Monday, March 20, 2017

Cinta Bernoda Darah 02 - Mini Serial #38

Cinta Bernoda Darah #38
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 02 - Mini Serial #38
=========================================
Untuk memperkuat kedudukan ayahnya dan juga menjaga keamanan di
istana, Liu Hwee telah membentuk sepasukan pengawal wanita yang terdiri daripada seratus orang gadis-gadis muda dan cantik, yang kesemuanya telah ia latih ilmu silat, ilmu pedang, ilmu panah dan menunggang kuda”
Kerajaan-kerajaan tetangga juga tidak ada yang berani mengganggu Nan-cao. Puluhan tahun yang lalu, beberapa buah negara kerajaan tetangga pernah mencoba untuk memusuhi kerajaan kecil ini, namun mereka kena gigit buah masam. Nan-cao yang ketika itu dipimpin oleh Pat-jiu Sin-ong Liu Gan sebagai ketua Beng-kauw dan koksu, melakukan perlawanan dan para penyerbu itu dipukul hancur. 

Semenjak itu, tidak ada yang berani mencoba-coba lagi dan
Nan-cao di bawah sinar gemilang Agama Beng-kauw dipandang sebagai negara
kecil yang kuat.
Mendiang Pat-jiu Sin-ong Liu Gan sebetulnya adalah tokoh pertama yang
membawa masuk Agama Beng-kauw ini dari daerah barat. Dia memang
keluarga kerajaan, seorang pangeran yang lebih suka mengejar ilmu daripada
mengejar kemuliaan dan kedudukan. Puluhan tahun ia menghilang ke barat dan
setelah kembali, ia telah menjadi seorang pendeta atau ahli Agama Beng-kauw
dan memasukkan agama ini ke dalam negerinya. Tentu saja pada permulaannya
ia ditentang, akan tetapi segera para penentangnya itu roboh seorang demi
seorang oleh kesaktiannya yang hebat. Akhirnya ia terkenal sebagai tokoh
paling sakti di Nan-cao dan agamanya diterima, ia menjadi kauwcu dan
sekaligus diangkat menjadi koksu oleh raja yang masih keponakannya sendiri.
Pernah diceritakan sedikit dalam cerita ini tentang Pat-jiu Sin-ong Liu Gan.
Seperti juga adiknya, mendiang Liu Gan ini hanya mempunyai seorang anak
perempuan yang juga amat sakti dan terkenal dengan julukannya, Tok-siauwkui.
Namanya Liu Lu Sian, cantik jelita, liar dan ganas. Hampir tiga puluh tahun
yang lalu, ketika Tok-siauw-kui Lio Lu Sian masih seorang gadis remaja berusia
dua puluh tahun, cantik jelita dan lihai, ia terlibat dalam cinta asmara dengan
Kam Si Ek, seorang panglima yang muda dan gagah perkasa dan yang bertugas
di Shan-si.
Mula-mula Pat-jiu Sin-ong Liu Gan tidak setuju akan pilihan puterinya,
karena ia selalu bermimpikan seorang mantu raja. Akan tetapi karena Liu Lu
Sian keras hati dan nekat, akhirnya ayahnya mengalah dan menikahlah Liu Lu
Sian dengan Kam Si Ek. Tentu saja hal ini menggegerkan dunia kang-ouw.
Nama Tok-siauw-kui amat terkenal, banyak tokoh-tokoh kang-ouw yang tergila-
91
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
gila kepadanya. Bagaimana sekarang memilih suami seorang seperti Kam Si Ek,
seorang jenderal yang kepandaiannya tidak banyak artinya?
Namun tak seorang pun berani menyatakan kekecewaan mereka secara
berterang, apalagi menentangnya. Dengan bantuan isterinya yang memiliki
kepandaian jauh melebihinya, Kam Si Ek mendapat kemajuan dalam tugasnya.
Dalam memukul mundur suku bangsa Khitan, berkali-kali isterinya ini
memberikan bantuan. Agaknya kehidupan mereka penuh bahagia, saling
mencinta.
