Thursday, March 9, 2017

Cinta Bernoda Darah 02 - Mini Serial #33

Cinta Bernoda Darah 02 #33
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 02 - Mini Serial #33
=========================================
“Apa kau bilang? Liong-twako memang baik sekali orangnya dan siapa
bilang aku tidak tahu diri?”
Suling Emas menarik napas panjang, menyembunyikan gelora dadanya yang
aneh sekali baginya. Mengapa melihat wajah gadis cilik ini di waktu pagi,
mengingatkan ia akan setangkai bunga mawar dalam hutan yang masih basah
oleh embun pagi dan yang selalu mendatangkan rasa aman tenteram di hatinya?
Lalu katanya acuh tak acuh agar gelora hatinya terselimut,

“Dia cinta padamu dan menghendaki kau pergi bersamanya. Ah, kau suka
menyiksa hati orang..”
Sepasang pipi itu menjadi makin merah dan jantung Lin Lin berdebar.
Seperti dibuka kedua matanya oleh ucapan Suling Emas ini. Lie Bok Liong
mencintanya? Ucapan tentang cinta ini membuat ia memandang Suling Emas
lebih teliti lagi, karena perasaan wanitanya membuka rahasia hatinya sendiri.
Bok Liong boleh seribu kali mencintanya, akan tetapi ia hanya dapat mencinta
seorang saja, yaitu.. Suling Emas” Lin Lin terkejut dan sekuat tenaga batinnya
menolak perasaan ini, membantah, namun ia hanya berhasil melawannya pada
lahirnya belaka, adapun hatinya makin erat terpikat dan terikat, makin hebat
terlihat jaring cinta kasih”
“Siapa peduli tentang.. cin.. cinta? Bagaimana kau menuduh secara buta tuli
bahwa aku menyiksa hati orang? Hanya Liong-twako yang kupercaya penuh
untuk mencari Enci Sian Eng yang lenyap..”
“Lenyap..?” Suling Emas memandang tajam.
“Hemmm, kau tidak tahu. Enci Eng pergi tanpa pamit, entah ke mana.
Pakaian dan pedangnya dibawa, tentu pergi jauh. Aku minta tolong kepada
Liong-twako untuk pergi mencarinya karena aku sendiri hendak pergi mengejar
jejak Bu Sin koko yang diculik oleh Siang-mou Sin-ni.”
“Apa..?” Kali ini Suling Emas mengerutkan keningnya, “Dari mana kau
tahu?”
“Liong-twako memang baik dan hebat” Lin Lin sengaja memuji-muji di
depan Suling Emas. “Dalam dua hari saja ia berhasil mendapat keterangan
bahwa Sin-ko telah dibawa pergi oleh seorang iblis betina berjuluk Siang-mou
Sin-ni dan dibawa ke Nan-cao. Karena itu, kebetulan sekali bahwa kita pun akan
pergi ke Nan-cao sehingga kita dapat mengejar iblis itu dan sekalian mencari
tahu tentang Kakak Bu Song dan musuh besarku.”
40
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Wajah Suling Emas kelihatan serius sekali,
“Non..”
“Wah, kau canggung benar. Repot aku kau sebut nona-nona segala macam.
Sebut saja namaku, kau kan sudah tahu namaku? Aku sendiri karena tidak tahu
siapa namamu, akan menyebut kau Suling Emas begitu saja, atau.. Si Suling saja
karena kau memang tinggi janggung seperti suling.”
Kembali sepasang mata itu berkilat dan untuk beberapa detik wajah yang
serius itu berseri. Akan tetapi hanya sebentar dan kembali wajahnya muram.
“Lin Lin, kali ini kau jangan main-main. Kau tidak tahu, tidak mengenal
Siang-mou Sin-ni. Dia benar-benar iblis yang jahat, malah dia seorang di antara
Thian-te Liok-koai. Kakakmu terjatuh di dalam tangannya, berbahaya sekali..”
