Monday, March 13, 2017

Cinta Bernoda Darah 02 - Mini Serial #36

Cinta Bernoda Darah #36
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 02 - Mini Serial #36
=========================================
Memang betul ucapan Empek Gan yang tampak ketakutan itu. Kakek liar itu
adalah Toat-beng Koai-jin Si Orang Aneh Pencabut Nyawa” Biarpun dia
kelihatan seperti orang hutan, namun seperti juga adiknya, Tok-sim Lo-tong,
kakek ini memiliki kepandaian yang hebat sekali. Dia termasuk seorang di
antara Thian-te Liok-koai, dan julukan sebagai seorang di antara Si Enam Jahat
itu memang patut baginya mengingat bahwa ada kalanya kakek liar ini betulbetul
makan daging manusia seperti yang dituduhkan Empek Gan tadi. Biarpun
ia hidup seperti orang liar, namun tidak biasa Toat-beng Koai-jin mendengar

maki-makian yang ditujukan kepada dirinya. 
Sedikit saja orang berani
70
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
menyinggungnya, jangan harap dia mau mengampuni nyawa orang itu, apalagi
sekarang ada orang pendek ketakutan ini berani memaki-makinya seperti itu.
Toat-beng Koai-jin terbahak-bahak dan inilah menjadi tanda bahwa dia sedang
marah besar”
“Cacing perut” Makanlah ini” Tangannya yang besar berbulu itu bergerak.
Tulang paha yang sudah tak berdaging lagi itu ia lontarkan ke arah Empek Gan
yang masih memeluk tiang dengan kaki tangannya. Tulang itu menghantam
pinggir tiang, terdengar suara keras dan balok itu somplak seperti dihantam
kapak” Tidak hanya membelah kayu, tulang itu terus menghantam pundak
Empek Gan dan.. tubuh Empek Gan melorot turun, akhirnya pantatnya
terbanting menghantam lantai sampai mengeluarkan suara seperti kasur digebuk.
Empek Gan meringis kesakitan, bangun berdiri dan menepuk-nepuk
pantatnya, agaknya untuk menghilangkan rasa sakit. Debu mengebul ketika
celana belakangnya itu ia tepuk-tepuk. Karena kebetulan sekali Sian Eng berdiri
di belakangnya, gadis ini melangkah mundur dengan kening berkerut. Celaka
pikirnya, ia telah salah sangka. Kakek ini sama sekali bukanlah orang sakti.
Mungkin hanya pandai lari cepat saja. Buktinya, sekali disambit tulang sudah
roboh. Sungguh tak tahu malu”
“Calaknya” Cocok dengan ujudnya” Ia menoleh kepada Suling Emas dan
berkata menyeringai,
“Hati-hati kalau kau berurusan dengan monyet hutan liar itu”
“Cacing busuk, jangan lari kau”
Empek Gan tertawa membalikkan tubuhnya membelakangi Toat-beng Koaijin
sambil menggoyang-goyang kibul dan berkata,
“Beginikah gerakan cacing? Ho-ho, sebentar lagi mau mampus masih suka
maki-maki orang” Setelah berkata demikian, kakek ini menggerakkan kedua
kakinya lari keluar dari rumah itu sambil menoleh ke arah Suling Emas dan
berkata,
“Jaga Nona ini baik-baik, jangan sampai dia dirayu palsu oleh Suma Boan
lagi”
Sian Eng menjadi makin mendongkol, akan tetapi Suling Emas tidak
pedulikan kakek itu, juga agaknya tidak peduli kepadanya, buktinya menengok
pun tidak. Suling Emas menghadapi kakek liar di atas itu sambil berkata,
suaranya serius penuh ancaman.
71
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Toat-beng Koai-jin, biarpun di antara kau dan aku tidak pernah terjadi
pertentangan karena kita masing-masing mengikuti jalan sendiri, akan tetapi hari
ini kau telah melanggarnya. Lekas kau bebaskan dan kembalikan nona yang
kauculik, kalau tidak, aku Suling Emas tidak akan berlaku sungkan-sungkan
lagi. Dengar baik-baik, kalau kau mengganggu nona itu, aku bersumpah takkan
berhenti sebelum dapat merobek tubuhmu menjadi empat potong”
“Suling Emas, kau bocah kemarin sore yang masih ingusan, sombong amat
ucapanmu. Sudah lama aku ingin mencoba kepandaianmu, dan hari ini adalah
hari baikku, aku belum ganggu nona cilik itu, tunggu sampai aku menangkapmu
untuk kupanggang bersama, heh-heh”
“Ouw-kauwsu, aku minta tolong kepadamu, bawa keluar nona ini ke tempat
aman” kata Suling Emas, maklum bahwa ia akan menghadapi lawan-lawan
tangguh sehingga kehadiran Sian Eng hanya akan merupakan gangguan belaka.