Setelah Liu Lu Sian melahirkan seorang putera, mulailah cinta kasih di antara
mereka melayu, seperti kembang mawar tadi. Timbul percekcokan-percekcokan
kecil yang segera berkembang menjadi percekcokan besar. Dan kalau suami
isteri sudah cekcok, lenyaplah segala yang indah-indah, hanya yang buruk-buruk
saja tampak. Isteri secantik bidadari berubah seperti kuntilanak, suami tampan
dan menyenangkan berubah menjadi keledai yang menjijikkan. Lenyaplah cinta,
pergi tanpa bekas. Pergi? Bukan, melainkan pian-hoa (malih rupa) menjadi
benci” Memang, cinta dan benci saudara kembar, bersifat Im dan Yang”
Memang pada dasarnya, watak kedua orang ini jauh berbeda. Liu Lu Sian
terlalu lama, semenjak kanak-kanak, berkecimpung di dunia kang-ouw dan
bergaul dengan tokoh-tokoh dunia hitam. Malah ia sendiri memiliki watak liar
dan ganas, sampai-sampai mendapat julukan Setan Cilik Beracun. Sebaliknya,
Kam Si Ek adalah seorang berdarah pendekar, berdarah patriot dan semenjak
kecil hanya melihat perbuatan-perbuatan gagah perkasa, mendengar hal-hal
yang menentang kejahatan. Inilah pokok pangkal pertentangan rumah tangga
mereka. Memang sesungguhnyalah, persesuaian watak jadi lebih penting dalam
pembangunan rumah tangga daripada cinta nafsu yang membuta.
Percekcokan antara Kam Si Ek dan isterinya, berlarut-larut dan berakhir
dengan lolosnya Liu Lu Sian dari rumah suaminya. Wanita ini rela
meninggalkan suami dan putera, demi untuk kebebasan dirinya. Wanita yang
sebelum menikah hidup bebas lepas seperti seekor kuda liar di lereng bukit itu,
merasa seperti diikat hidungnya oleh kendali pernikahan, seperti terkurung oleh
kandang sempit berupa rumah tangga. Sekarang setelah minggat dari rumah
suaminya ia bebas lepas seperti seekor kuda liar lagi, terasa bahagia sekali, lupa
akan putera tunggalnya yang dikandungnya selama sembilan bulan dan yang ia
lahirkan dengan taruhan nyawa.
92
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Seperti telah kita ketahui di bagian depan, putera yang ditinggalkan itu
adalah Kam Bu Song yang dicari-cari oleh ketiga orang adiknya sehingga terjadi
cerita ini. Dan semenjak itu, orang tidak mendengar lagi nama Liu Lu Sian.
Akan tetapi, Kam Si Ek menikah lagi dan seperti yang kita ketahui, dari isteri
baru ini mendapat anak Kam Bu Sin dan Kam Sian Eng.
Setelah Pat-jiu Sin-ong Liu Gan meninggal dunia, tiga tahun yang lalu, maka
kedudukan ketua Beng-kauw dan sekaligus Koksu Kerajaan Nan-cao jatuh ke
tangan adiknya, Liu Mo yang dalam hal kesaktian hampir menyamai kelihaian
kakaknya. Sesungguhnya, Liu Mo malah lebih tekun daripada kakaknya dalam
hal kebatinan dan wataknya tidaklah sekeras dan seaneh mendiang Liu Gan.
Kalau Liu Gan di waktu hidupnya seakan-akan tidak peduli lagi kepada
puterinya yang telah menikah dengan Kam Si Ek adalah Liu Mo setelah menjadi
ketua Beng-kauw, berusaha untuk mencari keponakannya itu.
Demikianlah keadaan para tokoh pimpinan Beng-kauw yang juga merupakan
tokoh paling berpengaruh di Nan-cao. Pada waktu itu, seluruh Kota Raja Nancao
sudah siap menyambut datangnya hari besar untuk merayakan ulang tahun
Agama Beng-kauw dan juga sekaligus memperingati seribu hari wafatnya Patjiu
Sin-ong Liu Gan.
Bangunan-bangunan besar dan bangunan-bangunan darurat disediakan untuk
tempat penginapan para tamu agung dari seluruh pelosok. Kerajaan Nan-cao
adalah sebuah kerajaan kecil namun kaya raya dan kuat, sedangkan Agama
Beng-kauw adalah agama yang dipimpin oleh tokoh besar dan di situ terdapat
banyak ahli-ahli yang ternama di dunia kang-ouw. Maka perayaan ini tentu akan
dihadiri oleh utusan-utusan kerajaan lain, juga oleh tokoh-tokoh dunia kang-ouw
serta partai-partai persilatan besar.
Di depan pintu gerbang dibangun sebuah gedung penerimaan tamu. Semua
tamu dipersilakan memasuki gedung ini untuk diadakan penyambutan kemudian
diatur pembagian tempat penginapan di lingkungan istana. Bukan pengawalpengawal
biasa yang ditugaskan untuk melakukan penyambutan ini, melainkan
tokoh-tokoh Nan-cao yang cukup penting.
