Thursday, December 1, 2016

Pendekar Super Sakti 3


Hantaman-hantaman itu amat kuat dan membuat dada Han Han terasa sesak, kepalanya pening dan hal ini menambah kemarahannya melihat adiknya diculik Ouwyang Seng. Ia menjadi nekat dan ketika dua orang kakek itu kembali menyerangnya dari kanan kiri, ia mengeluarkan pekik melengking dan mengerahkan seluruh sin-kangnya menyalurkan Hwi-yang Sin-ciang di tangan kiri menghantam Ma-bin Lo-mo sedangkan tangan kanannya dengan hawa Swat-im Sin-ciang menghantam Gak Liat. Ia balas memukul tanpa mempedulikan datangnya pukulan kedua lawan itu. Karena ia menyalurkan sin-kang secara terbalik dan dengan demikian sekaligus menghadapi kedua lawan itu dengan dua macam tenaga yang berlawanan sehingga keras bertemu keras, terjadilah tabrakan tenaga sakti yang luar biasa sekali.
“Desssss....”
Gak Liat dan Ma-bin Lo-mo seketika muntahkan darah segar dari mulut mereka akan tetapi Han Han sendiri yang terhimpit oleh dua tenaga raksasa itu roboh pingsan”
Kang-thouw-kwi Gak Liat dan Ma-bin Lo-mo Siangkoan Lee cepat duduk bersila untuk mencegah terluka di dalam dada mereka. Sepuluh menit kemudian mereka sudah bergerak kembali dan keduanya memandang Han Han sambil menggeleng-geleng kepala.
“Dia luar biasa sekali, Setan Botak,” Ma-bin Lo-mo berkata perlahan.
“Hemmm, kalau tidak mengalami sendiri mana aku bisa percaya?” jawab Gak Liat dan keduanya cepat menghampiri Han Han yang masih rebah pingsan.
Mereka berdua lalu turun tangan menotok jalan darah Han Han. Ditotok oleh dua orang ahli dengan dua cara menotok yang berlainan dan amat lihai, seketika tubuh Han Han menjadi lemas dan tak lama kemudian ia siuman kembali. Betapa kaget dua orang kakek itu ketika mendapat kenyataan bahwa pemuda itu tidak mengalami luka sama sekali, padahal mereka berdua nyaris terluka parah di sebelah dalam dada”
Biarpun tidak terluka parah, akan tetapi setelah siuman kembali Han Han merasa betapa seluruh tubuhnya lemas sekali saking lelahnya. Dia tahu bahwa dia telah tertotok dan dia tidak ingin mencoba untuk membebaskan diri, maklum bahwa di tangan kedua orang kakek itu percuma saja baginya untuk melawan. Namun, menyerahkan pun tidak ada sedikit juga di dalam hatinya. Ia memandang kakek-kakek yang duduk di dekatnya lalu berkata.
“Kalian telah mengalahkan aku, tidak lekas bunuh mau apa lagi?” Suaranya terdengar dingin sekali dan sedikit pun tidak kelihatan gentar sehingga kedua orang kakek datuk golongan hitam itu menjadi kagum.
“Han Han, mengapa engkau amat keras kepala? Kami tidak ingin membunuhmu.”
“Benar, Han Han. Engkau masih amat muda, tidak sayangkah kalau membuang nyawa secara sia-sia?”
Mendengarkan ucapan kedua orang kakek ini yang halus dan seolah-olah menyayangnya, rasa dada Han Han menjadi makin sesak karena marah. Ia mengerti betul bahwa dua orang kakek itu adalah datuk-datuk golongan hitam yang amat kejam, yang kini bersikap halus kepadanya karena ada pamrihnya, sikap yang palsu seperti desis dua ekor ular.
“Sudahlah, bosan aku mendengarnya. Kalian sama-sama menghendaki aku bicara tentang Pulau Es, bukan? Sudahlah, percuma saja bicara. Aku tidak mau bicara dan kalau kalian mau bunuh, bunuh saja. Aku tidak takut mati”
Gak Liat dan Siangkoan Lee saling memandang. Dalam bertemu pandang itu keduanya bersepakat cara apa yang harus mereka pergunakan. Membujuk bocah yang berhati baja ini akan sia-sia, jalan satu-satunya adalah paksaan dengan jalan penyiksaan.

No comments:

Post a Comment