagiaan hidup tanpa ikatan sesuatu
yang hanya akan menimbulkan pertumpahan darah di antara saudara
dan bangsa sendiri.”
“Kalau aku betul keturunan Raja Khitan, tentu saja akan kujungkalkan
pengkhianat yang telah merampas tahta Kerajaan Khitan, Kek”
Jawaban tiba-tiba ini mengejutkan Kim-lun Seng-jin sehingga ia
duduk melongo memandang Lin Lin. Akan tetapi Lin Lin segera tertawa.
“Jangan kau gelisah, Kek. Aku bukanlah puteri raja, aku orang biasa.
Setelah mencari Suling Emas tidak bertemu, aku akan mencari Kakak
Kam Bu Song sambil menanti datangnya kedua orang kakakku, Sin-ko
dan Enci Eng.”
Mendadak kakek itu meloncat dan menyambar tangan Lin Lin.
“Hayo kita lari keluar kota raja. Berbahaya di sini”
Lin Lin kaget dan hendak membantah. Akan tetapi tiba-tiba
berkelebat bayangan-bayangan yang amat gesit, lalu terdengar
bentakan,
“Maling keparat, kembalikan pedang pusaka”
Mendengar ini, maklumlah Lin Lin bahwa mereka telah dikejar
pengawal-pengawal istana yang berkepandaian tinggi. Akan tetapi
mengapa harus melarikan diri?
“Kek, kita lawan saja..” serunya sambil berusaha melepaskan
tangannya. Akan tetapi Kim-lun Seng-jin malah menariknya untuk diajak
154
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
lari cepat sekali menuju ke pinggir kota raja. Lin Lin tidak dapat
melepaskan diri. Dengan gerakan yang luar biasa, Kim-lun Seng-jin
sudah membawa Lin Lin melompati dinding tembok yang mengelilingi
kota raja dan para pengejar tadi makin tertinggal jauh.
“Kek, kenapa kita mesti lari-lari seperti dua ekor tikus dikejar kucing?
Memalukan sekali” Lin Lin mencela ketika mereka sudah turun di luar
tembok kota raja dan tangannya dilepaskan oleh Kim-lun Seng-jin.
Kakek itu tertawa.
“Bukan takut, melainkan aku tidak mau menyeretmu ke dalam
kesulitan. Kau masih muda, Lin Lin, dan kau keturunan Raja Khitan.
Kalau mereka mengetahui akan hal ini, kau akan dikejar-kejar terus dan
selanjutnya kau takkan dapat hidup dengan tenteram. Pergilah,
lanjutkan usahamu mencari kakakmu. Kita berpisah di sini. Latih baikbaik
Khong-in-ban-kin dan Khong-in-liu-san, dan kau takkan kecewa
kelak. Tentang Suling Emas jangan khawatir. Kalau aku kebetulan
bertemu dengannya, akan kutanyai dia apakah betul dia membunuh
orang tua angkatmu. Kalau betul, percayalah, dia akan kuajak bertempur
sampai sepuluh ribu jurus” Sekarang cepat kau pergi, mereka sudah
datang”
“Dan tinggalkan kau seorang diri menghadapi anjing-anjing dari
istana itu, Kek? Tidak nanti”
Lin Lin berdiri tegak, malah segera mencabut pedangnya.
“Wah, keras kepala, seperti Tayami” Kakek itu bersungut-sungut,
tiba-tiba tangannya bergerak dan tahu-tahu ia telah menotok pundak kiri
Lin Lin. Karena dara ini sama sekali tidak pernah menduga bahwa kakek
itu akan menyerangnya tentu saja ia tidak dapat menghindarkan diri dan
seketika ia merasa tubuhnya lemas sekali. Kakek itu tertawa bergelak,
lalu tubuhnya melesat ke depan, menyambut datangnya para pengejar.
Lin Lin tidak berdaya. Ingin ia lari membantu tapi tubuhnya lemas dan ia
maklum dalam keadaan seperti ini, kalau bertempur, baru sejurus saja
melawan orang biasa, tentu ia akan roboh. Karena itu, ia hanya berdiri
diam saja dan mendengar betapa kakek itu dikepung dan dikeroyok oleh
para musuh yang berteriak-teriak. Agaknya, kakek itu sengaja
155
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
mempermainkan mereka, karena ia berlari-lari, membiarkan dirinya
dikejar-kejar dan akhirnya Lin Lin tidak mendengar suara apa-apa lagi.
Sunyi di sekelilingnya. Kakek itu sengaja memancing para musuhnya
untuk mengejarnya, menjauhi Lin Lin. Dara itu maklum akan hal ini dan
ia menarik napas panjang. Baru sekarang ia merasa betapa baiknya Kimlun
Seng-jin terhadapnya. Kalau dekat dengan kakek itu, mereka sering
kali cekcok dan berbantahan akan tetapi setelah berpisah, tak dapat Lin
Lin menahan dua air matanya menitik turun.