Sebagai kepala rombongan menyambut bagian pria adalah Kauw Bian
Cinjin, seorang pendeta Beng-kauw yang tinggi kedudukannya, masih sute
sendiri dari ketua Beng-kauw. Pakaian Kauw Bian Cinjin sederhana sekali, dari
mori putih yang mangkak, potongannya lebar dan terlalu besar, rambutnya yang
panjang digelung ke atas dan diikat dengan tali serat, sepatunya dari rumput, di
93
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
punggungnya tampak sebuah topi caping lebar yang tergantung dari leher.
Ujung sebatang cambuk tersembul dari bawah caping. Cambuk ini adalah
cambuk tukang gembala kerbau, kelihatannya cambuk biasa, akan tetapi
sesungguhnya ini adalah sebatang cambuk sakti yang amat ampuh, senjata yang
paling diandalkan pendeta Beng-kauw itu, sederhana sekali kelihatannya kakek
ini, namun di dalam kesederhanaannya tersembunyi kekuatan dan wibawa yang
besar. Dalam tugasnya sebagai penyambut tamu pria, Kam Bian Cinjin dibantu
oleh beberapa orang tokoh Beng-kauw lainnya.
Adapun penyambut tamu wanita dilakukan oleh serombongan penyambut
wanita yang dikepalai oleh seorang gadis yang cantik dan kelihatan gagah
perkasa dengan gerak-gerik gesit sekali. Gadis itu bertubuh langsing padat
rambutnya dibungkus saputangan lebar berwarna merah, pakaiannya dari sutera
halus akan tetapi ada keanehan pada pakaian gadis cantik ini. Potongan bajunya
biasa saja, akan tetapi warna lengan bajunya berbeda, yang kiri hitam yang
kanan putih” Juga sepasang sepatunya berlainan warna, satu hitam dan satu
putih. Benar-benar warna pakaian yang aneh sekali, dan yang mengherankan
orang, warna berlawanan ini sama sekali tidak mendatangkan pemandangan
janggal, malah menambah keluwesan gadis itu”
Memang betul kata orang bahwa wanita cantik memakai apa pun juga tetap
tampak cantik menarik. Pada pinggang yang kecil ramping itu terlibat tali hitam
kecil yang aneh bentuknya, dan di kanan kiri pinggang, pada ujung tali-tali itu,
tergantung dua butir bola baja berkembang totol-totol. Sepintas pandang orang
akan menyangka bahwa yang berbelit-belit pada pinggang itu tentulah sebatang
ikat pinggang atau hiasan yang aneh. Padahal sebetulnya bukan demikian.
Benda itu adalah senjata ampuh dari Si Gadis manis merupakan sepasang
cambuk lemas yang ujungnya terdapat bola-bola itu. Dan kalau Si Gadis manis
sudah mainkan senjata sepasang ini, jarang ia menemui lawan karena dia bukan
lain adalah Liu Hwee, puteri tunggal ketua Beng-kauw”
Banyak sudah tamu-tamu yang datang biarpun pesta itu baru akan dimulai
tiga hari kemudian. Setiap orang tamu tentu membawa barang sumbangan
berupa tanda mata yang serba indah. Harus diketahui bahwa para undangan itu
merupakan tokoh-tokoh besar, malah semua kerajaan di seluruh negara
mengirim sumbangan berupa barang-barang indah yang mahal harganya dan
jarang terdapat. Semua barang sumbangan ini dikumpulkan dalam sebuah
94
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
ruangan tersendiri, sehingga bagi para tamu, melihat-lihat barang sumbangan ini
saja sudah merupakan kesenangan tersendiri.
Kerajaan Sung di utara yang diwakili oleh seorang panglima tua
menyumbang sepeti penuh emas permata. Petinya saja terbuat daripada kayu
cendana yang diukir indah, ukiran gambar naga dan burung dewata” Kepala
suku bangsa Khitan mengirim sumbangan berupa bulu beruang yang hanya
hidup di kutub utara, dibawa oleh seorang pembesar tinggi bangsa Khitan. Tentu
saja Hek-giam-lo mengawal utusan ini, hanya saja tokoh hitam ini belum
menampakkan diri, agaknya segan ia bertemu dengan orang banyak dan menjadi
tontonan” Kerajaan Wu-yue di pantai mengirim bingkisan berupa mutiaramutiara
laut yang amat indah dan besar-besar, sedangkan Kerajaan Hou-han
yang diam-diam mencoba untuk mengadakan persekutuan rahasia dengan Nancao
guna bersama menentang Sung Utara, mengirim sebuah kendaraan dari
emas untuk ketua Beng-kauw” Seperti halnya dengan Kerajaan Khitan,
kerajaan-kerajaan lain ini juga diam-diam diperkuat dengan jagoan masingmasing.