“Kau ikutlah bersama Ouw-kauwsu, tunggu aku selamatkan adikmu.”
Sian Eng diam-diam terkejut dan dapat menduga bahwa yang diculik oleh
manusia liar itu tentulah Lin Lin. Maka tanpa banyak cakap lagi ia mengangguk
dan bergerak mengikuti guru silat yang wajahnya sudah pucat karena gelisah itu.
Akan tetapi begitu keduanya keluar pintu, terdengar pekik mengerikan dan
tubuh Sian Eng terhuyung ke belakang, masuk kembali ke ruangan itu disusul
tubuh Ouw-kauwsu yang terlempar dan roboh di atas lantai dalam keadaan tak
bernyawa lagi, pada pipinya terdapat luka kehitaman”
Toat-beng Koai-jin tertawa bergelak dan tubuhnya yang besar gendut itu
melayang turun dengan amat ringannya. Biarpun tubuhnya gendut dan
gerakannya kelihatan kaku, akan tetapi ternyata ia gesit dan cepat sekali. Begitu
kedua kaki menyentuh lantai, kedua tangannya sudah bergerak menerjang
Suling Emas, dari kuku-kuku jarinya yang panjang itu terdengar bunyi
bercuitan”
“Sian Eng, jangan keluar, di sini saja” pesan Suling Emas dan tubuhnya
berkelebat lenyap, berubah menjadi bayangan yang berkelebatan di sekeliling
tubuh Toat-beng Koai-jin. Kiranya dua orang sakti itu sudah saling terjang
dengan hebatnya” Sian Eng menyelinap ke sudut ruangan itu, memandang
penuh kekhawatiran. Ia cemas sekali, takut kalau-kalau Suling Emas kalah
sedangkan dia sendiri tidak berdaya membantu karena maklum bahwa tingkat
kepandaiannya masih jauh ketinggalan dan kalau ia membantu, hal itu malah
akan membikin repot Suling Emas saja.
72
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Suling Emas adalah seorang pendekar besar yang menjunjung tinggi
kegagahan. Ia merasa khawatir sekali akan keselamatan Lin Lin, juga kini harus
menjaga keselamatan Sian Eng, sedangkan lawannya yang sakti Toat-beng
Koai-jin ini masih dibantu oleh orang-orang jahat dan sakti lain yang berada di
luar pintu rumah” Tentu saja ia tahu bahwa tewasnya Ouw-kauwsu adalah
karena serangan dari luar rumah, dan melihat luka hitam di mukanya itu,
agaknya itulah hasil kerja Tok-sim Lo-tong, yaitu gigitan ular berbisa. Biarpun
demikian, namun melihat betapa Toat-beng Koai-jin hanya seorang diri saja
menghadapinya dengan tangan kosong, ia tidak sudi menggunakan senjata yang
paling ia andalkan, yaitu sulingnya. Ia pun menghadapi lawan ini dengan tangan
kosong pula.
Toat-beng Koai-jin dan adiknya, Tok-sim Lo-tong, sebetulnya adalah doa
orang penghuni pulau kosong di Lam-hai (Laut Selatan). Tadinya mereka
berdua adalah kacung atau pelayan-pelayan cilik seorang tokoh besar di jaman
Tang, seorang panglima yang tidak sudi menghambakan diri kepada musuh
setelah Kerajaan Tang jatuh. Ia melarikan diri ke selatan dan mengasingkan diri
di pulau kosong, hanya ditemani dua orang kacungnya. Panglima ini berilmu
tinggi dan sampai mati ia tinggal di dalam pulau itu, tak pernah meninggalkan
pulau. Semua ilmunya ia turunkan kepada dua orang kacungnya yang mendapat
kemajuan sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Akan tetapi, agaknya karena mereka tak pernah bergaul dengan dunia ramai,
juga karena di pulau itu banyak terdapat binatang-binatang berbisa, kedua orang
bersaudara ini hidup seperti tidak normal lagi. Mereka menjadi korban gigitan
serangga-serangga berbisa yang meracuni otak mereka sehingga hidup mereka
menjadi liar seperti binatang-binatang hutan. Puluhan tahun kedua orang kakak
beradik ini hidup di pulau setelah majikan dan guru mereka meninggal dunia.