Tak sampai seperempat jam, totokan pada pundaknya itu buyar
dengan sendirinya. Lin Lin lalu menggerakkan pedang curian, mainkan
Ilmu Silat Khong-in-liu-san. Pedang itu mengeluarkan suara bercuitan
dan sinar kuning bergulung-gulung di malam buta. Ia merasa puas sekali
karena pedang yang tipis dan kecil ringan itu terasa amat enak
dimainkan. Amat cocok dengan ilmu pedang yang ia warisi dari Kim-lun
Seng-jin. Ia baru berhenti bermain silat setelah fajar berada di ambang
pintu langit timur. Kegelapan malam sudah terusir, terganti cuaca
remang-remang berkabut, berwarna kelabu, ia memandang pedangnya.
Pedang yang amat indah, terbuat daripada logam yang kekuningkuningan,
akan tetapi bukan emas.
“Hemmm, Pedang Besi Kuning, pusaka Khitan?” Lin Lin berpikir sambil
memandangi pedangnya.
“Dan aku Puteri Khitan? Seperti dongeng saja” Melihat bahwa yang
aneh pada pedang itu hanyalah ronce-ronce merah yang panjang itu, Lin
Lin segera melepas kedua ronce merah itu dan menyimpannya dalam
saku jubahnya. Betapapun juga, pedang ini adalah pedang curian,
pikirnya. Kalau terlalu menyolok mata dan dilihat orang, tentu sepanjang
jalan hanya akan menimbulkan keributan belaka.
Dengan hati bungah (senang) ia lalu berjalan menjauhi kota raja. Ia
ingin menanti munculnya kedua orang kakaknya, yang tentu akan
menuju ke kota raja pula. Untuk kembali ke kota raja sekarang terlalu
berbahaya. Memang, tidak ada seorang pun yang melihat dia memasuki
istana, akan tetapi keadaan di kota raja tentu sedang kacau, penjagaan
diperkuat dan orang-orang yang datang dari luar tentu dicurigai. Jangan-
156
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
jangan pedangnya akan dikenal dan ia akan mengalami kesukaran kalau
masuk kota raja. Lebih baik menanti munculnya kedua orang kakaknya
itu di luar kota.
Di sebelah barat kota raja terdapat sebuah hutan yang kecil tapi amat
indah. Pohon-pohon di situ tampak subur dan seakan-akan teratur.
Memang hutan ini adalah hutan tempat para anggauta istana menghibur
diri kalau keluar kota. Lin Lin tidak tahu akan hal ini dan girang hatinya
ketika memasuki hutan ini. Ia berjalan seenaknya memasuki hutan,
mendengarkan kicau burung yang menyambut datangnya pagi. Lin Lin
memang memiliki watak periang. Melihat suasana indah dan mendengar
kicau burung yang berloncatan di cabang-cabang dan ranting-ranting
pohon, kegembiraannya timbul. Kadang-kadang ia terkekeh ketawa
melihat seekor kelinci muncul dari belukar, menggerak-gerakkan
sepasang telinga yang panjang dan mainkan bola mata yang bening
lebar. Ada kalanya ia berloncatan gembira meniru burung kecil yang
berloncatan di daun-daun sambil berkicau.
Tiba-tiba Lin Lin terkejut mendengar suara orang tertawa. Karena ia
amat gembira dan memperhatikan burung-burung di atas pohon, tidak
diketahuinya bahwa sejak tadi ada dua orang laki-laki
memperhatikannya. Dua orang laki-laki itu kini menghadang di depannya
sambil tertawa. Ketika Lin Lin memandang, kiranya mereka adalah dua
orang pendeta yang berkepala gundul. Dua orang hwesio yang masih
muda, pakaian pendetanya bersih, gundul kepalanya kurang bersih,
karena sudah mulai ditumbuhi rambut baru, sikap mereka riang dan
wajah mereka berseri gembira, sama sekali tidak patut menjadi wajah
pendeta yang biasanya serius dan alim. Melihat bahwa yang tertawa
adalah dua orang pendeta, Lin Lin tersenyum. Pendeta-pendeta tidak
perlu ditakuti dan kegembiraannya timbul kembali.
“Selamat pagi, Ji-wi Suhu (Bapak Pendeta Berdua)” serunya riang.
“Pagi yang indah sekali, bukan?”
Dua orang hwesio itu saling pandang, dan tertawa lebar. Seorang di
antara mereka, yang alis matanya tebal, maju selangkah.
157
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Selamat pagi. Memang pagi yang indah sekali, agaknya karena ada
Nona yang cantik manis maka suasana begini menyenangkan. Siapakah
nama Nona? Kami berdua senang sekali dapat berkenalan dengan Nona
cantik jelita. Bukankah begitu, Suheng ?”