Wu-yue dikawal oleh It-gan Kai-ong sedangkan Kerajaan Hou-han
tentu saja diam-diam dikawal oleh Siang-mou Sin-ni.
Banyak juga di antara para tamu yang membawa hadiah atau sumbangan
yang kecil bentuknya dan tidak banyak jumlahnya, menanti sampai hari pesta
tiba agar dapat menyerahkan bingkisan di depan Beng-kauwcu sendiri sambil
mengucapkan selamat. Di antara mereka ini termasuk Lui-kong-sian Suma
Boan, putera pangeran dari kota An-sui itu. Biarpun ia termasuk seorang tokoh,
seorang putera pangeran Kerajaan Sung Utara, namun ia tidak mewakili kaisar,
melainkan datang atas namanya sendiri. Suma Boan seorang tokoh yang
populer, banyak hubungannya, maka ia pun kebagian undangan dari Beng-kauw.
Di samping Suma Boan, banyak pula tokoh-tokoh besar yang karena miskin,
maka mereka ini pun membawa sumbangan “kecil” sehingga belum pula mereka
serahkan, menanti saat munculnya Beng-kauwcu sendiri.
Seperti dapat kita ketahui dari pertemuan yang lalu, di antara para tokoh
besar persilatan terdapat pertentangan-pertentangan, bukan hanya karena urusan
pribadi melainkan juga karena urusan kerajaan yang mereka bela. Akan tetapi
sebagai tamu daripada Beng-kauw, mereka ini diperlakukan sama rata dan
mereka pun menghormati Beng-kauw dan Kerajaan Nan-cao, maka tidak ada
yang memperlihatkan sikap bermusuhan secara berterang satu kepada yang lain
agar tidak menjadi pengacau dalam perayaan di negara orang lain.
95
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Betapapun juga, karena memang di dalam hati sudah mengandung kebencian
satu kepada yang lain, tak dapat dicegah timbulnya peristiwa-peristiwa
menegangkan di kala dua orang atau dua golongan bertemu muka di mana
terjadi saling mengejek dan saling menyindir. Akan tetapi, seperti telah
diterangkan tadi, karena mereka memandang muka Beng-kauw dan Kerajaan
Nan-cao sebagai tuan rumah, mereka menekan kemarahan dan saling menantang
untuk membereskan urusan melalui kepalan tangan nanti setelah keluar dari
Nan-cao”
Pada hari yang ditentukan. Ibu Kota Nan-cao sudah dihias dengan amat
indahnya. Suasana pesta tidak saja menonjol di istana, yang menjadi pusat
perayaan, akan tetapi juga di jalan-jalan yang bersih dan tidak tampak orang
bekerja seperti biasa, tampak pada wajah semua penduduk yang terhias senyum,
pada pintu-pintu rumah yang ditempeli kertas-kertas berwarna, terutama merah,
pada lampu-lampu beraneka ragam yang menjadi lambang Terang, sifat
daripada Agama Beng-kauw.
Di istana sendiri, para tamu sudah keluar pagi-pagi dari pesanggrahan atau
gedung penginapan para tamu, berkumpul di ruangan besar di depan istana yang
dapat menampung ribuan orang tamu. Raja Nan-cao sendiri bersama para
pengiringnya telah hadir, duduk di tempat kehormatan, wajah raja yang sudah
berusia lima puluh tahun ini berseri-seri, tampak bangga sekali karena memang
patut dibanggakan Kerajaan Nan-cao yang kecil itu ternyata menerima banyak
wakil negara lain yang membuktikan bahwa Nan-cao adalah sebuah kerajaan
yang terpandang tinggi.