“Maka kita harus lekas mengejarnya. Hayo kita berangkat.. eh, nanti dulu,
aku belum berganti pakaian dan cuci muka.. bersisir..”
“Apa kau kira kita akan pergi ke pesta? Begitu saja sudah cukup ambil
bekalmu dan kita berangkat”
“Tapi.. tapi..” Lin Lin tak dapat melanjutkan kata-katanya karena Suling
Emas sudah memutar tubuh dan keluar dari kuil itu. Terpaksa ia tergesa-gesa
memasuki kamarnya, menyambar buntalan pakaian yang sudah ia persiapkan,
membawa pedangnya dan berjalan cepat keluar. Ia berpamit kepada pimpinan
kuil sambil menghaturkan terima kasih, kemudian ia berlari keluar. Kiranya
Suling Emas tidak menantinya dan sudah berjalan pergi beberapa ratus meter
jauhnya.
“Heeeiiiii, tunggu..” teriaknya sambil berlari mengejar. Suling Emas berjalan
terus tanpa menengok. Dari belakang tampaknya orang aneh itu hanya berjalan
biasa, kedua kakinya bergerak melangkah lambat-lambat. Akan tetapi anehnya,
betapapun cepatnya kedua kaki kecil Lin Lin bergerak lari sipat kuping, tetap
saja jarak antara mereka tiada perubahan, kira-kira tiga ratus meter jauhnya”
“Hemmm, kini kau akan menguji ilmu lari cepat?” Lin Lin mengomel gemas,
lalu ia mengerahkan seluruh tenaga gin-kang dan menggunakan tenaga
kesaktiannya, yaitu Khong-in-ban-kin yang dapat membuat ia bergerak laksana
burung walet terbang cepatnya. Diam-diam Suling Emas terkejut dan juga
kagum. Kemudian ia pun mempercepat gerakannya. Lin Lin terus mengejar,
penasaran bukan main ketika dari belakang Suling Emas tetap saja kelihatannya
seperti orang berjalan biasa. Lebih dua jam mereka berkejaran ini sampai lewat
41
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
puluhan li jauhnya. Setelah Lin Lin bermandi keringat dan napasnya mulai
memburu barulah ia dapat menyusul. Suling Emas berhenti dan memandangnya,
pandang mata yang jelas membayangkan kekaguman.
“Huh.. huh.. Kau kira aku tidak mampu mengejarmu? Huh.. huh.. semua
orang boleh menganggapmu hebat.. tapi.. huh.. huh.. bagiku biasa saja..” Dia
antara napasnya yang senin-kemis itu Lin Lin mengejek dan menyombong.
Suling memandang tajam. Dia ini sama sekali tidak nampak lelah. Wajahnya
biasa saja tidak tampak setetes pun peluh dan napasnya juga panjang-panjang
biasa,
“Lin Lin, ilmu yang kau warisi dari Kim-lun Seng-jin ini hebat. Sayang
sekali..”
“Sayang? Apanya yang sayang?”
“Sayang kau tidak menghargainya sehingga kau menjadi tolol dan sombong”
Lin Lin menggigit bibirnya, kedua tangannya dikepal dan sudah gatal-gatal
tangannya untuk menerjang dan menyerang untuk melampiaskan
kemendongkolan hatinya. Sepasang matanya bersinar-sinar seakan hendak
menelan orang di depannya itu hidup-hidup. Akan tetapi ia menahan
perasaannya karena ingin sekali ia mendengar arti pernyataan yang tak
dimengertinya itu.
“Kalau benar aku tolol dan sombong, mengapa sayang? Apa pedulimu dan
apa hubungannya dengan ilmu yang kupelajari dari Kim-lun Seng-jin?”