Hwesio ke dua mengangguk-angguk dan mulutnya menyeringai,
memperlihatkan gigi besar-besar berwarna kuning.
“Memang betul, dan hari ini kita tidak perlu tergesa-gesa kembali ke
kelenteng, lebih senang main-main dengan Nona ini di sini.”
Seketika keriangan Lin Lin lenyap, terganti oleh kemarahan yang
membuat kedua pipinya menjadi merah, sepasang matanya yang bening
seakan-akan mengeluarkan sinar berapi.
“Ihhh, kalian ini dua orang bajingan yang menyamar sebagai
pendeta, ataukah pendeta-pendeta yang kemasukan iblis? Bagaimana
dua orang gundul berpakaian pendeta begini kurang ajar? Minggir,
biarkan aku lewat, aku tidak sudi bicara dengan kalian lagi”
“Ho-ho-hooo, nanti dulu, Manis” Si Alis Tebal cepat membentangkan
kedua lengannya menghadang di tengah jalan.
“Bukan kebetulan kita saling bertemu di sini, agaknya memang antara
kita bertiga sudah ada jodoh” Kalau tergesa-gesa mau pergi juga, harus
memberi ciuman dulu kepada kami, seorang tiga kali. Bukankah begitu,
Suheng?”
“Ya-ya, betul itu” Di tempat sunyi begini, tak usah malu-malu, Nona”
kata Si Gigi Kuning.
“Jahanam bermulut busuk” Lin Lin membentak, tubuhnya berkelebat
dan sekali kedua tangannya mendorong dengan jurus dari ilmu silatnya
Khong-in-liu-san, dua orang hwesio itu terjengkang roboh ke kanan kiri.
Kini Lin Lin yang mendapat giliran tertawa nyaring bernada penuh
ejekan.
“Hi-hik, kiranya kalian hanyalah dua ekor monyet gundul yang hanya
pandai pentang mulut menghina wanita”
Dua orang hwesio muda itu kaget sekali, sama sekali tidak pernah
mengira bahwa dara remaja itu dapat melakukan penyerangan yang
158
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
sedemikian dahsyat dan tiba-tiba. Mereka marah sekali dan lenyaplah
keinginan hati mereka untuk mempermainkan Lin Lin, kini dengan mata
merah mereka meloncat bangun, penuh nafsu menyakiti gadis ini.
Gerakan mereka cepat dan tahu-tahu mereka telah melolos sebatang
cambuk dari ikat pinggang. Cambuk hitam yang panjang dan melihat
gerakan cambuk di tangan, dapat diduga bahwa mereka adalah ahli-ahli
bermain cambuk yang mahir sekali.
“Bocah setan, berani kau main gila terhadap pinceng?” seru Si Alis
Tebal.
“Sute, kita cambuki pakaiannya sampai ia telanjang bulat” kata Si Gigi
Kuning dengan nada gemas.
“Tar-tar-tar-tar” dari depan dan belakang, dua batang cambuk itu
mengeluarkan bunyi dan menyambar-nyambar di atas kepala Lin Lin.
Namun seujung rambut pun gadis ini tidak menjadi gentar. Malah
kemarahannya memuncak.
“Hemmm, monyet-monyet gundul tak tahu diri. Hajaran tadi masih
belum cukup bagi kalian, ya? Manusia-manusia berwatak kotor macam
kalian kalau tidak dibasmi, hanya akan mengotorkan dunia dan
mengganggu wanita saja” Setelah berkata demikian, Lin Lin
menggerakkan tangan kanan dan “srattt” tampak sinar kuning
menyilaukan mata karena Pedang Besi Kuning sudah berada di
tangannya.
“Bagus, kau berani melawan? Rasakan cambukan ini”
Cambuk dari depan menyambar, disusul cambuk dari belakang dan di
lain saat tubuh Lin Lin sudah terkurung dua batang cambuk yang
menyambar-nyambar bagaikan dua ekor ular hidup. Kiranya dua orang
hwesio muda itu tidak terlalu menyombong. Permainan cambuk mereka
memang hebat, cepat dan kuat sekali. Namun kali ini mereka bertemu
dengan Lin Lin, yang baru saja mewarisi Ilmu Khong-in-ban-kin, ilmu
yang membuat ia dapat mengerahkan gin-kang yang hebat sehingga
tubuhnya berubah ringan dan cepat laksana gerakan seekor burung
walet. Betapapun cepatnya dua batang cambuk itu melecut dan
159
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
menyambar, tubuh Lin Lin lebih cepat lagi bergerak, berkelebat di antara

sambaran cambuk diselimuti gulungan sinar kuning dari pedangnya.

Bersambung...!

No comments:

Post a Comment