Usia mereka sudah lima puluhan tahun lebih ketika pada suatu hari secara
kebetulan ada sebuah perahu dagang yang terdampar ke pulau itu setelah
dipermainkan ombak dan badai. Dapat dibayangkan betapa ngeri hati para
penumpang perahu yang tiga puluh orang lebih jumlahnya itu ketika mereka
melihat dua orang kakek gila yang telanjang bulat itu. Dua orang kakek itu
segera menyerang mereka dan dalam waktu singkat saja, tiga puluh orang lebih
telah tewas oleh mereka berdua”
Kemudian mereka secara ngawur mengembangkan layar dan berlayarlah
mereka ke tengah samudera. Karena tidak biasa, mereka mabuk laut, mengamuk
73
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
dan merusak isi perahu, kemudian roboh telentang di dalam perahu, pingsan”
Angin dan ombak yang kini mengemudikan perahu dan akhirnya mereka
terdampar ke darat. Saat itulah mulai muncul dua orang sakti yang aneh di dunia
kang-ouw. Sepuluh tahun lebih mereka berdua berkeliaran dan kemudian dunia
persilatan mengenal mereka sebagai dua orang sakti jahat dan menggolongkan
mereka dengan pentolan-pentolan dunia hitam lainnya sehingga terkenallah
nama Toat-beng Koai-jin dan Tok-sim Lo-tong sebagai dua orang di antara si
enam jahat”
Ilmu silat yang menjadi dasar dari kepandaian mereka adalah ilmu silat
campuran dari barat dan utara. Akan tetapi karena mereka hidup puluhan tahun
sebagai orang liar, di antara binatang-binatang dan serangga-serangga beracun,
maka hawa pukulan dari sin-kang mereka bercampur dengan hawa beracun yang
amat jahat. Apalagi Toat-beng Koai-jin mempunyai kesukaan liar, yaitu makan
daging manusia. Ini menambah hawa beracun di dalam tubuhnya dan membuat
ia makin ganas dan berbahaya sekali. Sedangkan adiknya, Tok-sim Lo-tong,
terkenal hebat permainannya yang mengerikan, yaitu dengan ular-ular beracun
yang menjadi sahabat-sahabat baiknya, bahkan senjatanya pun seekor ular.
Suling Emas sudah banyak mendengar tentang dua orang liar ini, akan tetapi
baru kali ini ia berkesempatan mengadu ilmu. Oleh karena ia harus memikirkan
keselamatan Sian Eng dan juga harus menolong Lin Lin yang belum diketahui
bagaimana nasibnya, ia tidak mau berlaku lambat. Begitu merasa betapa tenaga
yang dipergunakan lawannya mengeluarkan hawa panas dan bau amis
menjijikkan, ia cepat mengerahkan seluruh sin-kang di tubuhnya, lalu ia
mainkan ilmu silat yang ia dapat dari suhunya, yaitu mendiang Kim mo Taisu.
Sebetulnya ilmu ini adalah ilmu yang harus dimainkan dengan sebatang kipas
pelajar, yaitu ilmu silat yang disebut Lo-hai-san-hoat (Ilmu Silat Kipas
Pengacau Lautan). Akan tetapi karena lawannya bertangan kosong, maka Suling
Emas juga bertangan kosong mainkan Ilmu Silat Pengacau Lautan ini.