“Seorang anak-anak yang goblok tidak akan tahu akan harganya sebuah
mustika dan akan menganggapnya batu biasa saja dan dipakai main-main. Kau
pun tidak dapat menghargai ilmu warisan dari Kim-lun Seng-jin sehingga kau
main-main dengan ilmu itu, maka kau tolol. Orang yang menganggap diri
sendiri sudah hebat tiada bandingnya, dia adalah seorang sombong dan kau juga
selalu mau menang sendiri, tidak menghargai orang lain maka kau sombong
juga. Sayang ilmu yang hebat itu jatuh ke tangan orang tolol dan sombong,
kalau tidak, dengan melatihnya secara tekun dan mendalam, agaknya takkan
mudah lagi kau mengalami penghinaan dari orang lain.”
“Siapa berani menghina aku kecuali kau? Putera Mahkota sendiri
menganggap aku sederajat dan setingkat dengannya, mengajak aku bercakapcakap
seperti sahabat. Tapi kau.. huh, kaulah yang sombong”
42
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Putera Mahkota? Betulkah kau bertemu dengan Putera Mahkota? Yang
mana, jangan-jangan hanya dengan seorang bangsawan muda macam Suma
Boan.”
“Huh, apa aku tidak bisa membedakan mana Pangeran Mahkota dan
Pangeran Brengsek biasa? Aku memasuki taman bunganya ketika mencari
gedung perpustakaan, dan aku bercakap-cakap dengannya. Dia suka sekali akan
ikan emas, mempunyai sebuah pagoda yang penuh dengan tempat-tempat ikan
dari kaca” bagus bukan main”
Sepasang mata Suling Emas terbelalak. Makin heranlah ia menghadapi dara
remaja ini,
“Kau benar-benar telah bertemu dengan Pangeran? Tahukah kau bahwa
beliau itu adalah adik Sri Baginda dan merupakan calon pengganti Sri
Baginda?”
“Tentu saja aku tahu, aku sudah mengobrol dengan dia seperti sahabat, tapi
kusangka dia itu tadinya putera Kaisar.”
Suling Emas menggaruk-garuk hidungnya yang tidak gatal. Benar-benar
hampir tak mungkin dapat dipercaya seorang gadis liar seperti ini bercakapcakap
seperti sahabat dengan pangeran mahkota” Akan tetapi ia, biarpun belum
lama bertemu dengan Lin Lin, sudah dapat merasa yakin bahwa bocah seperti
ini tidak bicara bohong, dan percaya pula bahwa di depan pangeran mahkota,
malah di depan kaisar sendiri agaknya tidak mau bersikap merendah dan
menganggap mereka itu orang-orang biasa seperti dia”
“Kau benar-benar seorang gadis hebat” Inilah suara hatinya, akan tetapi
tanpa disadari keluar pula dari mulutnya.
Berkembang lubang hidung Lin Lin mendengar ini dan sekaligus
kemengkalan hatinya karena dimaki tolol dan sombong tadi lenyap seperti
embun terusir sinar matahari. Ia tersenyum manis sekali dan berkata dengan
mata tajam mengerling.
“Kau pun seorang laki-laki yang hebat”
Terkejutlah Suling Emas, seakan-akan ditampar mukanya. Pipinya menjadi
merah dan ia cepat memalingkan muka, menghindarkan diri dari sambaran
kerling setajam gunting dan senyum semanis madu. Tapi jantungnya berdenyut
aneh dan dengan batinnya yang sudah terlatih, matang dan teguh itu ia cepat
dapat mengusir perasaan yang tidak semestinya itu.
43
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Marilah kita lanjutkan perjalanan. Perjalanan ini masih jauh, di samping itu,
kita harus berusaha menyusul Siang-mou Sin-ni, kalau saja belum terlambat..”
Ucapan ini sekaligus menyadarkan Lin Lin yang tadinya terayun kebungahan
hati yang ditimbulkan oleh pujian Suling Emas yang mengatakan dia gadis
hebat.
“Apa.. apakah kau anggap Bu Sin koko berada dalam bahaya?”