Di sebelah kanan raja ini duduklah seorang kakek yang tinggi tegap,
wajahnya tampan terhias keriput-keriput yang dalam, akan tetapi sepasang
matanya masih tajam dan berpengaruh, sikapnya ketika duduk tampak agung,
tidak kalah oleh raja yang duduk di sampingnya, duduknya tegak dan wajahnya
yang agak tersenyum itu jarang bergerak, tidak menoleh ke kanan kiri seperti
wajah patung dewa. Pakaiannya serba kuning sederhana, tangan kirinya
memegang sebatang tongkat yang pada gagangnya nampak sebuah bola putih
yang mengeluarkan sinar, di depan jidatnya yang terbungkus ikat kepala pendeta
itu terdapat sebuah mutiara yang bersinar-sinar seperti menyala. Bagi yang
mengenal benda-benda bersinar ini tentu tahu bahwa itu adalah sebangsa yabeng-
cu (batu mustika yang bersinar di waktu malam) yang amat besar dan tak
ternilai harganya.
96
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Dua perhiasan pada jidat dan gagang tongkat ini sama sekali bukan tanda
kemewahan, melainkan sebagai tanda bahwa dia itu adalah ketua Beng-kauw,
atau Agama Terang. Kakek inilah Beng-kauwcu Liu Mo yang tak pernah
muncul di dunia kang-ouw dan jarang dapat ditemui orang, namun yang
namanya cukup terkenal karena kakek ini adalah adik Pat-jiu Sin-ong Liu Gan
yang amat sakti.
Ruangan tamu telah penuh tamu, akan tetapi di bagian tamu kehormatan,
masih terdapat banyak kursi kosong. Di bagian tamu kehormatan ini tampak
wakil-wakil dari Kun-lun-pai, Siauw-lim-pai, Bu-tong-pai, Go-bi-pai dan
beberapa perkumpulan persilatan besar lainnya. Akan tetapi di antara Thian-te
Liok-koai si Enam Iblis dari Dunia, hanya kelihatan Tok-sim Lo-tong, Siangmou
Sin-ni, dan It-gan Kai-ong saja. Yang tiga lagi belum kelihatan batang
hidungnya sehingga semua tokoh di situ dengan hati berdebar-debar menanti
untuk dapat menyaksikan bagaimana macamnya iblis-iblis dunia yang jahat dan
terkenal itu selengkapnya. Banyak di antara mereka yang sudah pernah melihat
Toat-beng Koai-jin, akan tetapi jarang yang sudah melihat Hek-giam-lo dan
lebih jarang lagi yang pernah bertemu dengan Cui-beng-kui si Setan Pengejar
Roh” Biarpun kini di antara yang enam itu baru hadir tiga tokoh iblis, namun
cukup mendatangkan rasa ngeri di hati para tamu. Tok-sim Lo-tong cukup
mengerikan dengan tubuhnya yang tinggi kurus hampir telanjang, It-gan Kaiong
lebih menjijikkan lagi mukanya sedangkan Siang-mou Sin-ni biarpun cantik
manis dan sedap dipandang, namun sinar matanya, tarikan senyum manis
bibirnya, dan sikapnya membuat para tamu meremang bulu tengkuknya, apalagi
kalau diingat betapa bibir yang merah basah dan manis itu kabarnya entah sudah
berapa banyak menyedot darah dari leher seorang korban sampai korban itu mati
lemas kehabisan darah”
Seakan-akan tiada habisnya para tamu berantri menyerahkan sumbangan
mereka di depan ketua Beng-kauw dan Raja Nan-cao sehingga barang
sumbangan yang sudah bertumpuk-tumpuk itu menjadi makin banyak saja. Juga
para tamu yang baru tiba membanjiri ruangan itu, diterima oleh Kauw Bian
Cinjin dan Liu Hwee yang membagi-bagi tempat duduk sesuai dengan tingkat
dan kedudukan mereka.
Liu Hwee yang bertugas menerima tamu wanita, memandang kagum kepada
Lin Lin yang datang bersama Lie Bok Liong. Bok Liong disambut oleh Kauw
Bian Cinjin sedangkan Lin Lin disambut oleh Liu Hwee dengan ramah. Karena
97
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Lie Hwee belum mengenal Lin Lin, maka ia bingung untuk memberi tempat
duduk golongan mana kepada dara muda yang kelihatan gagah ini. Akan tetapi
sambil tertawa Lin Lin berkata,
“Enci, tidak usah repot-repot, aku bukanlah tamu undangan. Kedatanganku
ini hanya untuk mencari saudara-saudaraku dan..” tiba-tiba matanya memandang
ke dalam dan wajahnya berseri-seri, lalu disambungnya kata-kata yang terputus
tadi,
“Nah, itu dia.. merekalah yang kucari..”