Hebat memang kepandaian Toat-beng Koai-jin. Yang amat berbahaya adalah
kuku-kuku jari tangannya. Biarpun ia tidak bersenjata, namun memiliki kukukuku
panjang seperti itu, sama saja dengan memegang atau menggunakan
sepuluh buah pedang-pedang kecil” Setiap buah jari mempunyai kuku panjang
dan bukan hanya kuku runcing, melainkan kuku yang mengandung hawa
beracun sehingga sekali saja kulit terkena guratan sebuah di antara kuku-kuku
ini, akan melepuh kulit itu dan akan keracunan darahnya” Semua ini
74
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
dipergunakan dengan gerakan cepat dan lincah, ditambah lagi dengan gerengangerengan
seperti seekor singa dan muncratnya air ludah serta peluh yang
memuakkan baunya”
Hampir Suling Emas tidak tahan menghadapi ini, terutama bau itu. Beberapa
kali ia terpaksa melompat mundur untuk menyedot hawa segar. Akhirnya ia
berseru keras,
“Toat-beng Koai-jin, lekas kau kembalikan nona yang kau culik. Kalau tidak,
terpaksa aku membunuhmu. Aku tiada waktu lebih lama lagi untuk bermainmain
denganmu”
Sambil berkata demikian, Suling Emas mengeluarkan sebuah kipas yang
dipegangnya dengan tangan kiri. Hanya kipasnya yang akan dapat membantunya
mengusir bau memuakkan itu. Ia masih sungkan mengeluarkan sulingnya,
melihat betapa lawannya tetap bertangan kosong.
Melihat bahwa lawannya hanya mengeluarkan kipas kain sutera yang halus
dan kecil saja, Toat-beng Koai-jin tertawa ha-hah-he-heh, kemudian menubruk
lagi melancarkan serangan-serangan dahsyat. Akan tetapi, sekarang Suling Emas
bersilat Lo-hai-san-hoat dengan kipas di tangan, dan karena ilmu silat itu
memang ilmu silat kipas, tentu saja kehebatannya lipat dua kali daripada tadi
ketika ia mainkan dengan tangan kosong. Seketika tampak gulungan sinar putih
yang kadang-kadang menutupi pandangan mata Toat-beng Koai-jin, malah
kakek liar ini merasa sesak napasnya oleh tiupan angin dari kipas itu. Tidak saja
semua bau busuk dikembalikan ke hidungnya sendiri, akan tetapi ditambah pula
dengan angin kebutan kipas yang dilakukan dengan tenaga sin-kang seorang
ahli. Dua kali sudah pundak Toat-beng Koai-jin kena disentuh ujung gagang
kipas, sakitnya bukan kepalang. Diam-diam Suling Emas terkejut dan kagum.
“Sentuhannya” dengan ujung gagang kipas itu sebetulnya adalah totokan yang
pasti akan merobohkan lawan. Akan tetapi kakek liar ini hanya menyeringai
kesakitan saja, sama sekali tidak roboh malah maju makin nekat” Kiranya kakek
ini telah kebal kulitnya dan agaknya pandai pula memindahkan jalan darah.
Betapapun juga, setelah Suling Emas mainkan kipasnya, Toat-beng Koai-jin
terdesak hebat. Berkali-kali ia menggereng marah, namun semua tubrukan,
cakaran hantaman dan tendangannya hanya mengenai angin belaka.
“Manusia liar, robohlah” Secepat kilat, kipas itu bergulung-gulung sinarnya
menutupi pandang mata lawan dan tangan kiri Suling Emas sudah menyerang
dengan jari tangan terbuka ke arah ulu hati yang telanjang itu. Akan tetapi, Toat-
75
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
beng Koai-jin benar-benar hebat kepandaiannya. Begitu jari tangan Suling Emas
yang mengandung tenaga sin-kang amat kuat itu menyentuh kulit dadanya,
tubuh bagian ini secara tiba-tiba dapat di”tarik” masuk dan mulutnya
menyemburkan uap ke depan, disusul pukulan kedua tangan”
“Ihhhhh” Suling Emas terpaksa mengipaskan kipasnya ke depan untuk
mengebut pergi semburan uap bacin itu, lengannya dengan mudah menangkis
pukulan lawan dan sebelum lawan mendesak terus, gerakan Suling Emas
berubah. Ia telah menggunakan gerakan ilmu silat sakti Hong-in-bun-hoat yaitu
jurus ilmu silat huruf yang ia terima dari Bu Kek Siansu. Dengan gerakan jurus
ilmu silat sakti ini, yang ia lakukan dengan menuliskan huruf LANGIT,
sekaligus ia telah menyerang sampai empat kali. Serangan terakhir merupakan
gerakan bertentangan karena baru saja ia menyerang dengan arah ke kiri bawah,
sekarang tiba-tiba kipasnya menerjang dari atas ke bawah kanan.