“Hemmm, sukar dikatakan. Akan tetapi yang jelas, Siang-mou Sin-ni adalah
seorang wanita yang kejam seperti iblis.”
“Akan kubunuh dia” Kalau Sin-ko dia ganggu, akan kubunuh dia” Lin Lin
berteriak marah dengan semangat menggelora. Biarpun diam-diam Suling Emas
menganggap pernyataan ini amat menggelikan mengingat lihainya Siang-mou
Sin-ni dan “mentah”nya Lin Lin, namun ia maklum bahwa pernyataan ini
terdorong oleh keberanian yang luar biasa. Ia percaya bahwa Lin Lin pasti akan
membuktikan ancamannya, biarpun untuk itu harus berkorban nyawa. Ia sudah
menyaksikan ketabahan hati Sian Eng ketika dikubur hidup-hidup oleh Hekgiam-
lo, akan tetapi agaknya adiknya ini lebih tabah dan berani lagi, mendekati
nekat”
“Kita lihat saja nanti, mudah-mudahan kakakmu masih selamat. Mari”
Tanpa mengenal kasihan Suling Emas mengajak Lin Lin berlari lagi cepatcepat,
agaknya ia tidak peduli bahwa gadis itu sudah kelihatan amat telah. Lin
Lin juga tidak sudi menyerah mentah-mentah, malu untuk mengaku bahwa ia
lelah dan kehabisan napas tadi. Kini, setelah lelahnya berkurang karena sudah
mengaso, ia mengerahkan Khong-in-ban-kin lagi dan berlari secepat terbang. Ia
sama sekall tidak sadar bahwa perbuatan Suling Emas ini sama sekali bukan
karena kejam, melainkan karena disengaja, yaitu bahwa orang sakti itu hendak
memaksa ia melatih Khong-in-ban-kin tanpa sengaja.
Dengan berlari-lari seperti itu, perjalanan dilakukan cepat sekali. Lin Lin
ingin sekali mengajak teman seperjalanan ini bercakap-cakap, ingin ia tahu lebih
banyak tentang diri Suling Emas, akan tetapi ia tidak diberi kesempatan dan ia
pun seorang gadis yang berhati keras. Malu dan pantang mundur, dengan nekat
ia berlari terus mengimbangi kecepatan Suling Emas.
Pada malam hari itu setelah Lin Lin pergi meninggalkannya seorang diri di
dalam kuil, Sian Eng duduk termenung. Adiknya telah membayangkan tuduhan
bahwa dia cinta kepada Suling Emas. Alangkah jauh menyimpang tuduhan itu.
44
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Memang ia merasa amat kagum terhadap pendekar sakti yang aneh itu, akan
tetapi pribadi Suling Emas sama sekali tidak menarik cinta kasihnya, melainkan
menimbulkan rasa seram, enggan, dan segan. Berpikir tentang cinta kasih dan
pria mana yang menarik hatinya, Sian Eng termenung dan terkenang kepada..
Suma Boan” Jantungnya berdebar, mukanya terasa panas dan ia menjatuhkan
diri di atas pembaringan sambil menangis”
Memang aneh dan tak masuk di akal agaknya kalau asmara sudah main-main
dengan hati manusia muda. Dewi Asmara yang ganas dan kadang-kadang kejam
itu menyebar anak panah berbisa secara membabi-buta agaknya sehingga
banyak peristiwa terjadi dan cerita terlahir sebagai akibat daripada bisa anak
panah asmara yang menjadi sumber segala kebahagiaan atau sebaliknya sumber
kesengsaraan bagi orang-orang muda.
