Tuesday, December 13, 2016

Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #003

cinta_bernoda_darah_01
Cinta Bernoda Darah 01
Cerita Silat Kho Ping Hoo: Cinta Bernoda Darah 01 - Mini Serial #003
=========================================
Kok Ceng Cu memasang kuda-kuda di dekat batu, kedua tangannya
merangkul dari kanan kiri, lalu dengan sebuah teriakan keras ia
mengerahkan tenaga menjebol dan.. batu itu terangkat ke atas terus
diangkat ke atas kepalanya. Otot-otot kedua lengannya tersembul
keluar, lehernya mendadak menjadi besar, namun wajahnya yang
tampan itu tidak berubah, tetap tenang dan tersenyum. Pihak Bu-tongpai
dan Kun-lun-pai memandang kagum. Sebagai ahli-ahli silat tingkat
tinggi, mereka maklum bahwa untuk mengangkat batu seberat itu
mengandalkan tenaga luar, bukanlah hal yang mudah dilakukan. Selain
membutuhkan latihan tekun dan lama, juga harus memiliki bakat alam,
yaitu tenaga yang besar dan hal ini hanya dapat dimiliki oleh seorang
laki-laki yang selama hidup tetap membujang. Melihat keadaan wajah
Kok Ceng Cu, terang bahwa jago Hoa-san-pai ini biarpun usianya sudah
tiga puluh tahun lebih, ternyata dia masih bujang, jejaka tulen”

“Tenaga gwa-kang (tenaga luar) Sicu hebat sekali, pinceng kagum”
kata Leng Lo Suhu dengan sejujurnya. Akan tetapi hal ini memanaskan
perut Leng Hi Hwesio, murid ke empat dari Bu-tong-pai. Biarpun usianya
sudah enam puluh tahun, hwesio keempat dari Bu-tong-pai ini wataknya
keras dan tidak mau kalah. Ia segera melompat maju mendekati Kok
Ceng Cu dan berkata nyaring.
“Main-main dengan batu mati ini apa sih anehnya? Sicu, kalau kau
sudah lelah dan bosan, boleh operkan batu itu pada pinceng”
8
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Tadinya Kok Ceng Cu merasa bangga akan pujian murid tertua Butong-
pai, akan tetapi melihat dan mendengar sikap dan kata-kata hwesio
ke empat ini, diam-diam ia merasa penasaran juga kaget. Apakah
hwesio yang kurus kering ini dapat mempergunakan tenaga seperti dia?
Ia berseru keras dan kedua lengannya bergerak ke bawah lalu ke atas,
melontarkan batu besar itu kepada Leng Hi Hwesio sambil berseru.
“Losuhu terimalah”
Batu berat itu meluncur ke arah hwesio Bu-tong-pai, kalau menimpa
kepala tentu akan remuk. Namun, dengan tenang hwesio ini
menggerakkan kedua tangannya, menerima batu itu dengan gerakan
indah. Kiranya ia telah menggunakan gerakan Dewa Menyambut
Mustika, begitu kedua telapak tangannya menempel pada batu, ia
meminjam tenaga lontaran tadi, dan terus mengayun batu ke bawah, ke
atas lagi, dan melontarkannya ke atas, diterima lagi, diayun dan
dilontarkan lagi ke atas sampai lima kali. Ketika untuk ke lima kalinya
batu itu menimpa turun, ia menggunakan gerakan menyabet dengan
kedua tangan miring. Batu itu melenceng ke samping, terbanting ke atas
tanah sampai amblas hampir setengahnya. Inilah gerak pukulan Pukul
Roboh Gunung Hitam, sebuah jurus ilmu Silat Bu-tong-pai yang lihai.
Terdengar tepuk tangan memuji dari para tosu Kun-lun-pai.
“Siancai, siancai, ilmu pukulan Bu-tong-pai benar-benar hebat” seru
Ang Kun Tojin. Akan tetapi Pek Sin Tojin, murid ke lima Kun-lun-pai yang
bertahi lalat pada ujung hidungnya, menjadi penasaran melihat betapa
dua orang dari rombongan Hoa-san-pai dan Bu-tong-pai seakan-akan
mendemonstrasikan kepandaian. Kalau dari pihak Kun-lun-pai tidak ada
yang bergerak, jangan-jangan pihaknya akan dipandang rendah. Ia
melangkah maju mendekati batu itu, berkata,
“Siancai, batu terbanting keras jangan-jangan banyak cacing yang
akan tertimpa remuk.”
Kaki kanannya bergerak mencongkel dan.. batu itu menggelinding
keluar dari dalam tanah, sampai lima kaki lebih jauhnya. Gerakan ini saja
membuktikan betapa lihainya para tosu Kun-lun-pai.
9
Sumber: http://adf.ly/2Bl5
Yang paling berangasan di antara semua orang adalah Kok Ceng Cu.
Ia mengeluarkan suara ejekan dari hidungnya,
“Hemmm, semua memamerkan tenaga dalam yang mengandalkan
tenaga pinjaman, bukan tenaga aseli dari otot dan urat. Biarpun kami
dari Hoa-san-pai hanya melatih otot untuk memperkuat tubuh, namun
permainan lwee-kang (tenaga dalam) seperti itu juga bukan hal aneh.”
Ia tidak melakukan tantangan, namun kata-katanya ini jelas mengangkat
golongan sendiri dan tidak memandang tinggi dua rombongan lain. Juga
ia berdiri dengan dada terangkat, kedua kakinya memasang kuda-kuda
dengan sikap seolah-olah ia siap menghadapi siapa saja yang berani
melawannya”
Tentu saja sikap ini memanaskan hati pihak Kun-lun-pai dan Bu-tongpai,
apalagi pihak Bu-tong-pai. Kalau saja Ang Kun Tojin dan Leng Lo
Hwesio tidak memberi isyarat dengan pandang mata, tentu ada tosu
Kun-lun dan hwesio Bu-tong yang melompat maju untuk menghadapi
Kok Ceng Cu. Pada saat itu terdengar suara tertawa nyaring dan merdu.
Semua orang menjadi kaget, memandang ke kanan kiri, namun tidak
tampak seorang pun manusia. Padahal jelas sekali tadi terdengar suara
ketawa seorang wanita, terdengar dekat sekali, bahkan suara
pernapasan di antara kekeh tawa itu dapat mereka dengar.

No comments:

Post a Comment