“Auuuhhhhh..” Perubahan-perubahan yang amat cepat dan aneh dari jurus ini
tak dapat diikuti dan diduga oleh Toat-beng Koai-jin, maka biarpun ia sudah
mengelak dan menangkis tidak urung pahanya terpukul gagang kipas.
Kelihatannya perlahan saja, akan tetapi kalau saja bukan Toat-beng Koai-jin
yang menerima hantaman ini, tentu tulang pahanya akan remuk. Kakek liar ini
hanya mengeluh dan tubuhnya bergulingan, akan tetapi ia sudah dapat melompat
berdiri lagi lalu meloncat ke atas, membobol genteng melarikan diri.
“Iblis jahat, lari ke mana kau?”
Suling Emas mengejar, akan tetapi tiba-tiba ia teringat akan Sian Eng. Selagi
ia ragu-ragu, tak tega meninggaikan Sian Eng seorang diri, dari pintu muncullah
Tok-sim Lo-tong dan beberapa orang pengeroyoknya tadi.
“Keparat pengecut” Suling Emas marah sekali. “Jangan anggap aku
keterlaluan kalau sekarang aku tidak mau memberi ampun lagi” Setelah berkata
demikian tangannya bergerak dan tampaklah sinar kuning bergulung-gulung
dengan sinar putih. Sinar kuning adalah sinar sulingnya sedangkan yang putih
adalah sinar kipasnya. Ia tidak memberi kesempatan lawan-lawannya maju,
mendahului menerjang ke pintu dan sekaligus tiga orang pengeroyok roboh
binasa sebelum mereka sempat bergerak. Tok-sim Lo-tong hanya tertawa serak,
lalu menyelinap pergi. Juga para pengikutnya pergi dengen cepat. Sebentar saja
tidak tampak lagi lawan di situ.
76
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Mari kita kejar kakek liar tadi untuk menolong adikmu” kata Suling Emas,
menyambar lengan tangan Sian Eng untuk diajak lari cepat mengejar Toat-beng
Koai-jin.
“Nanti dulu, aku tadi melihat kakek itu melemparkan ini..” kata Sian Eng,
membungkuk dan hendak mengambil sebuah sampul surat.
Akan tetapi tiba-tiba Suling Emas menggerakkan tangannya dan.. tubuh Sian
Eng terdorong mundur sampai terhuyung-huyung.
“Kau.. kau..” Gadis itu berseru marah.
“Hemmm, lupa lagikah akan pengalaman di Khitan dahulu?” Suling Emas
mengomel, lalu membungkuk dan mengambil sampul surat itu. Sian Eng
terkejut dan teringat, mukanya berubah pucat dan ia merasa ngeri sekali ketika
melihat jari-jari tangan Suling Emas menjepit hancur leher seekor ular hitam
yang keluar dari sampul itu” Kiranya Suling Emas telah menolong nyawanya,
karena kalau dia yang tadi mengambil sampul, tentu ia akan tergigit ular yang ia
duga seekor ular berbisa yang amat jahat itu.
Setelah melempar bangkai ular dengan tak acuh, Suling Emas menarik keluar
sehelai kertas bersurat dari dalam sampul. Alis yang tebal itu bergerak-gerak
ketika matanya menari-nari membaca huruf-huruf yang tertulis di atas kertas.
Matanya makin berapi-api dan diam-diam Sian Eng menjadi takut. Ia tahu
bahwa pendekar itu marah sekali. Kemudian Suling Emas menarik napas
panjang dan berkata.
“Tak mungkin mencari di mana adikmu disembunyikan. Akan tetapi
sementara ini dia aman. Untuk menolongnya, jalan satu-satunya hanya ke Nancao.
Mari kita pergi, dan sekarang ceritakan bagaimana kau dapat pergi bersama
Suma Boan.” Kata-katanya terdengar ketus dan marah. Sian Eng mendongkol
sekali. Apa peduilmu, bisik hatinya, kau seperti seorang ayah atau kakak saya.
Namun ia tidak berani membantah dan sambil berjalan di samping Suling Emas,
ia menceritakan betapa Suma Boan mencari Lin Lin dan Lie Bok Liong,
kemudian bertemu dengannya. Betapa Suma Boan berjanji kepadanya akan
mempertemukan dengan kakaknya, Kam Bu Song, kalau mau pergi bersamanya
ke Nan-cao.
“Bagaimana dia bisa tahu bahwa kau akan bertemu dengan kakakmu di Nancao?”
tanya Suling Emas sambil lalu.