Sian Eng adalah seorang gadis puteri seorang jenderal. Sedikit banyak
hatinya terpengaruh oleh perbedaan antara orang biasa dan bangsawan, dan
biarpun tidak berterang, ia menganggap diri sendiri sebagai seorang yang
berdarah bangsawan. Atau, mungkin juga di dalam hatinya terdapat cita-cita
untuk mengangkat kembali derajat keluarganya yang sudah runtuh ketika
ayahnya meninggalkan kedudukan sebagai seorang bangsawan tinggi. Atau juga
memang karena kejahilan asmara sehingga begitu bertemu dengan putera
Pangeran Suma itu, seketika ia merasa tertarik sekali. Tentu saja ia tidak dapat
melupakan kenyataan betapa Suma Boan pernah menawannya dan menurut
penuturan Suling Emas, hampir membunuh Bu Sin. Akan tetapi hati kecilnya
membisikkan alasan bahwa untuk perbuatan itu tentu Suma Boan mempunyai
sebab-sebab yang kuat. Agaknya putera bangsawan itu pernah dibikin sakit hati
oleh kakaknya, Bu Song, sehingga ketika bertemu dengan mereka timbul
kemarahannya dan berusaha membalas dendam. Aku akan berikanya kepadanya,
hal ini harus dibikin terang, pikirnya dalam hati. Akan tetapi bagaimana ia dapat
berjumpa dengan Suma Boan?
Tiba-tiba ia mendengar suara orang bercakap-cakap di ruangan tengah kuli
itu. Lapat-lapat ia mendengar suara hwesio kepala yang menjawab dengan suara
lemah ketakutan atas pertanyaan orang yang suaranya nyaring dan galak, Sian
Eng tertarik, juga curiga. Cepat ia menyambar pedangnya dan keluar dari kamar.
Dari balik pintu yang menembus ke ruangan itu, ia mendengarkan dan
jantungnya berdebar ketika ia mengenal suara Suma Boan”
45
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
“Pinceng tidak berani membohong, Kongcu. Sesungguhnya mereka telah
pergi lagi, entah ke mana pinceng tidak berani bertanya dan tidak diberi tahu.”
“Bukankah Suling Emas sering kali datang ke kuil ini?” terdengar pula Suma
Boan bertanya.
“Jarang sekali dia datang, sungguhpun pinceng mengenalnya baik, tapi dia
tidak pernah bermalam di sini. Siapakah bisa mengetahui di mana adanya?”
“Hemmm, aku percaya semua keterangan Losuhu. Akan tetapi ketahuilah
dua orang yang kucari itu adalah orang-orang berbahaya yang belum lama ini
mengacau rumahku, maka terpaksa aku akan melakukan penggeledahan, siapa
tahu mereka itu sudah kembali lagi ke dalam kuil tanpa setahu Losuhu.”
“Silakan, silakan..”
Mendengar ini Sian Eng terkejut dan tak terasa lagi ia bergerak. Suara
kakinya cukup bagi pendengaran Suma Boan yang tajam. Pemuda bangsawan
ini melompat, mendorong daun pintu dan.. ia berhadapan dengan Sian Eng”
Dengan kedua alis terangkat Suma Boan berseru,
“Eh, kau di sini pula..?” Lalu ia melanjutkan kata-katanya dengan nada
girang.
“Syukur kau telah bebas dari cengkeraman iblis Hek-giam-lo, Nona”
Merah muka Sian Eng. Ia balas memandang, lalu menjawab marah.
“Karena gara-gara kau menawanku, maka aku terjatuh ke tangan Hek-giamlo.
Baiknya ada dia yang menolongku dan membawaku ke kuil ini..”
“Suling Emas? Kau ditolong olehnya..”
“Siapa lagi kalau bukan dia yang menolongku? Suma-kongcu, kami dulu itu
dengan maksud baik datang kepadamu untuk bertanya tentang kakakku yang
hilang, mengapa kau lalu menawanku dan hampir membunuh kakakku Bu Sin?
Mengapa kau membenci kakakku Kam Bu Song yang lenyap? Permusuhan
apakah yang membuat kau membencinya?”
Suma Boan tersenyum, lalu menoleh kepada hwesio kepala dan menjura.