Tanpa mempedulikan para penyambut lagi, juga tidak peduli lagi kepada Bok
Liong, Lin Lin terus saja menerobos masuk dan dengan langkah lebar ia menuju
ke deretan kursi tamu kehormatan di mana terdapat Suling Emas dan Sian Eng”
Tentu saja sikap Lin Lin yang lancang dan “blusukan” tanpa aturan ini menarik
perhatian para tamu. Bahkan Beng-kauwcu Liu Mo sendiri menoleh kepada
Suling Emas yang duduk tak jauh dari situ. Tampak Suling Emas menggerakgerakkan
bibir seperti berbisik-bisik kepada ketua Beng-kauw itu. Sementara
itu, Sian Eng sudah menyambut adiknya dan mereka berpelukan sambil
bercakap-cakap. Kemudian Suling Emas berkata lirih.
“Lin Lin, harap tahu aturan sedikit. Beri hormat kepada Sri Baginda dan
Ketua Beng-kauw”
Sian Eng yang lebih mengenal aturan daripada Lin Lin, segera menarik
tangan adiknya itu, memberi hormat kepada Raja Nan-cao dan Beng-kauwcu
yang diterima oleh mereka dengan sikap manis namun dingin. Lin Lin
mengerling ke arah kakek berjubah kuning itu, terpesona oleh mutiara di jidat
dan gagang tongkat. Ia melangkah maju, memandang teliti dan bertanya.
“Kauwcu, apakah ini yang disebut orang ya-beng-cu?”
Sian Eng hendak mencegah namun sudah terlambat dan ia memandang
khawatir. Suling Emas menundukkan mukanya yang berubah merah, entah
marah entah malu. Sejenak Beng-kauwcu Liu Mo tertegun, dan Raja Nan-cao
yang duduk di sebelah kirinya menahan gelak tawa. Ketua agama itu yang
mengharap agar gadis ini menjadi puas dan segera mengundurkan diri,
mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Lin Lin tadi. Akan tetapi ternyata
Lin Lin tidak segera mundur, malah menjadi makin berani.
98
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Kauwcu, bagus sekali ya-beng-cu itu, ya, dan besar, pula terang. Wah,
senang ya punya mustika seperti itu? Kalau masuk ke tempat gelap tidak usah
membawa lampu”
Raja Nan-cao tidak dapat menahan ketawanya.
“Ha-ha, berdekatan dengan dara seperti ini, hidup akan lebih panjang. Nona,
kalau kau suka berjanji selamanya akan berada di sini, kami suka memberi
hadiah beberapa butir ya-beng-cu kepadamu.”
Wajah Lin Lin berseri, akan tetapi keningnya lalu berkerut.
“Wah, senang sekali.. tapi, selamanya di sini? Tidak mungkin”
“Lin Lin, jangan kurang ajar. Mundur kau” Suling Emas membentak lirih.
Lin Lin menengok kepadanya, cemberut dan meruncingkan mulut mengejek,
lalu menjura kepada Raja Nan-cao dan Ketua Beng-kauw.
“Terima kasih atas keramahan Ji-wi” Ia lalu melangkah lebar mendekati
Suling Emas, duduk di sampingnya dan menghujani dengan pertanyaanpertanyaan.
“Bagaimana kau bisa bertemu dengan Enci Eng? Mengapa kau membiarkan
saja aku diculik orang? Kau tahu, aku hampir dipanggang hidup-hidup dan
dagingku yang setengah matang dimakan, tahu? Hiiihhhhh, hampir aku
mengalami bencana paling hebat. Bayangkan saja, dibakar hidup-hidup dan kau
enak saja jalan-jalan bersama Enci Eng..”
“Hush, Lin-moi” Omongan apa itu? Kau tidak tahu, aku dan Taihiap sendiri
hampir tertimpa bencana. Jangan sembarangan kau menyalahkan orang lain.”
Lin Lin menatap wajah Suling Emas yang tidak menengok kepadanya.
“Betulkah? Ah, kalau begitu maaf, ya? Sri Baginda dan Kauwcu di sini amat
baik dan aneh. Apakah kau banyak tahu tentang mereka? Ingin aku mendengar
cerita tentang Beng-kauw, agama apakah itu?”
“Sssttt, kau lihat. Banyak tamu memandang kita. Bukan waktunya bicara.

Kau lihat dia itu, Siang-mou Sin-ni, tapi mana kakakmu Bu Sin?”

Bersambung..

No comments:

Post a Comment