77
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Dia bilang bahwa Kakak Bu Song mempunyai hubungan dengan Nan-cao,
karena itu aku pasti akan dapat bertemu dengannya di sana. Maka aku lalu ikut
dengan dia sampai di sini.”
“Kemudian, mengapa kau bisa muncul bersama kakek lucu itu?”
“Empek Gan itu? Lucu? Aku tidak senang padanya”
Tiba-tiba Suling Emas berhenti melangkah, memandang dengan mata
terbelalak kepada Sian Eng. “Kau bilang Empek Gan? Dia..? Pantas” Aku sudah
heran dan menduga-duga siapa gerangan kakek lucu yang luar biasa lihainya
itu.. ah, kiranya Empek Gan. Dia muncul pula di sini, aha, akan ramai di Nancao.”
Agaknya saking gembira dan herannya mendengar bahwa kakek pendek tadi
Empek Gan adanya, Suling Emas tidak mendesak lagi dengan pertanyaan
mengapa Sian Eng meninggalkan Suma Boan dan gadis ini menjadi lega
hatinya, karena ia pun tidak suka bercerita tentang rahasia asmara itu.
“Kenapa kita tidak jadi mengejar kakek liar tadi? Bukankah Lin Lin telah
diculiknya?”
“Tidak, percuma. Mereka sengaja menahan Lin Lin untuk memaksaku..”
Suling Emas menarik napas panjang dan menggeleng-geleng kepala.
“Mereka? Siapa? Surat itu dari siapakah?”
“Siapa lagi? Dari Suma Boan tentu”
Wajah Sian Eng terasa panas sekali, kemudian dingin sampai ke ujung
hidungnya. Jantungnya berdebar dan hampir ia pingsan kalau saja ia tidak cepat
menekan perasaannya. Kiranya Lin Lin diculik atas perintah Suma Boan”
Betulkah ini? Tapi.. tapi dia selama dalam perjalanan ini baik sekali
terhadapnya, hanya malam tadi..”
“Kau kenapa?”
Sian Eng menggeleng kepala, tidak berani bersuara karena maklum bahwa
suaranya tentu akan terdengar gemetaran bercampur isak. Ia hanya mempercepat
langkahnya dan agaknya Suling Emas senang melihat ini dan ia pun
mempercepat langkahnya sehingga sebentar saja mereka sudah keluar dari kota
Ban-sin.
Lin Lin berusaha meronta dan melepaskan belenggu yang mengikat kedua
pergelangan tangannya, namun sia-sia belaka. Ia memandang ke arah Lie Bok
78
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Liong yang terikat seperti seekor babi di atas sebatang balok melintang,
tingginya kurang lebih satu meter dari tanah. Ingin ia menjerit minta tolong,
namun sia-sia karena mulutnya ditutup saputangan yang diikatkan erat sekali ke
belakang kepalanya sehingga untuk bernapas saja amatlah sukar.
Seperti diketahui, ketika ia dan Suling Emas dikeroyok oleh Tok-sim Lotong,
Toat-beng Koai-jin, dan banyak lagi orang-orang yang kepandaiannya
cukup kuat, ia telah kena ditawan oleh Toat-beng Koai-jin dan dibawa lari pergi
dari gelanggang pertandingan. Ia berusaha untuk melepaskan diri atau memukul,
akan tetapi tubuhnya lemas semua, kaki tangannya tak dapat digerakkan lagi.
Hampir ia pingsan ketika tubuhnya dipondong oleh kakek liar itu. Karena ia
tidak dapat bergerak, terpaksa ia menahan penderitaan luar biasa ketika
mukanya terletak di atas punggung yang ada dagingnya menonjol besar,
berkeringatan dan baunya apek bukan buatan itu” Kalau saja ia tidak tertotok
lumpuh, tentu Lin Lin sudah muntah-muntah. Baiknya kakek itu larinya cepat
sekali seperti terbang, sebetulnya bukan lari lagi melainkan melayang dari
pohon ke pohon seperti seekor binatang yang gesit. Kecepatan ini
mempersingkat penderitaannya karena selain angin yang bertiup mengurangi
bau kecut, juga tentu akan segera sampai di tempat tujuan.