“Maaf, Losuhu, bahwa aku tadi menaruh curiga kepadamu. Kiranya semua
ceritamu benar belaka dan kedua orang muda itu tidak berada di sini. Akan
tetapi siapa kira, aku bertemu dengan Nona kenalanku ini. Harap kau orang tua
suka memberi kesempatan kami bicara berdua saja.”
46
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Hwesio tua itu mengangguk dan mengundurkan diri dengan sikap tenang dan
sabar. Suma Boan lalu menghadapi Sian Eng. Pemuda yang sudah banyak
pengalamannya dengan wanita ini sekali pandang saja dapat menjenguk isi hati
Sian Eng, bahwa sedikitnya gadis ini tidak marah dan tidak benci kepadanya.
Dan memang ia pernah amat tertarik hatinya oleh gadis ini, maka pertemuan
yang tak sengaja dan tak tersangka-sangka ini tentu saja mendatangkan rasa
girang di hatinya. Tadi ia menyelidik tentang pemuda dan pemudi yang
mengacau rumahnya dan yang jejaknya menuju ke kuil ini. Ia telah menyiapkan
orang-orangnya di sekeliling kuil, bahkan Tok-sim Lo-tong, seorang tokoh
kang-ouw sahabat baik It-gan Kai-ong, sudah datang pula dan kini ikut menjaga
di luar kuil untuk menghadapi dua orang muda yang amat lihai itu, juga kalau
sekiranya perlu, menghadapi Suling Emas”
Suma Boan maklum bahwa Suling Emas takkan mau mengganggunya, hal
ini ada rahasianya, akan tetapi dia sendiri selalu berusaha untuk menangkap dan
kalau mungkin membunuh orang yang amat dibencinya itu. Karena adanya Toksim
Lo-tong inilah maka Suma Boan berbesar hati dan berani memasuki kuil di
kota raja. Sahabat suhunya yang berjuluk Tok-sim Lo-tong (Anak Tua Berhati
Racun) memiliki kepandaian yang amat tinggi, jauh lebih tinggi daripada
kepandaiannya sendiri.
“Nona Liu..”
“Aku bukan she Liu, melainkan she Kam,” bantah Sian Eng.
“Lho, dahulu kau dan kakakmu mengaku sebagai adik-adik dari Liu Bu
Song..”
Mengertilah sekarang Sian Eng mengapa tadi pemuda bangsawan ini
menyebutnya nona Liu. Ia tersenyum manis dan hati Suma Boan makin
berdebar. Tak salah lagi, bocah ini bukan saja tidak membenciku, malah
agaknya.. ah, manis sekali wajah itu”
“Sesungguhnya dia kakakku, kakak sulung. Akan tetapi bukan aku yang
berganti nama keturunan, melainkan dia. Sebetulnya dia bernama Kam Bu Song.
Suma-kongcu, kau agaknya kenal baik dengan kakakku, bolehkah aku
mendengar di mana adanya Kakak Bu Song sekarang ini dan apakah urusannya
maka kau agaknya bermusuhan dengan dia?”
“Apakah kau betul-betul hendak bertemu dengan dia, Nona? Sayang bahwa
pertemuan pertama antara kita ternoda oleh permusuhan sehingga aku khawatir
47
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
kalau-kalau kau takkan dapat percaya kepadaku lagi.” Suma Brian menarik
napas panjang penuh penyesalan.
“Aku.. aku percaya kepadamu. Ayahmu seorang pangeran. Sebagai puteri
seorang bekas jenderal besar, aku tahu bahwa kita menjaga nama baik leluhur
kita yang sudah banyak membuat jasa kepada negara.”
“Ah, kiranya kau seorang gadis bangsawan, Nona? Ayahmu seorang
jenderal? Mengapa.. mengapa Bu Song memakai she Liu dan tidak pernah
bilang bahwa dia putera seorang jenderal besar? Ah, kalau saja ia dahulu
mengaku secara terus terang, kiraku takkan timbul permusuhan ini..”