Mereka memasuki hutan dan tiba-tiba muncul seorang pemuda yang
membentak dengan suara nyaring,
“Iblis tua, lepaskan gadis itu”
Lin Lin girang bukan main ketiika mengenal suara ini. Siapa lagi kalau
bukan Lie Bok Liong, sahabat baiknya” Akan tetapi kegirangannya tidak
berlangsung lama, segera terganti kekhawatiran. Tingkat kepandaian Bok Liong
sebanding dengan tingkatnya, mana mampu menghadapi kakek sakti yang
seperti ibils ini? Benar saja dugaannya, biarpun Bok Liong sudah menerjang
dengan pedang Goat-kong-kiam yang berhawa dingin, kakek itu enak saja
melayaninya dengan tangan kosong, bahkan dengan tubuh Lin Lin tak pernah
terlepas dari atas pundaknya”
Seperti juga Lin Lin, pemuda itu tak dapat bertahan lama menghadapi kakek
sakti ini. Apalagi karena Bok Liong amat terbatas gerakannya, terbatas oleh
kekhawatirannya kalau-kalau ujung pedangnya mengenai tubuh Lin Lin. Tibatiba
ia berseru keras dan mundur dengan muka pucat. Kakek itu telah
menyodorkan tubuh Lin Lin untuk menangkis sambaran pedangnya. Bok Liong
cepat menarik pedangnya dan pada saat itu, tangan kiri Toat-beng Koai-jin
79
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
bergerak mengirim pukulan jarak jauh yang membuat Bok Liong terjengkang
bergulingan. Ketika ia berusaha bangkit kembali, tubuhnya sudah lemas tertotok
dan di lain saat, kakek itu sudah menyeretnya di sepanjang jalan, menjambak
rambutnya dan menarik sambil memondong tubuh Lin Lin. Kakek itu memasuki
hutan sambil tertawa-tawa.
Di bagian hutan yang gelap dan penuh pohon liar, ia melemparkan tubuh Lin
Lin ke atas tanah, mengambil akar lemas dari sebatang pohon dan mengikat kaki
tangan gadis itu ke belakang. Kemudian ia pun merenggut sehelai saputangan
dari baju Bok Liong, menggunakan saputangan ini menutup dan mengikat mulut
Lin Lin. Setelah ini selesai, tangannya bergerak dan terdengar kain robek-robek
ketika baju dan celana luar pemuda itu ia renggut secara kasar. Sebentar saja
Bok Liong berada dalam keadaan setengah telanjang. Hanya sebuah celana
dalam saja yang masih menutupi tubuhnya. Tentu saja Lin Lin di samping rasa
takut dari gelisah, juga menjadi jengah dan tidak berani memandang langsung,
hanya mengerling-ngerling untuk melihat apa yang akan dilakukan kakek gila
itu.
“Heh-heh-heh, kau masih muda, jejaka tulen, dagingmu tentu masih gurih”
Kakek ini lalu mematahkan batang pohon dengan kedua lengannya yang kuat,
mengikat tubuh Bok Liong pada batang pohon atau balok itu seperti mengikat
babi saja, kemudian balok berikut tubuh Bok Liong yang setengah telanjang itu
ia palangkan pada dua batang pohon lain sehingga tubuh Bok Liong tergantung.
Kemudian kakek itu mengumpulkan daun dan kayu kering di bawah tubuh Bok
Liong dan andaikata mulut Lin Lin tidak diikat, tentu gadis ini sudah menjeritjerit
memanggil Suling Emas karena ia sekarang dapat menduga apa yang
hendak dilakukan oleh kakek gila ini. Agaknya kakek gila ini membuat masakan
yang paling aneh di dunia ini, bukan panggang bebek, panggang ayam, atau
panggang babi, melainkan panggang daging manusia hidup” Bok Liong akan
dipanggang hidup-hidup”
Tiba-tiba terdengar suara seperti anjing hutan menggonggong dari jauh,
kakek itu menyumpah-nyumpah,
“Jahanam, mengganggu saja. Ah, terpaksa ditunda sebentar.” Ia bangkit
berdiri, menepuk-nepuk tubuh bagian atas Bok Liong yang tegap dan berdaging,
mengecap-ngecapkan mulutnya yang mengeluarkan air liur.
“Sayang-sayang.., biar ditunda sebentar, heh-heh” Tubuhnya berkelebat dan

dalam sekejap mata saja kakek itu sudah lenyap dari situ.

Bersambung...

No comments:

Post a Comment