“Apakah yang telah terjadi? Dan di mana dia sekarang?”
“Nona, kurasa bukan di sini tempat kita bicara. Ceritanya panjang dan
agaknya perlu kuperlihatkan bukti-buktinya kepadamu agar kau dapat percaya.
Adapun untuk dapat bertemu dengan kakak sulungmu itu, kurasa membutuhkan
perjalanan jauh yaitu ke negara Nan-cao. Maukah kau ikut denganku ke Nancao?
Kutanggung kau akan dapat bertemu dengan kakakmu di sana karena dia
pasti akan hadir pada pesta yang diadakan oleh Agama Beng-kauw.”
Sian Eng menjadi bingung. Ia tahu bahwa antara Lin Lin dan Suma Boan
terdapat permusuhan seperti yang telah diceritakan oleh Lin Lin kepadanya. Dan
agaknya Suma Boan sekarang ini pun datang untuk mencari Lin Lin dan Bok
Liong. Kalau Lin Lin pulang dan bertemu dengan Suma Boan, agaknya tentu
akan terjadi hal yang hebat, Lin Lin sukar diurus. Ia harus dapat mengambil
keputusan tepat.
“Baiklah, Suma-kongcu. Aku percaya kepadamu. Tunggu kuambil buntalan
pakaianku sebentar.” Sian Eng cepat memasuki kamarnya dan tak lama
kemudian ia keluar lagi membawa buntalan pakaiannya. Ia tidak meninggalkan
pesanan sesuatu untuk Lin Lin karena ia maklum bahwa kalau ia meninggalkan
pesan, tentu Lin Lin akan mengejarnya. Karena ini pula, sengaja ia tidak
berpesan sesuatu kepada para hwesio, dan Suma Boan sudah memberi ingat
kepada para hwesio agar tidak memberitahukan siapa pun juga tentang
kedatangannya malam hari itu.
Di luar kuil, para anak buah Suma Boan menjaga sambil bersembunyi.
Hanya Tok-sim Lo-tong yang muncul menjumpainya. Sian Eng memandang
dengan mata terbelalak dan hatinya merasa ngeri. Orang yang muncul seperti
bayangan setan ini, tidak dapat ia mengikuti gerakannya dan dari mana
48
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
datangnya, adalah seorang laki-laki yang bentuknya seperti anak kecil bodoh,
tapi tubuhnya sudah tinggi melebihi tingginya orang biasa. Kepalanya gundul
plontos, tubuhnya kurus sekali. Laki-laki ini sudah tua, buktinya wajahnya yang
kurus penuh keriput dan mulutnya yang selalu terbuka itu dihias gigi-gigi
ompong. Hebatnya, orang ini tidak berpakaian, atau lebih tepat, hanya memakai
cawat, yaitu kain panjang yang dilibatkan di sekeliling pinggang dan paha untuk
menyembunyikan anggauta rahasia saja. Kakinya pun tidak bersepatu.
Akan tetapi, biarpun orang ini lebih pantas disebut orang gila yang terlepas
dari neraka, atau sebangsa siluman yang tersesat keluar dari neraka, ternyata
Suma Boan bersikap amat hormat. Dengan suara seperti orang sakit napas,
orang yang seperti bocah cacingan ini bertanya tak acuh,
“Mana Suling Emas?” Belum habis pertanyaannya ia sudah menguap dengan
suara memuakkan”
“Harap Locianpwe sudi maafkan. Dugaan teecu keliru, ternyata dia tidak
berada di sini, malah dua orang musuh teecu juga sudah kabur. Teecu persilakan
Locianpwe bersama teecu malam ini mengaso di rumah adik teecu di kota raja.
Besok pagi-pagi kita berangkat ke Nan-cao.”
“Suruh aku tidur di rumah gedung? Huh-huh, tak sudi” Aku tidur di kolong
jembatan di luar kota, besok kita bertemu di luar tembok kota” Setelah berkata
demikian, tanpa memberi kesempatan kepada Suma Boan untuk menjawab, ia
menoleh ke kiri dan mulutnya mengeluarkan suara seperti cecak. Hampir Sian
Eng meloncat kaget dan jijik ketika tiba-tiba terdengar suara mendesis dan
seekor ular sebesar paha dan panjangnya dua meter lebih merayap dari tempat
gelap, langsung merayap melalui kaki yang kurus panjang itu, terus melingkar
dengan enaknya pada pinggang, dada dan leher. Kemudian, alangkah kaget dan
herannya Sian Eng ketika sekali menggerakkan kaki-kakinya yang panjang, Si
Jangkung itu telah lenyap seperti amblas ke dalam bumi saja” Sian Eng menjadi
kagum, heran, ngeri, jijik dan takut. Ia merasa seperti berhadapan dengan
seorang iblis lain, yaitu Hek-giam-lo”
Suma Boan tersenyum melihat Sian Eng berdiri dengan muka pucat dan
mulut setengah terbuka itu.
“Nona Kam, tidak aneh melihat kau terheran-heran. Beliau tadi bukanlah
seorang biasa, melainkan seorang sakti yang amat terkenal di dunia kang-ouw.
Julukannya adalah Tok-sim Lo-tong dan nama besarnya tidak kalah oleh Suhu
It-gan Kai-ong sendiri. Beliau adalah seorang di antara Thian-te Liok-koai,
49
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
kesaktiannya tak perlu dibicarakan lagi. Dengan beliau sebagai teman
seperjalanan, aku tidak takut kepada siapa pun juga, dan kita akan melakukan
perjalanan dengan aman ke Nan-cao.
“Kau maksudkan kita kita akan melakukan perjalanan bersama.. dia tadi?”
Suma Boan tertawa dan giginya yang putih berkilau tertimpa sinar bulan,
“Tidak usah kau takut, Nona. Dia tidak akan mengganggumu, malah menjadi
pelindung kita. Pula eh, pertu kunyatakan bahwa dengan adanya aku di
sampingmu, tak perlu kau takut apa pun juga” Biarpun tidak secara langsung
agar tidak membuat kaget gadis yang masih hijau ini, Suma Boan mulai dengan
rayuannya. Kemudian ia mengajak Sian Eng berjalan menuju ke tengah kota di
mana terdapat sebuah gedung yang mentereng dan bagus, gedung seorang
pangeran” Sambil berjalan, mulailah Suma Boan bercerita. Secara singkat ia
telah menceritakan hal ini kepada Bu Sin, akan tetapi kalau kepada Bu Sin ia
bercerita dengan penuh kebencian, tidaklah demiklan kali ini.
“Kakakmu Liu Bu Song itu dahulu adalah seorang pelajar miskin yang
datang ke kota raja untuk mengikuti ujian. Melihat wajahnya yang tampan dan
bakatnya yang baik dalam kesusastraan, Ayahku, pada masa itu kepala
pengawas ujian, menaruh kasihan. Apalagi karena kakakmu gagal dalam ujian.
Ayah lalu menolongnya, memberi pekerjaan sebagai tata usaha di gedung
perpustakaan yang juga menjadi pegangan Ayah. Ia rajin dan pekerjaannya
dilakukan dengan baik sehingga Ayah makin sayang dan percaya kepadanya.
Kadang kala kakakmu itu disuruh melakukan pekerjaan tulis-menulis di gedung
kami. Malah ia bersahabat baik denganku, karena usia kami memang sebaya dan
aku tidaklah demikian lancar dalam pelajaran sastra. Ia banyak membantuku
dalam hal itu.” Pemuda bangsawan itu berhenti dan menarik napas panjang. Sian
Eng senang sekali mendengar cerita ini. Ah, kiranya dia ini sahabat baik

kakakku?

Bersambung...

No comments:

Post a Comment